The Alchemists: Cinta Abadi

Rencana yang gagal **



Rencana yang gagal **

0Bab ini sedikit panas, jadi mohon yang belum cukup umur, silakan skip saja ke bab selanjutnya ya...     

****************************     

.     

Ketika Alaric tiba di Hotel St. Laurent, para petugas segera menyambutnya dengan hormat dan mengantarkannya ke Presidential Suite.     

"Hmm... kenapa kita ke lantai 55?" tanya Alaric keheranan ketika melihat petugas tidak memencet tombol ke lantai paling tinggi yaitu lantai 60.     

"Eh... bukankah Anda hendak ke Presidential Suite menemui Nona Mikhailova?" tanya petugas dengan nada kebingungan.     

Seketika wajah Alaric menjadi merah karena murka. Dugaannya ternyata benar! Gadis sialan itu bertindak nekad dengan mencampurkan sesuatu ke minumannya tadi dan kini sudah menunggunya di Presidential Suite untuk menjebaknya.     

Ia tidak punya waktu mengurusi perempuan itu sekarang... pikirnya. Ia harus segera menemui Aleksis.     

"Penthouse!" bentaknya dengan tidak sabar. Keringat telah meluncur turun ke pelipisnya dan dengan gusar ia membuka kancing baju depannya sambil berharap lift segera meluncur ke lantai 60 dengan segera.     

Petugas concierge yang ketakutan tidak bertanya lagi segera membukakan akses ke lantai 60 dan mengantar Alaric ke sana. Setelah pintu lift terbuka, Alaric buru-buru memencet bel pintu. Gairahnya sudah tidak tertahankan lagi.     

Ia berdiri di depan pintu sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke tembok, berharap Aleksis segera keluar untuk menyambutnya.     

"Hei... cepat sekali sampainya," Aleksis membuka pintu dengan senyum lebar. Belum sempat ia mempersilakan Alaric masuk, suaminya telah menyergapnya dan melumat bibirnya dengan rakus. "Hmmphh... a... ada apa.. hmmpphh... ini...?"     

Aleksis sangat keheranan melihat sikap Alaric yang menurutnya lain dari biasanya. Seharusnya Alaric tahu ada dua adiknya di penthouse ini dan ia tidak mungkin melakukan hal-hal yang vulgar di depan mereka.     

Tetapi kali ini Alaric sama sekali tidak menahan diri dan ia tidak mempedulikan London dan Rune yang sedang duduk di ruang tamu, menatapnya dengan mulut ternganga.     

"Aku... aku sangat menginginkanmu," bisik Alaric dengan suara parau. Ia melanjutkan serangannya ke leher Aleksis dan menghujaninya dengan ciuman-ciuman panas dan gigitan halus yang meninggalkan bekas cinta.     

Ia menahan kedua tangan Aleksis di atas kepala gadis itu dengan tangan kirinya dan mendorong Aleksis hingga bersandar ke tembok, lalu dengan liar melanjutkan aksinya dengan memberi gadis itu ciuman, gigitan, dan hisapan yang semakin turun ke bahunya, lalu menuju payudaranya, sementara tangan kanannya menggerayangi tubuh gadis itu dengan tanpa henti.     

"Ka... KALIAN ... KELUAR....!!" desis Aleksis di tengah rintihannya menghadapi serangan Alaric yang hampir membuatnya tidak berdaya.     

Tanpa disuruh dua kali, London dan Rune buru-buru kabur dari penthouse. Mereka tidak mau sampai mimpi buruk menyaksikan kakak perempuan mereka disetubuhi oleh suaminya di depan mata mereka.     

"Astaga... apa barusan yang terjadi?" tanya Rune sambil menepuk-nepuk dadanya berusaha agar batuk saat ia dan London tiba di depan lift dan menutupkan pintu penthouse di belakang mereka. "Gila!"     

"Ssshh... bukan urusan kita. Itu urusan suami istri.." London menutupi matanya dengan kedua tangannya.     

Kepalanya tak habis-habisnya menggeleng berusaha melupakan pemandangan barusan. Ia tahu Aleksis dan Alaric saling mencintai dan mereka baru tiga minggu bersatu kembali setelah berpisah sangat lama, tetapi ia tidak menyangka kehidupan seksual kakaknya sebergairah ini.     

Mereka buru-buru turun ke restoran di lantai 50 dan menghabiskan waktu dengan minum dan mengobrol di sana.     

[Kalau sudah selesai, tolong telepon kami ya.]     

London hanya dapat mengirim SMS kepada kakaknya. Dalam hati ia berharap kegiatan kakaknya tidak akan berlangsung semalaman, karena setahunya semua kamar dan suite di hotel ini telah penuh dipesan karena acara besar Splitz yang diadakan malam ini. Ia tak mau harus mencari kamar di hotel lain untuk menginap sementara barang-barang mereka semua masih ada di penthouse.     

***     

Setelah kedua adiknya menghilang dari penthouse, barulah hati Aleksis mulai menjadi lega. Ia tidak keberatan melayani suaminya, bahkan ia sendiri pun tidak akan pernah puas bercinta dengan Alaric.     

