Langit Sembilan Bintang

Klan Rubah



Klan Rubah

0Mereka bertiga tiba di desa yang tampak tenang dan damai, berkat bantuan sang nenek. Mereka berjalan di sebuah jalanan berbatu yang berwarna hijau, menuju ke sebuah bangunan kuil di bawah sinar rembulan.     

"Aku akan membawa kalian bertemu dengan Ketua klan." Ujar nenek tua itu.     

Sepertinya kedatangan Ye Chen dan lainnya menarik perhatian warga di dalam desa tersebut, karena ada banyak rubah yang muncul di pintu rumah. Mereka seperti manusia yang sedang berdiri, dan menatap kagum pada Ye Chen, terutama pada A Li. Para rubah tersebut memandangi mereka sambil menggoyangkan ekor.     

"Kitsu...kitsu... " Para rubah yang ada di sana terlihat sedang saling berbicara.     

Ada beberapa rubah yang bertransformasi menjadi pria dan wanita, baik tua ataupun muda. Selain orang tua yang terlihat sangat ringkih, ada juga pria yang terlihat tampan dan gagah perkasa. Para rubah yang menjelma menjadi pria, dapat membuat wanita mabuk kepayang. Ketampanan mereka membuat Ye Chen mejadi tidak percaya diri. Sedangkan yang menjelma menjadi perempuan, terlihat sangat cantik. Tubuhnya molek dan berkulit putih. Mereka hanya mengenakan kain sutra yang memperlihatkan kemolekan tubuh mereka yang tampak mempesona. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan pandangan orang luar, dan terus memandang ke arah Ye Chen dengan tatapan penasaran, sambil sesekali berbicara dengan rubah lainnya.     

Ye Chen harus mengakui kalau semua wanita yang ada di klan rubah sangatlah cantik. Mereka bagaikan dewi yang sangat mempesona. Wanita klan rubah tidak seperti manusia yang memiliki rasa malu, mereka lebih berani untuk memperlihatkan tubuhnya. Wajah Ye Chen tampak memerah begitu melihat pemandangan di hadapannya.     

"Xiaoyi, apa yang sedang mereka bicarakan?" Tanya Ye Chen yang tidak mengerti bahasa rubah.     

Nenek di depan mereka langsung menoleh begitu tahu bahwa Ye Chen tidak bisa mengerti bahasa mereka.     

"Ada yang bilang kalau Kak A Li sangat cantik seperti dewi. Ada juga yang bilang kalau Kak A Li punya bakat yang sangat luar biasa, karena sudah berekor enam padahal masih muda." Jelas Xiaoyi.     

Menurut Ye Chen, semua wanita jelmaan rubah yang ada di sini sangatlah cantik, tetapi mereka malah bilang kalau A Li lebih cantik daripada mereka. Ye Chen lalu melihat A Li yang ada di bahunya. Bulunya tampak putih bersih tanpa noda, seperti batu giok yang jernih. Berbeda dengan rubah yang ada di desa ini, beberapa dari mereka memiliki bulu yang kotor.     

Ye Chen kemudian baru menyadari kalau para rubah yang ada di sini hanya mempunyai lima ekor, dan hanya A Li yang berekor enam. Padahal para rubah yang ada di sini adalah master langit. Sepertinya jumlah ekor tidak menggambarkan tingkat kultivasi para rubah, melainkan hal yang lainnya.     

Ye Chen merasa canggung karena ditatap oleh para manusia jelmaan rubah tersebut. Pemuda itu terus mengikuti nenek itu sampai di dekat kuil. Ia bisa merasakan keberadaan tiga ahli guru Xuan di dalam kuil tersebut.     

"Apa Anda seorang manusia?" Nenek itu bertanya dengan ragu.     

"Iya." Jawab Ye Chen dengan jujur. Meskipun ia adalah manusia, tetapi ia adalah manusia yang memiliki kekuatan roh.     

