The Alchemists: Cinta Abadi

Hidup Mischa Yang Penuh Warna



Hidup Mischa Yang Penuh Warna

3"Hei.. bagaimana wawancaranya tadi?" tanya Mischa begitu ia tiba di dekat kakak beradik itu. Ia menatap Vega dengan pandangan penuh perhatian.     

"Baik. Kami mendapatkan banyak keterangan berharga," kata Vega yang menyadari bahwa pertanyaan Mischa ditujukan kepadanya, bukan Tatiana.     

"Oh, ya? Bagaimana pendapatmu tentang CEO SpaceLab yang baru itu?" tanya Mischa lagi. Ia berusaha mengatur agar suaranya terdengar netral. Ia sangat tidak menyukai Ren, tetapi di depan Vega ia harus terlihat biasa.     

Vega mengangkat bahu. "Biasa saja. Orangnya baik dan ramah. Wawancaranya tadi cukup menyenangkan."     

"Itu saja?" tanya Mischa.     

Vega menatap pria itu lekat-lekat, berusaha mencari tahu apa yang membuat Mischa tampak begitu tertarik pada pertemuannya dengan Professor Renald Neumann. Apakah... Mischa kuatir Vega akan menyukai laki-laki itu?     

Ahh.. gadis itu menjadi tersipu-sipu. Apakah Mischa cemburu karena Vega bertemu laki-laki lain yang tampan dan genius seperti Professor Neumann?     

Akhirnya dengan senyum dikulum, Vega menjawab. "Itu saja."     

Mischa menghembuskan napas lega dan tersenyum lebar. Ia mengangguk-angguk. "Aku senang mendengarnya."     

Ia dapat melihat bahwa Altair juga merasakan hal yang sama. Sebagai keluarga Vega, mereka tidak dapat melupakan perbuatan Ren kepada Vega di masa lalu, walaupun Vega sendiri memilih memaafkan dan melupakannya.     

Namun, walaupun mereka sangat membenci Ren, mereka harus menghargai keputusan Vega setahun yang lalu. Gadis itu berkeras hendak memberikan kesempatan kedua kepada Ren.     

Mischa yang menyukai Vega, sangat berharap gadis itu tidak memiliki perasaaan tertarik kepada Ren saat mereka bertemu tadi.     

Setelah makan siangnya bersama Tatiana dan Vega selesai, pria itu tampak berjalan mondar-mandir dengan resah di auditorium expo, membuat heran semua bawahannya.     

Kini, setelah menghitung jam dan memastikan bahwa Vega sudah kembali, ia segera mendatangi mereka untuk menanyakan hasilnya. Dadanya yang tadi bergemuruh karena cemas, kini terasa lega luar biasa.     

"Apa kalian punya rencana besok?" tanya Mischa.     

Altair mengangguk. "Aku dan JM sudah merencanakan untuk berlayar di Monaco. Apakah kau mau ikut?"      

Mischa tersenyum lebar mendengarnya. Ia senang karena diajak untuk berlibur bersama kakak beradik itu.     

"Apakah kehadiranku tidak akan mengganggu?" tanya Mischa. Ia menatap ke arah Vega, seolah meminta persetujuannya.     

"Ahh.. bicara apa kau?" tanya Altair sambil tertawa. "Justru aku ingin kau ikut agar adikku ada yang menemani. Kasihan Vega kalau harus menjadi kambing congek melihat aku dan JM pacaran."     

Tanpa sadar Vega dan Mischa batuk-batuk bersamaan. Keduanya saling mengerling dengan wajah kemerahan.     

"Kalau begitu, aku akan dengan senang hati ikut kalian," kata Mischa. Ia mengangguk-angguk dengan raut wajah yang jelas terlihat sangat senang.     

"Bagus. Kita berangkat besok siang," kata Altair.     

"Hmm... kurasa aku perlu membeli pakaian renang dan semacamnya," kata Mischa. "Di koperku hanya ada pakaian kerja..."     

"Hmm... aku juga perlu berbelanja," kata Vega. "Aku akan menemanimu."     

"Benarkah?" Sepasang mata biru Mischa tampak bersinar-sinar gembira. Tadinya ia tidak berharap Vega akan menawarinya berbelanja bersama.     

Pria itu terbiasa meminta asistennya membelikan semua kebutuhannya dan rata-rata kalaupun ada yang ia butuhkan sendiri, ia akan membelinya secara online pada hari yang sama.     

Namun, karena Vega menawarkan kepadanya untuk menemaninya, Mischa sama sekali tidak menyinggung tentang belanja online.     

"Kalau begitu, kita bisa berbelanja sekarang dan nanti aku akan mentraktirmu makan malam sebagai tanda terima kasih," kata Mischa.     

"Hmm.. boleh juga." Vega mengangguk. Ia menaruh botol minumannya ke tangan Altair dan menarik tangan Mischa. "Ayo kita berangkat sekarang."     

