The Alchemists: Cinta Abadi

Liburan Akhir Tahun Keluarga



Liburan Akhir Tahun Keluarga

0Tahun baru akhirnya datang dan keluarga besar Schneider merayakannya dengan berkumpul bersama dalam formasi lengkap untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun. London memenuhi janjinya kepada Jan untuk memberinya liburan panjang dengan dibiayai penuh oleh perusahaan.     

Asistennya itu memilih menghabiskannya di Bali dan Boracay. Ia benar-benar memanfaatkan setiap detiknya untuk bersantai dan membatasi kontaknya dengan dunia luar. London hanya dapat menghubunginya satu kali sehari, karena Jan sama sekali tidak menyalakan handphonenya.     

Untunglah tidak ada hal penting yang membuat London harus merepotkan asistennya itu sehingga Jan bisa berlibur dengan tenang. Pada minggu terakhir ia malah berencana membawa ibunya untuk bertualang.     

Karena musim dingin di Eropa tahun itu cukup dingin, Caspar mengajak seisi keluarganya untuk berkumpul di pulau F selama liburan tahun baru untuk menikmati sinar matahari tropis. Ia telah memperluas propertinya yang ada di pulau itu sehingga dapat menampung begitu banyak orang. Tempat itu kini lebih mirip sebuah resort pulau pribadi yang dapat menampung banyak orang dengan fasilitas yang serba lengkap.     

"Aku tidak tahu keluargamu memiliki pulau pribadi," kata L saat mereka mendarat di Bandara Changi, Singapura. Keluarganya adalah rombongan terakhir yang tiba di Asia. Caspar dan Finland beserta Rune dan Aldebar telah tiba duluan di Pulau F. Terry dan Nicolae datang menyusul sehari kemudian.     

Aleksis dan keluarganya terbang dari Yorkshire dan mampir dulu di mansion mereka di Singapura bersama keempat anak mereka. Mereka menunggu kehadiran Lauriel untuk membawa Altair dan Vega. Karena walaupun mereka tidak merasa repot oleh keempat anaknya, Lauriel memaksa membawa kedua cucu sulungnya bersamanya.     

"Uhm.. keluargaku punya beberapa pulau sebenarnya," jawab London sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Nanti kapan-kapan kau akan kuajak ke pulau kami yang lain. Pulau F itu kebetulan pulau favorit ibuku."     

"Oh..." L hanya terkesima mendengar penjelasan London. Ia tahu keluarga suaminya SANGAT KAYA, tetapi ia masih belum dapat meraba dengan persis, sebesar apa sebenanya kekayaan mereka dan apa saja aset yang mereka miliki.     

Mereka memutuskan menginap di penthouse di Hotel Continental semalam agar L dapat setidaknya melihat Singapura sebentar sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau F dengan helikopter pribadi. Gadis itu belum pernah ke Asia sebelumnya dan ia sangat kagum melihat betapa berbedanya dunia yang ada di luar Eropa.     

Mereka baru berangkat ke Pulau F keesokan sorenya dari atap Hotel Continental. L yang belum pernah menaiki helikopter pribadi sangat dibuat terkesan. Lily benar-benar tidak menyusahkan. Ia tidur di sepanjang perjalanan sehingga mereka tidak perlu menguatirkannya. Walaupun helikopter yang mereka gunakan sudah tidak seribut helikopter biasanya, tetap saja untuk bayi biasa suaranya akan cukup mengganggu.     

Di sepanjang perjalanan L berkali-kali berdecak kagum melihat keindahan pemandangan di bawahnya. Mereka melewati negeri Singapura yang dipenuhi gedung-gedung futuristik dan membuatnya merasa sedang melihat sebuah kota dari film sci-fi tentang masa depan. Lalu laut dan berbagai pulau kecil dan kapal yang sedang berlayar di Selat Malaka.     

Setengah jam kemudian helikopter itu pun mendarat di landasan helikopter di Pulau F, di belakang villa besar satu-satunya yang ada di pulau itu. Caspar sudah berdiri di pinggir helipad menyambut mereka ketika mereka tiba.     

"Wahhh... akhirnya kalian tiba juga. Mana Lily? Papa mau menggendongnya..." cetus Caspar dengan penuh semangat.     

London mengambil car-seat Lily dari helikopter dan menyerahkannya kepada ayahnya. "Lily masih tidur. Sebentar lagi kalau dia bangun dia bisa diajak main. Siapa saja yang sudah datang?"     

Caspar menerima cucunya yang paling kecil dengan wajah gembira. Ia akan membawa Lily bersamanya dan memastikan dirinya menjadi orang pertama yang dilihat bayi itu setelah bangun tidur.      