"Oh." Balas nenek itu sambil menganggukkan kepala. "Anda adalah manusia pertama yang masuk ke desa ini." Imbuhnya.     

Apa maksud dari ucapan nenek itu? Apakah manusia yang masuk ke dalam desa itu harus mati?     

Ye Chen tidak membalas ucapan tersebut, dan kembali mengikuti nenek itu masuk ke dalam kuil. Xiaoyi yang ada di belakang Ye Chen tampak melihat ke sekeliling dengan tatapan penasaran.     

Ada seekor rubah berekor lima yang berdiri tidak jauh dari sana, dan terus menatap A Li yang ada di bahu Ye Chen.     

Xiaoyi merasa tidak terima saat melihat rubah jantan tersebut terus menatap A Li. Menurutnya hanya Ye Chen yang pantas bersama A Li. Bocah itu lalu menjulurkan lidahnya kepada rubah jantan itu sambil membelalakkan matanya.     

Bulu rubah berekor lima tersebut langsung berdiri, kemudian kabur dengan panik. Sampai akhirnya ia menabrak ke dinding lalu terhuyung-huyung seperti orang mabuk, hingga akhirnya jatuh.     

"Xiaoyi, apa yang terjadi?" Tanya Ye Chen yang mendengar keributan di belakangnya.     

Xiaoyi lalu menggelengkan kepalanya dan menatap Ye Chen dengan polos. "Hanya ada seekor rubah yang terjatuh saja, Kak."     

"Oh." Balas Ye Chen yang terlalu fokus pada tiga tetua tingkat guru Xuan yang ada di depannya sana, hingga tidak menyadari kejadian di belakang.     

Sementara A Li tampak tersenyum melihat kelakuan Xiaoyi. Sedangkan Xiaoyi hanya menggaruk kepalanya sambil tertawa.     

Kuil itu tidak terlalu besar. Setelah mereka menaiki tiga anak tangga, mereka dapat melihat tiga orang nenek yang sedang duduk tegak di altar. Tempat ini mirip seperti kuil yang ditemui Ye Chen di Tiga Pendiri Sanqing yang sangat sakral. Di depan altar tersebut ada sebuah meja persembahan yang di atasnya ada dupa yang dibakar, beberapa buah, dan daging panggang.     

Tiga nenek tua itu memiliki dandanan yang berbeda. Nenek yang ada di sebelah kiri mengenakan jubah merah, seperti mempelai wanita yang sedang menunggu calon suaminya dengan wajah keriput. Sedangkan yang ada di tengah, mengenakan jubah abu-abu dan tangan kanannya memegang tongkat. Raut wajahnya terlihat muram seperti penyihir tua. Kemudian yang ada di sebelah kanan terlihat cukup normal, karena mengenakan berpakaian seperti petani wanita.     

Ye Chen merasa sedikit lucu setelah melihat penampilan dari tiga orang nenek tersebut.     

Tiga orang nenek tua itu langsung membuka mata begitu Ye Chen, A Li, dan Xiaoyi masuk ke dalam kuil.     

Nenek yang ada di sebelah kanan tampak berkaca-kaca setelah melihat A Li. Sedangkan nenek yang ada di sebelah kiri dan di tengah, terlihat biasa saja dengan ekspresi yang sangat datar.     

Apa nenek di sebelah kanan itu mengenal A Li? Ye Chen kemudian menatap A Li, dan baru sadar kalau mata A Li juga berkaca-kaca.     

"Nenek itu adalah Bibi dari leluhur Kak A Li." Jelas Xiaoyi.     

A Li tak menyangka akan bertemu dengan keluarganya di sini.     

Nenek itu lalu berjalan ke arah A Li dengan gemetar, dan raut wajah yang tampak dipenuhi dengan rasa bersalah.     

Sementara A Li yang berada di bahu Ye Chen, tetap berusaha terlihat kuat. Hal tersebut membuat nenek itu menjadi sedih.     

