The Alchemists: Cinta Abadi

Ren & Mischa



Ren & Mischa

0Ren bangun ketika matahari sudah tinggi. Ia merasa kepalanya seolah habis dihantam oleh palu godam raksasa yang membuatnya terasa begitu sakit. Tetapi lebih dari apa pun, dadanya terasa lebih sakit oleh perasaan bersalah dan duka yang begitu mendalam.     

Kamar tempatnya berbaring di samping Fee tampak sepi dan dingin. Tidak ada satu pun dokter maupun perawat yang terlihat.     

Mereka pasti juga membutuhkan istirahatnya, pikir Ren.     

Saat ia menoleh ke samping, ia melihat Fee berbaring di tempat tidur medis masih belum sadarkan diri dengan berbagai peralatan medis di sekitar tubuhnya.     

Ren ingin sekali naik ke tempat tidur yang sama dan memeluk Fee, tetapi ia tahu sang pasien masih dalam kondisi pemulihan dan ia hanya bisa memegang tangannya. Air mata kembali mengaliri pipinya saat ia melihat ke arah perut Fee yang rata.     

Seharusnya di sana masih ada anak-anak mereka. Tetapi karena kebodohannya dan dendamnya yang begitu besar... ia harus kehilangan mereka.     

Tanpa dapat ditahan lagi, ia duduk di tepi tempat tidurnya sambil memeluk tangan kiri Fee dengan kedua tangannya dan membenamkannya ke wajahnya.     

Ia menangis tersedu-sedu tanpa suara. Ia tak mau mengganggu tidur Fee yang sedang memulihkan diri. Tidak berapa lama ketiga tangan mereka dan pakaiannya telah basah oleh air mata.     

***     

"Tuan, sebaiknya Tuan makan dulu dan membersihkan diri. Nanti saya yang akan menjaga Nyonya," kata seorang perawat muda yang simpatik. Ia telah melihat bagaimana Ren sama sekali tidak mau pergi dari sisi Fee sejak tadi subuh. Ia menjadi kasihan melihatnya dan menawarkan untuk menggantikan Ren menunggui istrinya. "Menurut perkiraan dokter, beliau akan siuman besok pagi. Tuan bisa tidur di sini lagi nanti malam dan bangun bersama Nyonya."     

Ren hendak membantah, tetapi pandangan prihatin yang tulus dari sang perawat membuatnya merasa tidak enak untuk bersikap ketus dan marah-marah. Ia sadar para tenaga medis yang ada di sekitarnya hanya ingin melakukan tugas mereka sebaik mungkin     

Apalagi sekarang sebenarnya adalah tahun baru, hari libur besar di mana seharusnya mereka beristirahat atau menghabiskan waktu bersama keluarga.     

Akhirnya ia bangkit berdiri dan beranjak keluar kamar. Saat ia tiba di pintu, Ren menoleh ke belakang dan melihat ke arah Fee yang masih terbaring pingsan. Seolah tidak rela untuk meninggalkannya walau hanya sebentar saja.     

Ketika Ren masuk ke dalam ruang makan, ia melihat Karl sedang menunggunya di sana dengan wajah prihatin.     

"Bagaimana keadaannya?" tanya Karl dengan suara kuatir.     

"Ia masih belum sadarkan diri. Dokter memberinya obat bius yang cukup banyak agar tubuhnya dapat memulihkan diri sebelum ia bangun. Kemungkinan ia akan siuman besok pagi," jawab Ren. Suaranya terdengar sangat lelah.     

"Oh.. syukurlah," kata Karl. Suaranya berubah menjadi lega. "Aku tidak mengira Lady Amelia akan melakukan hal segila itu..."     

Kening Ren seketika berkerut ketika mendengar Karl menyebut nama Amelia. Kemarahannya yang tertimbun oleh perasaan sedih dan cemas seketika meluap kembali ke permukaan.     

"Aku mau KAU CARI AMELIA SECEPATNYA!" cetus Ren dengan suara dipenuhi kemarahan. "Setelah Fee sadar aku akan berurusan dengannya..."     

Karl menghela napas. "Kurasa dia hanya panik dan tidak dapat menguasai dirinya. Lady Amelia bukan gadis seperti itu. Bukankah kau sudah mengenalnya sejak lama...? Kumohon, aku bukannya hendak membelanya, tetapi saat itu ia pasti sedang sangat marah dan tidak dapat menguasai diri... Kalau kau juga menemuinya di saat kondisi mentalmu sedang buruk... kau akan melakukan hal-hal yang nanti akan kau sesali."     

