The Alchemists: Cinta Abadi

Persaingan serius



Persaingan serius

0Terry sangat mengenal adiknya dan tahu bahwa gadis itu punya rencana dengan pura-pura bersikap seolah kekasihnya. Karena itu ia mengikuti saja permainan Aleksis dan mengusap-usap kepala gadis itu.     

"Kau mau pura-pura jadi pacarku ya? Kalau begitu kau hutang satu kali," bisiknya sambil mencium kening Aleksis. Dari jauh keduanya terlihat seperti pasangan kekasih.     

Aleksis mencubit pinggang Terry keras sekali dan berbisik, "Akan kukabulkan satu permintaanmu, tapi jangan mahal-mahal."     

Lalu ia berseru genit, "Oh, Terry... duduklah makan siang bersamaku. Aku rindu sekali kepadamu..."     

Terry lalu duduk di samping Aleksis, diiringi desahan tertahan semua orang yang ada di kafetaria. Mel masih tercengang dan membeku di tempatnya. Ia masih tak percaya, kakak kelas paling populer di kampus sekarang duduk semeja dengan mereka dan tampak akrab sekali dengan Aleksis.     

Verona yang dari tadi terpaku melihat adegan tersebut tiba-tiba seperti tersadar dan buru-buru menghampiri Terry dan Aleksis di mejanya.     

"Selamat siang, Kak Terry... apakah Kakak sudah mau mengumumkan pacar kakak yang resmi?" tanyanya sambil tersenyum manis. Dayang-dayangnya sudah berada di sampingnya dan mereka semua menatap Terry dengan penuh perhatian.     

"Memangnya kenapa?" tanya Terry.     

"Kalau kakak sekarang punya kekasih, berarti kami harus mencoret Kakak dari daftar polling CALON SUAMI IDAMAN," kata Verona sambil melirik ke arah Nicolae yang pura-pura tidak tertarik dengan peristiwa yang sedang terjadi di kafetaria. "Itu artinya Kak Nicolae yang sekarang ada di posisi teratas."     

Ugh.. Terry lupa dengan polling sialan itu. Dalam segala hal ia selalu bersaing dengan Nicolae, si mahasiswa tingkat akhir dari jurusan Manajemen Informasi itu, dan kedudukan mereka hampir selalu seimbang.     

Kalau ia sekarang keluar dari daftar poling, berarti untuk pertama kalinya ia harus mengaku kalah kepada Nicolae. Ia tak bisa membiarkan itu terjadi.     

Ini masalah harga diri...     

"Memangnya untuk masuk polling itu harus single?" tanyanya dengan ekspresi acuh tak acuh. Verona mengangguk. Terry lalu menoleh kepada Aleksis, kemudian melirik Nicolae yang pura-pura membaca bukunya tetapi tampak tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya Terry tertawa, "Hahahaha... kalian pikir aku peduli dengan polling semacam itu?"     

"Jadi, Kakak sekarang memang sudah punya kekasih?" tanya Verona lagi. Nada suaranya sedikit kecewa. Ia menatap Aleksis dengan pandangan penuh kebencian.     

"Aku tidak punya kekasih," kata Terry cepat. Ia menepis kepala Aleksis, "Ini adikku."     

'Dasar kampret,' bisik Aleksis sebal. Ia tak menyangka Terry akan mengkhianatinya secepat itu, demi mempertahankan posisinya di suatu polling sialan. Rupanya ia menganggap serius persaingannya dengan Nicolae.     

Sementara itu Nicolae tampak menurunkan bukunya dan mengamati keduanya dengan penuh perhatian.     

Kalau dipikir-pikir memang Aleksis dan Terry terlihat agak mirip. Walaupun Terry setengah Asia dan Aleksis terlihat berkulit putih dan tampak lebih Eropa dengan sepasang mata biru hijaunya, tetapi gadis itu masih memiliki sedikit fitur Asia pada wajahnya.     

Ah, pantas saja mereka terlihat sangat akrab... Keduanya ternyata bersaudara.     

Seulas senyum terukir di wajah Nicolae. Ia sangat senang mengetahui bahwa Terry ternyata tidak punya hubungan romantis dengan Aleksis. Rupanya Aleksis tadi pura-pura berlaku seolah kekasihnya karena ingin jahil dan menggoda gadis-gadis penggemar Terry. Saat menyadari itu, Nicolae hanya bisa batuk-batuk menahan tawanya. Tingkah gadis cantik itu sangat lucu dan membuatnya penasaran.     