Semua orang di sekitarnya tampak tertegun melihat sikap Vega. Gadis itu cuek saja memegang tangan Mischa dan menariknya untuk berjalan keluar gedung expo.     

Altair, Tatiana, dan Mischa tidak menduga Vega akan berlaku seperti itu. Untunglah Mischa segera tersadar dari kekagetannya dan segera berjalan mengikuti Vega.     

Tangannya dikaitkan ke tangan gadis itu dan keduanya berjalan berdampingan sambil tersenyum.     

"Astaga..." Tatiana menoleh kepada Altair. "Ini baru Vega yang kukenal dulu. Sepertinya ia kembali menjadi Vega yang agresif...."     

Altair mengangguk tanpa dapat berkata apa-apa. Jelas terlihat di wajahnya bahwa ia terharu. Ia senang melihat Vega bersikap demikian terbuka terhadap Mischa.     

Setelah bertemu dan menghabiskan waktu bersama selama beberapa hari terakhir, rupanya perasaan suka yang dulu pernah ada di hatinya untuk Mischa telah kembali.     

Sekarang, Vega bukan lagi anak remaja berusia 16 tahun. Ia adalah seorang wanita dewasa yang memiliki pemikiran matang. Mischa sudah dapat melihatnya sebagai wanita, bukan gadis kecil yang harus dilindungi sebagai balas budi kepada ayah angkatnya.     

Kini, Mischa tentu akan melindungi Vega dengan sekuat tenaga, tetapi bukan karena kewajiban, melainkan karena cinta.     

Kalau ia bertanya kepada dirinya sendiri, kapan perasaannya kepada Vega tumbuh sebagai rasa cinta... Mischa tidak tahu.     

Ia sudah menyukai Vega sejak ia masih menjadi asistennya, Fae Lynn-Muller. Menurut Mischa, Fee sangat cantik, baik, dan menyenangkan.     

Namun, saat itu Fee berstatus sebagai istri orang. Maka tentu saja ia tidak memupuk perasaan itu dan malah berusaha untuk membuangnya jauh-jauh. Ia bukan lelaki culas yang ingin merebut istri orang.     

Setelah terungkap bahwa Fee sebenarnya adalah Vega, perasaan suka tersebut langsung berubah menjadi besar dan berkali-kali lipat dalamnya.     

Selain ia menyukai Vega sebagai Fee, ia juga sudah mengetahui bahwa gadis itu bukan istri Ren. Pernikahan yang terjadi di antara Ren dan Vega tidak sah karena Ren menikahi Vega dengan menggunakan identitas lain.     

Semua itu ditambah dengan perasaan bersalah karena dulu ia lalai menjaga Vega sehingga menyebabkan gadis itu diculik.     

Rasanya, kini saat melihat Vega kembali, Mischa ingin menebus peristiwa waktu itu dengan menjaga Vega seumur hidup.     

Ia tidak akan membiarkan terjadi apa pun yang buruk kepada gadis itu. Sama seperti Ren yang mengatakan ingin menebus kesalahannya dengan mengabdikan hidupnya untuk membahagiakan Vega, Mischa pun seperti itu.     

Saat ini, ia hanya ingin menjaga Vega dan membahagiakannya. Namun, ia tentu tak dapat melakukannya kalau Vega memilih kembali kepada Ren.     

Karena itulah ia merasa sangat lega dan bahagia, karena Vega tidak kembali kepada Ren.     

Kini, jalan sudah terbuka, Mischa sudah mendapatkan restu dari keluarga Linden, dan ternyata Vega sendiri pun ternyata menyambut pendekatannya dengan baik.     

Hari ini, Mischa merasa benar-benar bahagia.     

"Kau mau belanja kemana?" tanya pria itu dengan senyum terkembang. Ia membukakan pintu mobilnya dan menunggu sampai Vega masuk ke dalam dan memasang sabuk pengaman, baru ia menutup pintunya dan masuk ke kursi pengemudi.     

Vega menyebut sebuah butik ternama dan Mischa segera melajukan mobilnya ke sana. Tidak lama kemudian, mereka sudah berjalan bergandengan tangan memasuki sebuah butik eksklusif.     

Dua orang staf butik segera menyambut mereka dengan ramah dan mempersilakan keduanya untuk memilih-milih pakaian.     

"Apa saja yang kita butuhkan?" tanya Vega sambil menoleh ke arah Mischa. "Oh.. apakah kau masih mengenakan pakaian serba hitam?"     

Ia melihat ke sekitar mereka dan menemukan deretan pakaian santai berwarna-warna cerah. Mischa juga melihat hal yang sama. Pria itu menggeleng.     

"Tidak. Sudah saatnya berganti suasana," katanya sambil tersenyum lebar. "Aku suka warna pink dan biru."     

Sepasang mata Vega membulat mendengar kata-kata pria itu. "Pink? Ohh..."     

"Kau mungkin tidak tahu ini, tetapi dulu aku adalah laki-laki flamboyan. Aku senang mengenakan pakaian berwarna cerah... dan berbagai aksesories lainnya," Mischa tertawa. Ia menunjukkan daun telinga kanannya. "Juga anting. Masih ada bekasnya di sini."     

