The Alchemists: Cinta Abadi

Suamiku...



Suamiku...

0Nicolae hanya tersenyum mendengar kata-kata Marie saat sedang mabuk. Semakin lama gadis itu meracau ucapannya terdengar semakin lucu. Setelah Mary menghabiskan gelas minumannya yang kelima, Nicolae merasa bahwa sudah waktunya mereka untuk pulang.     

"Sudah cukup, ya.." kata pemuda itu kepada Marie yang hendak mengangkat tangannya dan memanggil pelayan untuk memesan minuman lagi.     

Marie hanya mengerjapkan-kerjapkan matanya dan menatap Nicolae dengan ekspresi lucu.     

"Hei, kau siapa? Astaga... kau tampan sekali!" kata gadis itu tanpa malu-malu. Kedua tangannya membingkai wajah Nicolae dan ia menatap pria itu dengan pandangan kagum. "Aku suka matamu yang teduh... aku juga suka rambutmu yang panjang. Aku suka bibirmu yang tersenyum..."     

Nicolae hanya terpaku mendengar kata-kata Marie yang diucapkannya dengan jujur tanpa memikirkan reaksi orang di sekelilingnya. Pemuda itu pelan-pelan menurunkan tangan Marie dari  wajahnya.     

"Terima kasih. Sekarang kita pulang ya.." Ia mengulangi kata-katanya dan menepuk bahu Marie beberapa kali. "Kau sudah terlalu banyak minum."     

Marie masih tidak bergeming. Ia menyipitkan mata dan menatap Nicolae dengan penuh selidik. "Memangnya siapa kau bisa menyuruh-nyuruh aku?"     

Nicolae menghela napas dan menggeleng-geleng. Ia sudah tahu bahwa Marie sekarang memang benar-benar sudah mabuk dan ini adalah pertanda bahwa mereka harus pulang. Ia mengangkat tangannya memberi tahu pelayan bahwa mereka sudah selesai minum.      

Dengan sigap pelayan segera datang membawakan bon minuman mereka. Nicolae membayar dengan uang tunai dan melebihkan beberapa ratus dolar sebagai tip. Ia hanya mengangguk saat pelayan Itu mengucapkan terima kasih dan membungkuk berkali-kali karena diberikan tip yang demikian besar.     

"Kau bisa berjalan?" tanya Nicolae kepada Marie.     

"Aku belum mau pulang...." rengek gadis itu.     

"Sudah waktunya pulang. Ini sudah sangat malam dan kau juga sudah minum terlalu banyak," kata Nicolae. Marie berkeras duduk di tempatnya tidak mau bangun.     

"Aku tidak mau pulang..."     

"Kau harus pulang," Nicolae yang memiliki kesabaran sedalam lautan masih berusaha membujuk Marie.     

"Kenapa aku harus mendengarkanmu?" Marie membuang muka dengan sewot. "Memangnya kau siapa, bisa menyuruhku ikut denganmu...?!"     

Akhirnya Nicolae bersimpuh dan menyentuh kedua lutut Marie. Suaranya terdengar sangat serius ketika ia berkata, "Aku suamimu. Kau harus mau ikut denganku. Apakah kau mau menjadi  istri durhaka yang tidak mendengarkan kata-kata suamimu?"     

Sepasang mata Marie yang sipit membulat sangat besar. Ekspresi kekagetan memenuhi wajah gadis itu diiringi seruan tertahan dari bibirnya, "Kapan aku menikah denganmu??"     

Nada suara gadis itu benar-benar kebingungan.     

"Kita menikah kemarin pagi. Kau sudah lupa ya?" tanya Nicolae sambil menepuk-nepuk lutut Marie pelan. "Kau keterlaluan sekali, melupakan pernikahan kita begitu saja..."     

Ekspresi wajah Marie tampak semakin bingung.     

"Tidak mungkin. Aku kan masih muda. Mana mungkin aku mau menikah, umurku masih 22 tahun." Marie masih berusaha membantah.     

Nicolae tersenyum lebar dan mengacak rambut gadis itu lalu menggeleng-geleng.      

"Kau tidak percaya kepadaku?" tanya pemuda itu. "Coba lihat jari tangan kananmu."      

Dengan ragu-ragu Marie memandang ke arah tangan kanannya lalu tangan kirinya segera menekap bibirnya sambil menahan seruan kaget.     

"Astaga cincin apa ini?" tanya gadis itu keheranan.      

"Itu cincin kawin," kata Nicolae sambil tertawa kecil. "Sekarang kau percaya? Kau sekarang sedang mabuk makanya kau tidak ingat, tetapi besok pagi kau pasti akan ingat kembali."     

"Kita menikah kemarin?" Marie buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku dan meneliti galeri foto. "Kalau kita sudah menikah.. kenapa tidak ada fotonya?"     

Di dalam galeri ponselnya memang sama sekali tidak ada foto pernikahan. Gadis itu menggeleng-geleng dan menatap Nicolae dengan keheranan.     

Nicolae tidak mau menjelaskan. Ia memang sengaja meminta supaya tidak ada foto saat ia dan Marie menikah karena ia tidak ingin ada orang yang menyimpan jejaknya. Sebagai seorang Alchemist yang terbiasa berganti-ganti identitas setiap beberapa dekade, ia tidak pernah membiarkan orang biasa menyimpan foto yang akan meninggalkan jejak baginya.     

Sama seperti Caspar dan Alaric yang selalu menghapus foto mereka dari internet, Nicolae juga sudah biasa menolak difoto dan menjaga agar wajahnya tidak muncul di luar sana.     