Nicolae bertekad untuk mendekatinya. Kalau ia berhasil mendapatkan Aleksis, dengan senang hati ia keluar dari polling CALON SUAMI IDAMAN serta semua polling lainnya, dan menyerahkan semua gelar yang diperebutkannya dengan Terry kepada pemuda itu. Ia sama sekali tidak keberatan.     

"Oh... jadi dia ini adik misan Kakak? Setahuku Kakak kan anak tunggal." tanya Verona dengan wajah gembira. Ia yang sudah menyelidiki semua informasi tentang Terry selama bertahun-tahun tahu bahwa Terry adalah anak tunggal dan kedua orang tuanya telah meninggal 8 tahun yang lalu, maka ia tidak mungkin sekarang tiba-tiba punya adik kandung perempuan. Pasti maksudnya Aleksis adalah adik sepupu atau saudara jauh.     

"Begitulah..." kata Terry dengan sikap masih acuh tak acuh.     

"Ah... baiklah. Kalau begitu aku tidak akan mengganggu kalian makan siang," kata Verona kemudian. Ia mengajak dayang-dayangnya kembali ke meja mereka.     

"Eh... kalian memang kerabat?" tanya Mel keheranan ketika Verona dan dayang-dayangnya telah pergi.     

Aleksis merengut dan menikmati makan siangnya tanpa menjawab. Ia beberapa kali melempar pandangan tajam ke arah Terry yang pura-pura tidak melihat wajah kesalnya dan minum soft drink sambil membuka ponselnya dengan sikap acuh.     

Saat itulah Mel sadar bahwa keduanya memang bersaudara, karena Aleksis dan Terry sikapnya terlalu akrab, bahkan saat keduanya marahan seperti ini. Ia akhirnya tersenyum dan tidak bertanya lagi.     

"Verona... apa kita akan biarkan perempuan itu bersikap sok dan petantang-petenteng seperti itu?" tanya salah seorang dayang Verona sambil menatap ke arah Aleksis dengan pandangan sebal.     

Verona menggeleng, "Tentu saja tidak, tetapi kita tidak boleh terang-terangan mengganggunya di depan Terry, aku tak mau Terry membenciku."     

"Lalu apa rencanamu?"     

"Kita tunggu sampai Terry tidak ada. Aku akan membuat perhitungan kepadanya. Jangan mentang-mentang dia kerabatnya Terry, lalu dia bisa seenaknya di sini dan tidak bersikap hormat kepada senior."     

Verona tidak bisa menerima ada ratu lebah lain di kampus selain dirinya, dan ia sudah memikirkan cara untuk menyingkirkan Aleksis.     

***     

Alaric bangun pukul 6 pagi dan ia segera teringat bahwa ia belum menelepon Aleksis seperti yang dijanjikannya sebelum berangkat. Terlalu banyak hal yang terjadi tadi malam, saat ia bertemu Sophia, sepupunya.     

Ya, dia, Alaric ternyata memiliki sepupu... dan kini ia tahu asal-usulnya. Ia tahu siapa nama ibunya, dan siapa keluarganya...     

Ternyata ia tidak sendirian, ada ratusan orang seperti dirinya di luar sana. Mereka juga memiliki penampilan muda dan sempurna dan dapat hidup abadi sepertinya. Sophia sendiri sudah berumur 200 tahun lebih, lebih tua darinya tetapi tetap terlihat seperti masih berusia 24 tahun.     

Ia kemudian mengetahui bahwa bagi kaum Alchemist, waktu ada di tangan mereka, sehingga mereka tidak terburu-buru dalam mengikat komitmen pernikahan dan memiliki anak. Itulah sebabnya jumlah mereka sangat sedikit.     

Sangat jauh berbeda dengan manusia biasa yang dengan begitu gampangnya menikah, bercerai, punya anak banyak tetapi tak bisa mengurusnya dengan baik, lalu membuat ada begitu banyak anak menjadi terlantar dan menderita.     

Sungguh ia merasa tatanan masyarakat Alchemist yang demikian ideal adalah tatanan yang terbaik. Jumlah mereka yang sedikit dan budaya mereka yang konservatif mengenai komitmen membuat mereka menjadi penghuni bumi yang paling ideal.     

Manusia biasa harus belajar dari kaum Alchemist tentang tatanan hidup yang ideal ini...     

