The Alchemists: Cinta Abadi

Slow Motion



Slow Motion

0Rune tidak menanggapi serius perkataan Aleksis yang diucapkan dengan nada bercanda itu. Ia tahu, bagi kakaknya, penampilan fisik itu tidak penting.     

Yang lebih penting baginya adalah karakter, kepribadian, dan prinsip. Buktinya, dulu Aleksis jatuh cinta dan menikah dengan suaminya, Alaric, walaupun pria itu mengaku sebagai lelaki buruk rupa yang wajahnya cacat akibat perkelahian.     

Yang Aleksis maksudkan di sini adalah semoga gadis yang akan bertemu Rune itu bukan tipe gadis yang mengedit wajahnya habis-habisan dengan Photoshop demi terlihat cantik. Karena itu berarti gadis itu termasuk orang yang sangat superfisial, dan dengan demikian, tidak akan cocok dengn Rune.     

Mereka kembali melanjutkan minum wine sambil mengobrol tentang keluarga mereka dan kabar terbaru semua orang. Suasana mengobrol malam itu berlangsung dengan sangat hangat. Setelah mereka puas melampiaskan rindu, Nicolae dan keluarganya bersama Lauriel pulang kembali ke rumah mereka.     

***     

Rune membaca-baca jejak percakapan antara profilnya dengan Rose di akun situs kencan yang dibuat para keponakannya itu. Ahh, dari gaya bicaranya, Rose terkesan sangat periang dan menarik. Sepertinya gadis itu memiliki kepribadian yang menyenangkan. Pantas saja anak-anak itu terkesan dan ingin menjodohkannya dengan Rose.     

Profile Rune juga berbicara dengan banyak gadis cantik lainnya, tetapi komunikasinya dengan mereka tidak seintens komunikasinya dengan Rose. Mereka membicarakan makanan kesukaan mereka yang mirip, lalu hobi mereka yang sama-sama senang bepergian dan bertualang.     

'Ahh... sepertinya Rose ini tahu benar bagaimana tampil sebagai wanita sempurna,' pikir Rune. Ia selalu memiliki bahan pembicaraan dan terkesan ramah, senang bertualang, dan sangat pintar. Ini terlalu sempurna.     

Dalam hati ia bertanya-tanya seperti apa Rose sebenarnya dalam kehidupan nyata kalau ia berhasil menampilkan persona sempurna seperti ini. Jangan-jangan gadis itu membaca buku psikologi dan hubungan asmara sehingga ia tahu pasti bagaimana berkomunikasi dan menjawab semua pertanyaan dengan jawaban yang tepat.     

Ia memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Dalam hati, Rune sudah memutuskan untuk tidak berharap banyak. Satu hal, kebanyakan perempuan yang ia temu tidak sepandai dirinya dan hal itu kadang-kadang membuatnya malas untuk berbicara dengan mereka.     

Itu juga yang membuatnya hingga kini belum pernah tertarik secara romantis kepada perempuan mana pun. Ia tidak yakin kencan buta kali ini akan membuat perbedaan yang signifikan.     

Rune mengenakan pakaian rapi dengan jaket kulit cokelat dan mantel di luar pakaiannya serta syal yang menutupi lehernya. Ia sengaja membeli pakaian biasa dari marketplace untuk dipakai ke acara kencan butanya.     

Walaupun ia senang bertualang dan meneliti serta tidak terlalu memperhatikan penampilan, tetap saja koleksi pakaian dan barang-barang Rune termasuk dari produk kelas atas yang mahal dan tidak mungkin dapat terjangkau oleh gaji seorang guru.     

Ia tidak boleh menimbulkan kecurigaan Rose saat nanti mereka bertemu untuk kencan. Ia juga menanggalkan jam tangan mahalnya dan membiarkan tangannya polos tanpa aksesori.     

Ahh... mengingat penampilannya yang sederhana ini, Rune menjadi teringat pada pengalaman London, kakaknya yang dulu berpura-pura miskin di depan L selama berbulan-bulan.     

London sampai membeli pakaian murah dari marketplace untuk dikenakan setiap kali ia bertemu L dan kemudian tinggal bersamanya. L yang pandai tentu saja menjadi curiga karena London ternyata hanya memiliki tiga setel pakaian yang dipakainya itu-itu saja.     