"Semua sudah datang, kecuali Lauriel dan Aleksis sekeluarga. Mereka akan tiba sebentar lagi," jawab Caspar. "Kalian sehat?"     

"Kami semua sehat," jawab London. Ia menggandeng istrinya dan memberi tanda agar Marc membawakan tas mereka ke villa.     

Mereka semua berjalan dengan gembira ke arah lingkungan bangunan mewah yang tampak begitu indah dengan berbagai pohon dan tanaman tropis penuh bunga itu. Finland segera datang menyambut mereka diikuti oleh anak-anaknya.     

Terry yang belum pernah bertemu L secara langsung mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.     

"Hallo, kau pasti Marianne. Aku Terry, kakak sulung London," kata pemuda tampan itu.     

L melepaskan diri dari  gandengan suaminya dan menyambut uluran tangan Terry. "Selamat sore, Kak Terry.. Senang bertemu denganmu."     

Gadis itu sama sekali tidak mengoreksi Terry yang memanggilnya dengan nama aslinya. Bagaimanapun ia ingin kuliah beberapa bulan lagi dan harus mulai membiasakan diri dengan nama aslinya juga, selain menjadi sosok L sang penyanyi.     

Terry kemudian memeluk L dan menepuk-nepuk pundaknya. "Selamat datang di keluarga kami."     

L ternyata sangat menyukai Terry karena pemuda itu selain sangat ramah kepadanya, juga membuatnya merasa tidak kesepian di antara keluarga Schneider yang mayoritas terlihat Eropa. L memiliki darah Jepang dan ia terlihat tidak cocok berkumpul dengan mereka yang rata-rata memiliki tubuh tinggi dan bermata terang.     

Dulu, hanya ada Finland yang terlihat separuh Asia di keluarga itu namun L tidak dapat menjalin hubungan yang erat dengan ibu mertuanya itu karena ia merasa sungkan. Namun kini dengan adanya Terry yang bisa dibilang masih satu generasi dengannya, dan memiliki penampilan separuh Asia seperti dirinya, L dapat merasa lebih akrab.     

"Haii, Marianne... aku Nicolae, sahabat Terry," Nicolae yang berdiri di belakang Terry juga segera mengulurkan tangannya ketika Terry melepaskan pelukannya dari L. "Kita pernah bertemu lewat Virconnect."     

"Ah, ya.. aku ingat. Kau sekarang menjadi dosen di New York," kata L. Ia menyambut uluran tangan Nicolae dan memeluknya sama seperti Terry. "Aku tidak sabar ingin menjadi mahasiswa..."     

"Ah... bagus sekali. Kau sudah tahu mau mengambil jurusan apa?" tanya pemuda itu sambil membalas pelukan L.     

"Aku belum tahu, masih kupikirkan..." kata L.     

London telah memberi tahu seisi keluarganya tentang keputusannya untuk membiarkan L kuliah. Ia tahu L sering merasa sedih dan rendah diri saat berada di antara orang-orang berpendidikan. Terutama saat dulu ia mengira London dekat dengan Caroline yang merupakan seorang dokter dan sedang mengambil spesialisasi kedokteran anak.     

Itu sebabnya ia ingin keluarganya mendukung L untuk memperoleh pendidikan dan mereka semua mengerti serta bersikap supportive. Apa pun yang ingin dilakukan L, mereka akan mendukungnya, selama gadis itu merasa bahagia.     

"Hallo, L..." Rune menyeruak dari balik pintu setelah Nicolae selesai menyalami L. Ia muncul bersama laki-laki tampan yang tampak sangat mirip dengannya. Bedanya Aldebar memilki rambut yang lebih panjang darinya. "Bagaimana kabarmu? Kau belum pernah bertemu pamanku..."     

L mengangguk hormat kepada Aldebar. "Selamat sore, Paman. Aku sudah sangat banyak mendengar tentang Paman dari suamiku..."     

Aldebar tertawa kecil sambil mengangguk-angguk. "Semoga hanya yang baik-baik saja ya..."     

"Uhm.. intinya, London bilang aku tidak boleh menerima makanan dan minuman apa pun darimu..." L mengerling ke arah suaminy. "Dia takut aku masuk perangkap dan menjadi kelinci percobaanmu..."     

Aldebar tertawa berderai-derai mendengar kejujuran L. "Haha.. itu benar."     

L dan London saling pandang dan kemudian keduanya tersenyum. Gadis itu berkata kepadanya tanpa suara, "Pamanmu agak aneh, ya..."     

"Sekarang dia juga pamanmu..." balas London juga tanpa suara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.