"Terima kasih Tuan muda sudah menjaga Ning'er. Aku mewakili orang tua Ning'er dan senior yang lain sangat berterima kasih pada Tuan muda." Ujar nenek itu pada Ye Chen sambil sedikit membungkukkan badannya.     

Ning'er? Ye Chen kemudian menduga bahwa itu adalah nama kecil A Li. "Sama-sama Bi, tidak perlu terlalu sungkan padaku." Balas Ye Chen dengan sopan.     

"Ning'er adalah anak yang malang. Setengah tahun yang lalu orang tuanya bertemu dengan siluman serigala dan terbunuh." Ujar bibi leluhur A Li yang menceritakan tentang kejadian setengah tahun yang lalu. "Waktu itu mereka meminta pertolongan pada kami, tapi kami tidak bisa ke sana. Pasti sekarang Ning'er membenciku." Ujarnya sambil melihat A Li dengan tatapan menyesal, tetapi A Li justru memalingkan wajahnya.     

Nenek tersebut terlihat tulus, Ye Chen yakin kalau nenek itu tidak bisa menolong A Li waktu itu karena alasan tertentu.     

"Akulah yang memerintahkan anggota klan agar tidak memberi pertolongan ke sana." Ujar seorang nenek yang terlihat seperti penyihir tua sambil berjalan turun dengan memegang tongkat.     

Bibi leluhur A Li langsung membungkukkan badan dan mundur selangkah begitu melihat nenek itu turun. "Tuan muda, ini adalah Ketua klan rubah di gunung Awan Hijau." Jelas bibi leluhur A Li.     

Wajah ketua klan tersebut terlihat keriput, tetapi tatapan matanya terlihat begitu hidup.     

Ye Chen merasa tersinggung dengan tatapan ketua klan rubah tersebut. Sejak rohnya bisa dikondensasi menjadi prajurit berzirah emas, ia tidak pernah bertemu dengan hewan spiritual seangkuh ketua klan rubah tersebut. Meskipun Ye Chen tahu kalau dirinya hanyalah raja siluman palsu, tetapi hewan spiritual tetap kekuatan saat melihatnya.     

"Kalau waktu itu klan kami datang menolong, Raja serigala pasti akan menghancurkan klan rubah kami. Karena itulah aku melarang anggota klan ku untuk menolong mereka." Jelas nenek itu dengan suara serak. Suaranya sangat tidak enak didengar, dan kulitnya tampak dipenuhi dengan keriput yang membuat orang jijik melihatnya.     

Ye Chen awalnya mengira kalau klan mereka juga diserang, jadi tidak bisa menolong klan A Li. Namun ternyata klan mereka sangatlah egois, dan membiarkan klan A Li hancur. Pantas saja sikap A Li menjadi sangat dingin begitu tiba di sini.     

"Jadi kalian kalian mengorbankan klan lain untuk menyelamatkan diri sendiri. Dan kalian masih berani bicara dengan sangat percaya diri seperti ini, benar-benar tidak tahu malu." Ujar Ye Chen sambil tersenyum dingin.     

A Li tampak gemetar setelah mendengar perkataan Ye Chen barusan. Tatapan mata A Li menyiratkan sebuah amarah yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.     

"Apa kamu bilang?!" Balas nenek yang tampak seperti penyihir tua tersebut sambil membelalakkan matanya.     

"Tuan muda, jangan bicara seperti itu. Cepatlah meminta maaf pada Ketua klan." Ujar bibi leluhur A Li dengan panik, karena ia merasa ketua klannya benar-benar marah.     

Lalu tiba-tiba terdengar suara tawa melengking yang menggema di sana.     

"Berani juga bocah ini." Ujar nenek berjubah merah sembari turun, dan berjalan dengan tubuh yang melenggak lenggok, tidak sesuai dengan wajah tuanya.     

Ternyata banyak orang aneh di klan rubah gunung Awan Hijau, pikir Ye Chen sambil mendengus dingin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.