Vega menekap bibirnya dan menatap pria itu lekat-lekat. "Benarkah? Wahhh... seru sekali! Lalu kenapa kau sampai berubah drastis dan memakai pakaian serba hitam selama belasan tahun? Seperti orang berkabung saja..."     

"Dua puluh tiga tahun," kata Mischa.     

"Ahh.. lama sekali? Hampir selama hidupku..." komentar Vega.      

Mischa mengangkat bahu. "Aku mulai mengenakan pakaian serba hitam karena aku berkabung. 23 tahun yang lalu ayahmu dikabarkan meninggal dan kematiannya membuatku merasa sangat terpukul sehingga aku merasa satu-satunya warna yang dapat mewakili perasaanku adalah warna kematian."     

Vega menatap Mischa lekat-lekat, mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir pria itu. Ah.. ia benar-benar tidak tahu bahwa Mischa memilih mengenakan pakaian serba hitam karena berduka akibat kematian Alaric, ayah Vega.     

"Aku tidak tahu itu..." gumam gadis itu.     

Mischa tersenyum tipis. Ia ingat 1,5 tahun yang lalu ia sebenarnya pernah menceritakan hal yang persis sama kepada Vega, saat ia masih menjadi asisten pribadinya. Ahh... tentu saja Vega tidak ingat.     

Karena itu Mischa lalu mengulang ceritanya. "Setelah bertahun-tahun mengenakan pakaian serba hitam, aku menjadi terbiasa, hingga kini."     

Mischa juga berduka atas hilangnya Vega dan rasa bersalah yang menghimpitnya begitu dalam. Itulah sebabnya ia masih tetap mengenakan pakaian serba hitam.     

Namun kini... entah kenapa saat mereka ada di butik ini dengan dikelilingi pakaian berwarna serba cerah, ia merasa dunianya kembali berwarna. Vega membawa kembali warna ke dalam dunia Mischa Rhionen.     

Dengan senyum simpul, pria itu mengambil sebuah kemeja lengan pendek berwarna pink dan menaruhnya di depan dadanya. "Bagaimana menurutmu?"     

Vega mengangguk gembira. "Bagus sekali!"     

Ia lalu mengambil celana pendek berwarna sama dan menaruhnya di pinggangnya. "Aku akan membeli celana pendek yang senada. Biar kita punya pakaian yang sama."     

"Ahaha.. bagus sekali. Baiklah, aku masih perlu celana pendek, celana renang, dan sandal," kata Mischa.     

"Aku juga. Aku akan membeli beberapa gaun tipis, bikini, dan sandal pantai," kata Vega. Mereka lalu melanjutkan belanja barang-barang yang mereka butuhkan untuk berlayar keesokan harinya.     

Dua jam kemudian, keduanya pulang ke Hotel Nobel dengan membawa beberapa kantung belanjaan yang penuh dengan pakaian liburan berwarna cerah.     

"Kalian belanja banyak sekali," kata Altair sambil tertawa. "Kita cuma berlayar tiga hari. Tapi kalian membawa pakaian untuk sebulan rupanya..."     

"Kau berlebihan," kata Vega sambil menjulurkan lidahnya. "Hanya untuk seminggu."     

"Oh.. tapi sesudah tiga hari kita akan pulang ke New York," kata Altair. "Apakah kau mau memperpanjang waktu liburanmu? Aku sih harus pulang untuk bekerja."     

Ia menoleh ke arah Mischa. "Apakah kau mau menemani adikku melanjutkan liburannya? Aku benar-benar harus kembali ke kantor. Akan ada rapat direksi minggu depan. Kurasa ayah akan mengizinkan Vega ikut denganmu kalau kau mau mengajaknya jalan-jalan sendiri."     

"Rencananya memang begitu," kata Mischa. Ia menoleh ke arah Vega dan bertanya sambil tersenyum lebar. "Kau bilang mau keliling dunia. Apakah kau mau melanjutkan liburanmu bersamaku setelah Altair pulang ke New York?"     

Vega tampak senang sekali, tetapi pipinya tetap terlihat bersemu merah saat ia mengangguk. "Aku mau sekali! Tapi.. bukankah kau juga harus bekerja?"     

Mischa menggeleng. "Tidak. Aku akan menyerahkan semuanya kepada Altair. Toh sebentar lagi ia yang akan mengambil alih RMI. Aku sudah tujuh tahun tidak ambil liburan. Kurasa perusahaan akan baik-baik saja tanpaku."     

"Ahh.. kalau begitu, aku akan senang sekali," kata Vega. "Aku akan bilang kepada ayah."     

Altair dan Mischa hanya menatap punggung Vega yang berjalan menjauh dan masuk ke kamarnya. Keduanya lalu bertukar pandang dan saling tersenyum. Tidak lama kemudian mereka mendengar suara riang Vega bicara kepada Alaric di telepon.     

"Halo, Ayah... "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.