Ah.. masih ada begitu banyak hal yang ingin diketahuinya tentang kaum Alchemist ini. Ia tak sabar ingin segera bertemu lagi dengan Sophia dan menemui orang yang dimaksudkannya semalam.     

Tapi sebelum itu, ia harus menghubungi Aleksis. Alaric membuka ponselnya dan menemukan beberapa pesan dan missed call dari Aleksis semalam yang tidak sempat didengarnya.     

Setitik rasa bersalah hinggap di dadanya. Ah, sekarang pukul 6 pagi, berarti sudah jam 14.00 di Singapura. Ia sebaiknya menelepon istrinya dan menanyakan keadaannya. Ia merindukan suara Aleksis.     

Aleksis mengangkat teleponnya dalam dua deringan saja.     

"Hallo, Alaric.. kau sudah bangun? Di sana masih pagi sekali, kan?" tanya Aleksis dengan nada suara yang sangat gembira. "Bagaimana tidurmu semalam? Masih kena jetlag?"     

"Selamat siang, Sayang," kata Alaric. Ia pun sangat gembira mendengar suara Aleksis, "Aku baik-baik saja. Tidak ada jetlag dan semalam tidurku juga baik. Bagaimana kabarmu?"     

"Kabarku baik juga, aku sedang di kampus, berusaha memberi pelajaran kepada gadis-gadis norak yang dua hari lalu menggangguku. Aku dibenci di kampus karena mereka mengira aku dekat dengan cowok-cowok idola mereka.... hahahaha... Mereka nggak tahu kalau aku sudah ada yang punya."     

Alaric tersenyum mendengar kata-kata Aleksis.     

"Benar, kau adalah milikku," katanya lembut. "Kalau mereka menyulitkanmu, jangan segan-segan minta Takeshi dan Mischa bertindak."     

"Ahh.. sekarang tidak perlu. Tadi aku sudah minta bantuan kakakku..." Aleksis batuk-batuk mengingat tadi ia memeluk Terry dengan mesra dan pura-pura menjadi kekasihnya. Ia takut Takeshi mengambil fotonya memeluk Terry dan mengirimnya kepada Alaric, karena itu ia merasa harus menjelaskan bahwa Terry itu adalah kakaknya. "Kalau kau pulang ke Singapura, kau akan kuperkenalkan kepadanya."     

"Hmm... baiklah..." kata Alaric setuju. "Sayang, aku akan sibuk di sini sepanjang hari, karena itu aku akan meneleponmu setiap pagi sesudah aku bangun, supaya tidak terlalu sore di Singapura. Aku kuatir kalau aku meneleponmu sore atau malam dari sini, waktunya akan terlalu larut di tempatmu."     

"Baiklah..." Aleksis tersenyum lebar sekali, "Kau sibuk apa hari ini?"     

"Hmm... aku akan bertemu beberapa orang seharian ini. Banyak hal besar yang sedang terjadi..."     

Aleksis terdiam mendengar kata-kata Alaric tentang hal besar yang sedang terjadi. Di sisinya juga banyak yang sedang terjadi dan ia berharap Alaric segera pulang.     

"Baiklah... Semoga semua urusanmu segera selesai dan kau bisa cepat pulang. Aku merindukanmu."     

"Jaga diri baik-baik." Alaric menatap ponselnya dan tidak tahu bagaimana mengakhiri panggilan itu. Aleksis pun di ujung sana sebenarnya tidak ingin menutup telepon.     

Akhirnya selama satu menit tidak ada yang berbicara.     

"Cepatlah pulang...." akhirnya Aleksis berbisik dengan suara tercekat dan menutup teleponnya sebelum Alaric dapat mendengar bahwa ia hampir menangis. "Aku mencintaimu."     

"Aku..." Alaric hendak membalas ucapan cinta Aleksis tetapi telepon telah ditutup. Akhirnya ia hanya bisa mendesah dan menaruh ponselnya di meja. Pandangannya terpaku saat ia tak sengaja melihat pantulannya di cermin. Rambutnya berubah, kini tampak sedikit keunguan.     

Tanpa sadar ia menyentuh kepalanya dan mengerutkan kening. Ia ingat kata-kata Sophia bahwa ungu adalah ciri keluarga Linden. Mengapa akhir-akhir ini ciri itu semakin keluar? Apa yang sedang terjadi pada dirinya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.