The Alchemists: Cinta Abadi

Firasat Buruk



Firasat Buruk

3"Hallo..."     

Terdengar suara Jan dari speaker ponsel London yang sudah terdampar di lantai dengan kaca retak. Sialnya, di saat genting seperti itu, bukannya suaranya menghilang dan hubungan telepon terputus. Jan malah lanjut mengoceh tentang kencan kedua dan ketiga yang berhasil ia siapkan.     

"Aku punya feeling bagus tentang Nona Sarah, ia sangat berpengetahuan dan sudah keliling dunia. Tapi kalau ternyata kencannya tidak memuaskan, ada Nona Gwen yang ingin sekali menemui Tuan. Dia ini dokter anak, orangnya cerdas sekali. Ia juga sangat cantik dan pernah memenangkan kontes kecantikan.     

Bayangkan, mana ada putri kecantikan yang otaknya demikian cerdas hingga bisa menjadi dokter spesialis. Lalu, oh.. yang berikutnya juga merupakan favoritku: Nona Carla adalah seorang mahasiswa hukum. Ia hobi menyanyi dan suaranya indah sekali.. Menurutku pribadi tidak kalah dari Nona L."     

Saat itu, ingin sekali rasanya London bisa membelah bumi agar ia dapat mengubur dirinya dalam-dalam. Setelah keterkejutannya hilang ia buru-buru menginjak-injak ponselnya agar suara menyebalkan itu diam.     

Akhirnya suara Jan tidak lagi terdengar. Hanya ada keheningan yang sangat mencekam.     

Keheningan ini sangat menyesakkan dada dan membuat bulu kuduk London meremang. Pelan-pelan ia mengangkat wajahnya dan menatap L dengan bibir setengah terbuka. Ia hendak mengatakan sesuatu, tetapi entah kenapa ekspresi gadis itu yang tampak begitu menakutkan, membuatnya tidak dapat mengucapkan apa pun yang ingin diucapkannya.     

"Dua minggu..." desis L dengan suara begitu dingin. "Baru dua minggu kita berpisah... dan kau sudah mencari penggantiku dengan begitu mudahnya."     

"Sayang..." London menelan ludah. "Ini kesalahpahaman. Bukan itu yang terjadi..."     

"Kau memang pembohong. Seharusnya aku tahu, aku tidak bisa mempercayai orang sepertimu. Bagimu, berbohong dapat kau lakukan dengan begitu mudahnya. Kuakui... kau adalah ayah yang baik... tetapi kau bukan suami yang baik. Aku menyesal sudah percaya kata-katamu dan menyerahkan hatiku kepadamu... Dasar bajingan!"     

Sebelum London dapat bereaksi, L telah mengambil spatula dan memukul bahunya dengan kemarahan yang membuncah keluar.     

"Heii... Sayang, aku bisa membawa Jan ke sini agar ia menjelaskan kepadamu apa yang terjadi sebenarnya. Aku tidak mencari penggantimu... aku..." London kemudian terdiam. Sebenarnya kata-katanya barusan juga memang tidak benar. Ia memang mencari pengganti L. Ia mengira cintanya bertepuk sebelah tangan, sehingga ia memutuskan untuk mengikuti nasihat Jan dan mengencani wanita lain untuk memulihkan hatinya.     

Seharusnya ia memang menunggu terlebih dahulu. Waktu dua minggu untuk mencari perempuan lain sebagai pengganti L memang terlalu cepat, dan ia mengerti kenapa L sekarang sangat marah.     

Tentu L merasa dibohongi lagi. London mengatakan hanya mencintainya dan ingin menikah dengannya, tetapi dalam waktu dua minggu saja ia sudah mencari perempuan lain.     

Akhirnya ia hanya diam. Ini adalah kesalahpahaman yang begitu besar, yang bahkan membawa Jan kemari tidak akan dapat meyakinkan L.     

London mengaku salah.. Seharusnya ia menunggu.     

Ia juga tidak dapat menyalahkan Jan, karena Jan hanya memberikan nasihat sebagai seorang teman yang peduli kepadanya, keputusan ada di tangan London sendiri untuk menerima nasihat itu atau tidak.     

Ia teringat saat di kantor kemarin Jan menunjukkan profilnya di situs kencan online tersebut dan ia memberikan persetujuannya. Seharusnya ia mendengarkan Lily dan membatalkan saja semuanya.     

Tetapi ia malah memberikan persetujuannya... dan kini nasi sudah menjadi bubur.     