Dalam hati Rune menertawakan kekonyolan kisah cinta London dan L waktu itu. Mereka jatuh cinta saat keduanya masih sangat muda dan akhirnya mengalami banyak masalah karena sikap mereka yang masih egois dan kekanakan.     

Untunglah sekarang keduanya sudah jauh lebih dewasa dan dapat hidup bersama dengan baik. Bahkan, kini keduanya sedang menyambut anak kedua.     

Anak yang ini tentu akan mendapatkan jaminan kehidupan yang sangat baik karena kehadirannya direncanakan dan kedua orang tuanya sangat menginginkannya.     

Anak pertama London dan L terjadi akibat kecelakaan dan keduanya masih sangat muda ketika Lily lahir, sehingga ia sering mengalami berada di tengah-tengah dilema antara kedua orang tuanya saat ia masih bayi dulu.'     

Setelah ia siap dengan penampilan yang rapi, Rune segera berangkat ke East Village. Ia diantar oleh mobil keluarga Linden, tetapi ia sengaja tidak turun di depan kafe tempat pertemuannya dengan Rose. Ia memilih untuk diturunkan satu blok dari kafe tersebut dan kemudian berjalan kaki ke sana.     

Rune kuatir kalau ia turun dari mobil sangat mewah di depan tempat pertemuan, ternyata Rose melihatnya, maka akan sia-sia saja ia menyamar sebagai 'guru' seperti yang dibuat dalam profilenya oleh ketiga keponakannya.     

Udara di akhir musim gugur malam itu sangat dingin. Untung saja Rune mengenakan jaket dan mantel serta syal sehingga ia tidak terlalu kedinginan saat berjalan kaki dari blok sebelah di tengah hantaman udara malam yang dingin.     

Ketika ia masuk ke dalam kafe, Rune segera disambut oleh pelayan yang menanyakan reservasinya.     

"Oh, meja untuk dua orang. Atas nama Rune Schneider," kata pria itu. Ia memang menggunakan nama aslinya, karena Rune tidak kuatir Rose akan mengenalinya sebagai anggota keluarga Schneider. Ayahnya tidak pernah mengumumkan nama-nama anaknya secara terbuka, dan Rune sendiri tidak mengurusi bisnis keluarga, sehingga ia tidak terlalu dikenal oleh publik.     

Lagipula, nama Schneider tidak hanya dimiliki oleh keluarga mereka. Makanya ia merasa santai saja menggunakan nama aslinya.     

"Oh, selamat datang, Tuan Schneider. Teman Anda sudah datang duluan," kata pelayan itu dengan wajah dipenuhi senyum.     

Rune merasa terkesan. Ia sengaja datang lebih awal ke acara kencan ini, tetapi ternyata Rose sudah tiba sebelum dirinya. Lumayan juga, pikirnya.     

"Baik. Di mana meja kami?" tanya Rune.     

"Silakan ikut saya." Pelayan itu mengembangkan tangannya dan memberi tanda agar Rune mengikutinya. Mereka tiba di salah satu meja terbaik di kafe itu. Lokasinya di sudut dan cukup privasi. Rose memang sudah tiba. Ia duduk membelakangi arah kedatangan Rune, sehingga pemuda itu tidak dapat melihat wajahnya.     

Ia hanya dapat melihat bahwa Rose memiliki rambut panjang ikal keemasan yang tergerai indah di punggungnya. Ah, satu nilai plus untuk Rose, pikir Rune. Ia menyukai perempuan yang memiliki rambut panjang dan dapat memeliharanya dengan baik.     

Ia sendiri membiarkan rambutnya tumbuh agak panjang, sedikit melewati lehernya. Penampilan Rune sangat keren malam itu, walaupun ia mengenakan pakaian yang termasuk sederhana.     

Saat ia berjalan melintasi kafe menuju ke mejanya, para wanita yang ada di sana secara otomatis mengangkat wajah mereka dan memperhatikannya dengan kagum.     

"Selamat malam," sapa Rune setelah tiba di belakang Rose. "Rose?"     

Gadis itu menoleh ke arah Rune dengan gerakan yang rasanya bagaikan gerakan lambat di depan mata Rune. Ya.. seolah mereka berada di film yang diputar dengan slow-motion, karena Rune tidak dapat mempercayai pandangannya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.