JURAGAN ARJUNA

BAB 329



BAB 329

0"Jadi sini jelaskan kepada Biung, perasaanmu sekarang ini seperti apa kepada Pandu, Ndhuk?"     

Ningrum tampak menghela napas panjang, kemudian dia memandang ke arah biungnya dengan sangat serius.     

"Setiap kali aku bertemu dengan Pandu, dadaku itu rasanya ndhak karu-karuan. Jantungku mendadak kembang-kempis, tubuhku panas dingin. Aku benar-benar ndhak paham dengan apa yang kurasakan, Biung. Masak iya toh aku ini jatuh hati? Kalau memang benar jatuh hati, bukankah dia akan bahagia kalau hendak bertemu dengan orang yang dicintainya? Tapi kalau aku malah takut, rasanya aku ingin lari saja sejauh-jauhnya. Tapi...," katanya terhenti, aku penasaran tapinya itu apa yang hendak ia katakan. "Tapi, kalau dia ndhak ada di depan mataku barang sejenak saja aku rindu."     

Manis tersenyum, dan entah kenapa mendengar ucapan dari Ningrum juga membuatku tersenyum. Aku benar-benar ndhak tahu, kalau ada perasaan seperti itu.     

"Itu namanya kamu sedang kasmaran toh, Ndhuk. Asal kamu tahu, perempuan itu sejatinya berbeda dengan laki-laki kalau masalah mengekspresikan rasa cintanya. Kalau pemuda itu, mereka lebih terkesan gamblang, terbuka, dan langsung tanpa bertele-tele. Itu sebabnya tatkala mereka jatuh hati dengan perempuan, yang dia lakukan bukanlah malu-malu. Tapi, maju di urutan paling depan untuk berjuang mendapatkan perempuan yang ia inginkan. Namun bagi perempuan, ya sama sepertimu itu. Cenderung dikuasai dengan rasa grogi, takut, dan semua pikiran-pikiran atas dirinya sendiri, yang berakhir mereka lebih cenderung menghindar dari pada mengatakan perasaan. Itu lah yang mungkin menyebut perempuan jinak-jinak merpati. Ya bukan karena dia jual mahal, atau pun ndhak menyukai pemuda tersebut. Hanya saja para perempuan ndhak pandai dalam mengekspresikan perasaannya. Terlebih ada rasa takut, dan grogi itu. Tapi, kalau sudah lama-lama rasa itu akan hilang dengan sendirinya, berganti dengan rasa bahagia karena bisa bersama dengan seseorang yang kita cinta."     

Ningrum tampak mengangguk, seperti dia paham saja apa yang telah dikatakan oleh biungnya. Wong selama di sini aku mendengarkan saja juga ndhak paham-paham juga sampai detik ini.     

"Lantas kalau rasaku itu kepada Pandu cinta, bagaimana, Biung?" tanya Ningrum dengan polosnya, dia bahkan ndhak canggung mengatakan itu sama sekali kepada biungnya. Seolah benar, jika dia ingin meminta pendapat kepada biungnya tentang apa sebaiknya yang harus dia lakukan sekarang.     

"Untuk sekarang cobalah kamu menunggu, Pandu itu inginnya seperti apa. Apa pernah dia mengutarakan perasaannya kepadamu secara nyata? Atau diam-diam hanya memilih sebagai pengagum saja? kalau iya, maka semuanya akan menjadi salah kaprah, sebab takutnya dia agaknya sungkan dengan siapa orangtuamu sekarang. Bisa jadi dia merasa minder, atau lain sebagainya."     

"Aku sendiri juga ndhak paham toh, Biung, apa dia suka sama aku atau endhak,"     

"Lho, bagaimana, toh, ndhak suka itu bagaimana? Dia sudah menciummu lho, lantas yang membuatmu ndhak yakin bagaimananya?" tanya Manis, sepertinya dia cukup jengkel juga dengan peran Pandu ini. Lembek seperti bubur sumsum yang sering dibuat oleh Bulik Sari.     

"Habisnya dia ndhak ada di ciri-ciri seperti yang Biung katakan, dia ndhak melakukan pendekatan apa pun, dia juga ndhak mengatakan apa pun kepadaku, toh. Sebelum ataupun sesudah dia mengetahui kalau Romo adalah seorang Juragan. Dia ya hanya seperti itu, senyam-senyum ndhak jelas sambil malu-malu,"     

Mendengar hal itu, Manis tampaknya terdiam sejenak, aku yakin dia pasti bingung dia mau mengatakan apa. Sama, aku pun jika di posisinya juga akan bingung juga.     