"Maafkan aku..." Akhirnya London hanya bisa menunduk sedih dan menerima pukulan spatula dari L pada bahunya, tanpa menghindar.     

Bagaimanapun ia lebih memilih L marah-marah kepadanya dan kemudian menenangkan diri, lalu mereka dapat berbicara baik-baik, daripada L merasa terpukul dan menangis karena sakit hati. Ia tidak tahan melihat air mata L bercucuran karena dirinya.     

"Kau sungguh keterlaluan... Kau jahat sekali kepadaku. Kau tahu betapa sulitnya bagiku untuk mempercayakan hatiku dan diriku kepadamu. Setelah melamarku dan membatalkan rencana pernikahan begitu saja.. kau bisa dengan mudah berkata cinta kepadaku untuk tidur denganku... sementara kau sudah siap untuk berkencan dengan perempuan-perempuan lain..."     

L melempar spatula ke lantai dan ganti memukuli dada London yang sama sekali tidak menghindar dengan tangannya yang mungil. Setelah beberapa menit gadis itu akhirnya berhenti karena tangannya merasa kesakitan dan napasnya sudah terengah-engah kelelahan.     

"Sayang..." London berusaha mendekap L ke dadanya yang masih sakit karena dipukuli tangan mungil L, tetapi gadis itu menepis tangannya dengan sangat marah.     

"JANGAN SENTUH AKU!" jerit L histeris.     

Pria itu terdiam di tempatnya. Saat ini ia kehilangan alasan untuk membujuk L. Dunianya seketika seolah seperti menjadi jungkir balik. Mengapa nasib baik tidak mau berpihak kepadanya.     

Saat-saat penuh kemesraan dengan L tadi malam, ketika mereka saling berbicara dari hati ke hati, mengukuhkan cinta mereka, dan kemudian bercinta untuk pertama kalinya dengan kesadaran sepenuhnya.. kini terasa bagaikan mimpi yang sangat jauh.     

Ia sangat menyesal sudah bangun dari mimpi itu.      

"Aku akan menunggu sampai kau mau memaafkanku..." kata London akhirnya. Ia duduk di kursi meja makan dan menatap L dengan sepasang mata sendu. "Aku mengaku bersalah, telah membiarkan Jan mengatur kencan untukku. Aku patah hati selama dua minggu ini karena mengira kau tidak mencintaiku..     

Semua orang mengatakan kita selalu bertengkar karena kita belum dewasa dan karena kita sama-sama belum pernah punya kekasih sebelumnya. Jan menyuruhku untuk bertemu wanita lain agar aku memiliki pengalaman... Kami sama sekali tidak tahu kau sebenarnya membalas cintaku, Sayang...     

Tolong mengerti posisiku. Kumohon jangan menghukumku karena perbuatan yang belum kulakukan... Aku belum berkencan dengan siapa pun. Aku akan menyuruh Jan membatalkan semuanya."     

L membenamkan wajahnya ke kedua tangannya dengan frustrasi. Tubuhnya kemudian terlihat bergetar karena menahan tangis. Saat ia akhirnya dapat menguasai diri, L menyembunyikan wajahnya yang sudah basah oleh air mata dan buru-buru menyeka matanya dengan lengan bajunya. Ia menarik napas panjang berkali-kali dan tampak sangat tertekan.     

"Kau tidak apa-apa...? Apa perlu kupanggilkan dokter?" tanya London kuatir. Ia berdiri hendak menghampiri L, tetapi gadis itu mengangkat tangan dan memberi tanda agar pria itu tidak mendekat.     

"Sudah kubilang, jangan dekati aku..." desis gadis itu dengan nada suara datar.     

"Aku mengaku salah.. kau pukuli saja aku lagi, jangan menangis..." bujuk London lagi.     

"Kenapa memangnya kalau aku mau menangis? Memangnya kau siapa mengatur-atur hidupku?" tukas L ketus. "Aku perlu berpikir..."     

"L... aku akan melakukan apa pun yang kau minta untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu, dan hanya kau perempuan yang ada di dalam hidupku. Aku akan membatalkan semua kencan itu. Jan akan kusuruh ke sini dan menjelaskan apa yang terjadi..."     

L menarik napas panjang dan bersandar pada konter dapur, lalu akhirnya mengangguk. "Aku sudah memutuskan."     

Tiba-tiba London mendapatkan firasat yang sangat buruk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.