Tadi ia hanya kaget dan malu karena kedua adiknya sedang ada di penthouse dan menyaksikan Alaric menyerangnya tanpa ampun.     

Kini ia sudah dapat berpikir lebih jernih dan segera menebak bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, karena walaupun Alaric sangat mencintainya dan selalu menginginkannya, tetapi pria itu tidak pernah bertindak vulgar apalagi di depan orang lain.     

Aleksis menduga seseorang telah memberikan obat perangsang kepada Alaric dengan tujuan menjebaknya, tetapi untunglah Alaric berhasil mendatanginya dan meluapkan gairahnya kepada Aleksis.     

Dengan sabar dan penuh cinta Aleksis menenangkan Alaric dan memandunya untuk menenangkan diri dan melanjutkan kegiatan bercinta mereka dengan lembut seperti biasa. Ia membalas ciuman-ciuman Alaric dan menariknya ke dalam kamar dan menghempaskan tubuh Alaric ke tempat tidur dengan mendorong dadanya.     

"Ssshh... jangan buru-buru. Kita harus menikmatinya baik-baik, Sayang..." bujuk Aleksis sambil membuka semua kancing pakaian Alaric dan membantu suaminya melepaskan pakaian atasnya. Alaric tidak henti-hentinya merabai tubuhnya dan kemudian menarik lepas gaun musim panas tipis yang dikenakan Aleksis.     

Ia kelihatan sangat tidak sabar, tetapi demi mendengar suara Aleksis yang membujuknya, Alaric berusaha menahan diri, walaupun wajahnya terlihat merah karena sangat menginginkan Aleksis. Mereka berciuman kembali dan bergumul di tempat tidur.     

"Udaranya panas sekali..." bisik Alaric dengan suara parau, sebelum kemudian menggigit bagian atas payudara Aleksis yang tersingkap setelah gaunnya lepas, "Bisakah turunkan suhu AC-nya lebih rendah lagi?"     

Aleksis yang memiliki ketahanan terhadap dingin yang sangat tinggi sama sekali tidak keberatan. Dengan mode suara ia memerintahkan sistem menurunkan suhu hingga 10 derajat dan barulah Alaric terlihat mulai nyaman. Ia menciumi Aleksis kembali dan mengambil posisi di atas gadis itu, kemudian dengan lincah melucuti pakaian dalamnya yang masih tersisa.     

Melihat tubuh polos Aleksis yang indah terhampar di hadapannya, Alaric tersenyum lebar dan sesaat nalarnya kembali saat ia menelusuri permukaan tubuh istrinya dari leher hingga ke ujung kaki.     

Sentuhan tangannya yang membelai seluruh tubuh Aleksis kemudian diikuti oleh bibir dan lidahnya yang tak puas-puasnya menciumi, mengisap, dan menggigit untuk memberikan tanda cinta di seluruh tubuh gadis itu yang tadinya tertutupi pakaian.     

Aleksis sudah kehilangan akal sehatnya dan hanya bisa mengerang dan merintih sukacita saat Alaric menjelajahi tubuhnya dan membuatnya mengejangkan tubuhnya berkali-kali bahkan sebelum Alaric memasukinya.     

Ketika akhirnya Alaric menanggalkan semua pakaiannya dan menyetubuhi istrinya, keduanya sudah melupakan semua yang terjadi di bumi dan saling berkejaran di surga. Mereka mencapai puncak berkali-kali dan setiap kali selesai, mereka hanya akan beristirahat beberapa menit dan kembali melanjutkan bercinta entah untuk keberapa kalinya, mereka sudah tidak sanggup menghitung.     

***     

Elien merasa keheranan setelah hampir jam 6 sore dan Alaric masih belum diantar ke presidential suite. Ia telah memerintahkan asistennya menyiapkan semuanya.     

Suite itu sudah dilengkapi makanan dan minuman untuk memulihkan tenaga setelah bercinta beberapa putaran karena ia tahu betapa kuatnya pengaruh obat perangsang yang diberikannya kepada Alaric tadi.     

Selain itu, asistennya juga sudah memasang berbagai kamera di setiap sudut kamar. Kalau Alaric tidak mau bertanggung jawab telah meniduri Elien, ia dapat mengancam reputasi pria itu dengan rekaman video hubungan seksual mereka.     

Tetapi hingga satu jam ia menunggu, Alaric tidak juga muncul. Apakah terjadi sesuatu kepadanya di jalan? pikir Elien cemas.     

Ia segera menelepon resepsionis dan menanyakan apa yang terjadi.     

"Apa? Tuan Linden minta diantar ke penthouse??" Elien hampir menjerit mendengar jawaban petugas hotel.     

Sial! gerutunya. Ia tidak memperhitungkan bahwa sebagai orang yang sangat kaya mungkin saja Alaric telah menyewa penthouse di hotel ini sebagai tempatnya menginap selama acara.     

Pantas saja ia minta dibawa ke penthouse.... pikir Elien. Ia berjalan mondar-mandir di suite-nya berusaha memikirkan apa yang harus ia lakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.