"Sekarang seperti ini, seumpama ini, seumpama, ya. Jika Biung mengatakan ini kepadamu dan kepada Pandu kira-kira jawabanmu seperti apa. Jika Biung menyuruhmu dan Pandu menikah setelah lulus sekolah, apa pendapatmu?" tanya Manis yang benar-benar membuat jantungku nyaris berhenti karenanya. Ini benar-benar gila sekali, seorang Manis sudah bisa mengatakan segamblang ini kepada Ningrum. Nanti, aku akan memijatnya sampai pagi. Ini janjiku kepada istriku tercinta yang benar-benar luar biasa ini.     

"M... menikah, Biung? Dengan Pandu? Aku? Dan Pandu menikah?" tanya Ningrum yang agaknya kaget dengan ucapan dari biungnya. Itu adalah lumrah, toh aku pun jika ditanya dengan pertanyaan mendadak seperti itu juga akan mengatakan hal yang sama. Menikah? Pacaran saja belum, yang Pandu mengatakan cinta saja belum, kok malah disuruh menikah. Sebagai perempuan pasti harga dirinya yang setinggi gunung himalaya itu akan anjlok. "Biung ini sebentar, toh, apa Biung sedang bercanda? Pandu saja ndhak mengatakan apa-apa kepadaku, lho. Dia bahkan ndhak mengatakan cintanya sama sekali kepadaku. Dengan Biung nanti menyuruhnya menikah denganku, bukankah itu sama saja dengan Biung menyodorkanku kepadanya dengan harga murah? Iya kalau dia cinta, kalau endhak? Yang ada dia menerima pernikahan ini karena terpaksa, terus ke depannya kalau kami bertengkar pasti dia akan mengungkit-ungkit masalah ini. kemudian aku yang menjadi paling salah, karena telah memaksanya menikah."     

"Jadi menurutmu Pandu ndhak mencintaimu? Jika ndhak cinta kenapa dia menciumu? Masak tiba-tiba mencium tanpa adanya rasa cinta? Biung ndhak percaya,"     

"Iya, sih," kata Ningrum pada akhirnya.     

Oalah, Ndhuk... Ndhuk, jadi perempuan kok ya lugu benar ini bagaimana, toh. Masak iya harus diajari Romo bagaimana caranya menakhlukkan hati laki-laki apa gimana. Gemas juga aku mendengar jawabannya itu. Tapi bagaimana lagi, aku sudah terlanjur dalam misi sembunyi seperti ini.     

"Jadi begini, lho, Ndhuk. Semalam itu Biung berbincang-bincang dengan romomu perkara kuliahmu dan hubunganmu dengan Pandu. Kami takut, kalau kalian berada di kampus yang sama, dengan posisi kamu jauh lagi dari kami. Kami ndhak bisa menjamin antara kamu dan Pandu ndhak akan terjadi apa-apa. Biung yakin akan hal itu, sebab Biung itu pernah muda. Nah, jadi Romo dan Biung ingin menawarkan kepada kalian, bagaimana jika kalian menikah dulu setelah lulus sekolah. Dengan seperti itu kan semuanya sudah ndhak ada masalah, toh, ndhak ada maksiat, dan ndhak ada perbuatan dosa lagi jika terjadi apa-apa, dan dengan demikian pun Pandu bisa menjagamu. Biung dan Romo pun bisa melepas kalian dengan tenang."     

Ningrum tampak diam, kemudian dia kembali memandang ke arah biungnya lagi. untung saja itu makanannya sudah habis, coba kalaum. Pasti dia mendadak ndhak akan nafsu makan.     

"Sejujurnya pendapat Biung itu benar sekali, toh. Ini bukan perkara aku sangat ingin dinikahi oleh Pandu, endhak... endhak sama sekali. Ini hanya karena aku di posisi perempuan, aku juga kuatir, Biung. Jika ada setan lewat dan malah membuat kami melakukan hal-hal yang ndhak diinginkan. Jujur, aku ndhak mau membuat Romo dan Biung malu karena tindakanku. Aku ingin kalian itu bangga denganku. Tapi, bagaimana ya, lha wong Pandunya saja seperti itu, ndhak jelas seperti itu, masak iya aku maksa-maksa toh Biung. Malu,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.