Sebelum pernikahan, ia telah meminta kepada Marie agar mereka tidak difoto dengan alasan bahwa pernikahan mereka hanya pernikahan pura-pura. Itulah sebabnya kini Marie tidak bisa menemukan foto apa pun di galeri ponselnya.     

"Aku tidak perca...." Marie hendak protes kembali, tetapi kemudian ia menguap dan tubuhnya limbung menimpa Nicolae yang masih duduk bersimpuh memegang lututnya. Rupanya gadis itu mengantuk.     

Akhirnya Nicolae memutuskan untuk menggendong Marie keluar dari Sky Bar. Ia membopong Marie yang terkantuk-kantuk dan secara alami gadis itu mengalungkan lengannya di leher pemuda itu.     

"Hmm... kita pulang sekarang..." kata Nicolae tegas.     

Nicolae membawa Marie keluar dari Sky Bar menuju ke tempat parkir. Setelah memastikan Marie duduk dengan baik di dalam mobilnya, ia lalu menyetir kembali ke apartemen mereka di Robertson Road.     

Setelah tiba di gedung apartemen, Nicolae menggendong Marie masuk ke lift menuju apartemennya di lantai 10.     

Ding!     

Saat bunyi lift terdengar, Marie  yang tadi hampir tertidur di gendongan Nicolae membuka matanya dan menyusupkan kepalanya ke dada pemuda itu sambil memeluk lehernya lebih erat.     

"Baumu enak sekali..." komentar gadis itu sambil mencium-cium kemeja Nicolae.     

"Kau sudah bangun?" tanya Nicolae sambil tersenyum. Pintu lift telah terbuka dan ia membawa Marie keluar menuju unitnya. Marie hanya mengangguk sambil balas tersenyum. Wajahnya kini sudah berubah menjadi lebih cerah.     

Setelah pintu dibuka, Nicolae masuk dan mendudukkan Marie di sofa ruang tamu. Ketika ia hendak beranjak meninggalkan gadis itu, Marie justru menarik tangannya.     

"Aku lupa... Kau sudah pernah ke sini ya? Apakah aku sudah memperkenalkan anggota keluargaku?" tanya gadis itu sambil tersenyum lebar. Ia bangun dari sofa dan menarik tangan Nicolae untuk berkeliling unit apartemennya. Dengan penuh semangat ia memperkenalkan Nicolae kepada pada 'anggota keluarganya'. "ini dia Lilith, mesin cuciku yang kuceritakan tadi. Nah... ini kursi favoritku, namanya Edgar. Robot pembersih lantaiku yang setia, namanya Thomas. Ini dia komputer kesayanganku yang namanya Petra... Oh ya... Apakah aku sudah memperkenalkan tanaman di pinggir jendela? Kalau yang itu namanya Emma."     

Nicolae hanya bisa tertegun melihat tingkah Marie dan membiarkan dirinya ditarik kesana-kemari oleh gadis itu. Gadis ini kalau sedang mabuk lucu sekali, pikir Nicolae.     

"Thomas...! Ke sini, kau. Perkenalkan ini suamiku," Marie menarik tangan Nicolae dan memperkenalkannya kepada robot pembersih lantainya. "Suamiku. Lihat, dia tampan sekali kan? Aku sangat beruntung..."     

Nicolae tak bisa menahan senyum lagi. Ia hanya mengangguk-angguk melihat tingkah Marie yang saat sedang mabuk ternyata konyol sekali.     

"Baiklah.. sekarang aku sudah bertemu semua anggota keluargamu... sudah waktunya aku pulang," kata Nicolae kemudian.     

Marie mengerutkan keningnya keheranan. "Pulang? Bukankah ini rumahmu? Kau mau pulang ke mana kalau  tidak bersamaku?"     

"Eh..." Nicolae menjadi salah tingkah.     

Marie menarik pria itu mendekat dan kemudian memeluk Nicolae erat sekali. Suaranya terdengar bergetar saat ia berbisik. "Kumohon jangan tinggalkan aku.. aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini..."     

Nicolae hanya berdiri terpaku di tempatnya. Dengan Marie dalam dekapannya, Nicolae kembali merasakan aroma tubuh gadis itu yang membuat pikirannya sempat melayang kembali pada Aleksis. Keduanya memiliki aroma tubuh yang mirip, pikirnya.     

"Marie... kita hanya..."     

Gadis itu tidak mau mendengarkan kata-kata Nicolae, ia mengangkat wajahnya dan menatap Nicolae tepat di kedua mata birunya yang dalam. Saat melihat sepasang mata cokelat yang kesepian itu, Nicolae menjadi terkesima.     

Sepasang mata Marie tampak sedih sekali, membuat hati pemuda itu menjadi tidak tega. Bibir merah gadis itu yang setengah terbuka membuat jantung Nicolae perlahan-lahan berdetak semakin kencang.     

Bagaimanapun ia adalah seorang lelaki normal yang tengah dipeluk oleh seorang gadis yang sangat cantik. Gadis ini sedang rapuh dan memohon perlindungan, sehingga membuat jiwa ksatrianya bangkit.     

Ia tidak sampai hati untuk pergi. Dadanya tiba-tiba dipenuhi rasa sesak yang menular ke seluruh tubuhnya.     

"Suamiku..." bisik Marie saat ia memejamkan mata dan mencium bibir Nicolae dengan sepenuh hati. Suara gadis itu terdengar demikian seksi di telinga Nicolae yang tanpa sadar menyambut bibir merah yang sedari tadi telah menggoda imannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.