BRAK!     

Ren tiba-tiba menghantam meja makan dengan tinjunya hingga meja kayu itu menjadi retak. Wajahnya tampak berapi-api.     

"AKU TIDAK SEDANG MEMINTA PENDAPATMU, PAMAN."      

Karl seketika merasa terkejut saat melihat Ren menghantam meja. Ia dapat membayangkan pasti sakit sekali menghantam meja kayu tebal yang keras itu, tetapi Ren tidak terlihat merasakan sakit sama sekali.     

Pasti kondisi mentalnya sedang demikian buruk, hingga syarafnya bahkan tidak dapat mengenali rasa sakit. Karl hanya bisa menelan ludah.     

"Baiklah. Aku akan mencari Lady Amelia dan membawanya kemari," katanya akhirnya.     

"Setelah Fee pulih aku akan membawanya ke Prancis. Kau bisa membawa Amelia ke sana. Aku akan membuat perhitungan sendiri dengannya."     

Karl mengerutkan keningnya keheranan. "Kenapa ke Prancis? Kita sudah dekat. Mischa sudah curiga bahwa Fee adalah Vega. Bahkan di pesta kemarin ada London Schneider juga... Nanti kau tinggal membawa Fee kepada raja dan ratu Moravia dan memperkenalkannya sebagai istrimu."     

Ren tidak menjawab kata-kata Karl. Sepasang matanya tampak begitu berduka. Ia bahkan tidak lagi memperhatikan keberadaan Karl di sana.     

RING     

RING     

Karl mengeluarkan ponselnya dan melihat siapa yang meneleponnya di hari libur seperti ini.     

"Hallo." Ia menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya itu dan menyapa orang yang ada di ujung sana.     

"Kau asisten Pangeran Renald Hanenberg? Ini Mischa Rhionen. Aku perlu bicara dengan tuanmu." Terdengar suara Mischa yang tegas di ujung sana.     

Ia telah berhasil mendapatkan kontak pribadi Ren, tetapi seharian ini saat ia berusaha menelepon ke nomor tersebut, Ren sama sekali tidak mengangkat panggilannya. Teleponnya kemudian menjadi tidak aktif.     

Mischa kemudian mendapatkan kontak Amelia, sekretaris pribadi Ren, dan Karl, asistennya, tetapi hanya Karl yang mengangkat teleponnya.     

"Ini Mischa Rhionen?" tanya Karl mengulangi nama Mischa sambil mengerling ke arah Ren. Ia ingin Ren mendengarkan dan mengambil keputusan apakah ia akan bicara kepada Mischa atau tidak. "Ada perlu apa dengan Pangeran Renald?"     

Ia lalu memasang speaker di ponselnya.     

"Fee Lynn-Miller adalah asistenku dan ia telah menghilang sejak di acara pesta istana tadi malam. Aku masih membawa tas dan ponselnya. Ia masih belum pulang hingga sekarang. Kurasa ia bersama Pangeran Renald."     

Ren menoleh ke arah Karl dan merampas ponsel itu dari tangannya.     

"Ini Renald Hanenberg. Fee adalah istriku dan ia sedang bersamaku. Aku akan mengirim orang untuk mengambil barang-barang pribadinya darimu," tukasnya.     

"Di mana Fee sekarang?" tanya Mischa dengan nada sopan. Ia tahu bagaimanapun pria yang sedang diajaknya bicara adalah putra mahkota kerajaan Moravia.     

"Dia bersamaku. Saat ini kondisinya sedang tidak sehat. Nanti kalau ia sudah pulih aku akan menyuruhnya meneleponmu."     

"Tapi..."     

"Kau menuduhku berbohong?" Suara Ren terdengar mengancam.     

"Tidak. Aku hanya perlu tahu bahwa Fee baik-baik saja karena aku peduli kepadanya. Dia adalah asistenku," kata Mischa lagi.     

"Aku akan mewakili istriku dan mengajukan pengunduran dirinya. Terima kasih."      

Tanpa menunggu jawaban Mischa, Ren segera memutus panggilan dan menyerahkan ponselnya kembali kepada Karl.     

"Ambil barang-barang pribadi Fee dari tempat Mischa Rhionen," katanya dengan suara dingin.     

Karl tidak punya pilihan selain mengangguk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.