The Alchemists: Cinta Abadi

Kesedihan Aleksis



Kesedihan Aleksis

0Nicolae hanya terduduk lemas di samping tempat tidur, menunggu Aleksis siuman. Ia tak mau memberitahukan bahwa Aleksis hamil kepada ayahnya maupun keluarga gadis itu tanpa persetujuan Aleksis. Dalam hati ia merasa sedih karena kini ia sudah mengetahui sejauh apa hubungan Aleksis dengan Alaric Rhionen.     

Aleksis pasti menginginkan anak-anaknya, pikirnya. Seorang alchemist hanya akan memiliki anak jika mereka siap dan menginginkannya. Aleksis pasti sangat mencintai pria itu hingga kini mengandung anak darinya.     

Berdasarkan kalimat terakhir Marion yang diucapkannya sebelum ia menutup diri, Alaric Rhionen telah mati. Nicolae merasa sangat kasihan kepada Aleksis.     

Tentu gadis itu akan hancur hati saat mengetahui laki-laki yang dicintainya telah meninggal. Ia tentu akan membenci ayahnya dan Lauriel karena menyebabkan kematian Alaric.     

***     

Jean tergesa-gesa menyambut Marion yang ada dalam gendongan Lauriel. Begitu tiba ia memaksa mengambil Marion dari tangan Lauriel dan menggendongnya.     

"Biar aku urus dari sini," katanya cepat.     

Marion hanya membuka matanya sedikit dan kembali memejamkannya. Ia tak peduli siapa yang membawanya, ia hanya ingin pulang ke rumahnya sendiri dan tidak mau bertemu siapa pun. Tubuhnya masih gemetar membayangkan peristiwa di puncak tebing di Targu Mures tadi malam. Mereka membunuh Alaric dan Marion yang membuang tubuhnya.     

Ia merasa seperti seorang pembunuh yang dikejar-kejar rasa bersalah. Ia tak sanggup menghadapi Lauriel, ia takut akan tidak sengaja menceritakan yang sebenarnya dan membuat pria itu mengetahui bahwa ia baru saja mengakibatkan kematian anak kandungnya sendiri.     

Marion tak sanggup memikirkan hal itu. Lebih baik ia menyepi dan tidak usah bertemu siapa pun selama hidupnya, asalkan ia tidak perlu bicara dengan Lauriel.     

Sementara Lauriel segera ke Grindelwald untuk menjenguk Aleksis yang sudah bangun, Jean membawa Marion ke rumahnya di Basel. Di sepanjang perjalanan Marion sama sekali tidak bergerak dan terus memejamkan mata, membuat Jean kuatir setengah mati.     

Seperti Lauriel, ia juga menduga Marion mengalami pelecehan saat dibawa Rhionen Assassins, sehingga menjadi sedemikian trauma.     

Jean hanya bisa mengelus-elus rambut Marion yang tidur di pangkuannya di sepanjang perjalanan. Supir yang mengantar mereka tampak mengenali wajah Jean tetapi dengan penuh hormat ia membiarkan mereka mendapat privasi.     

"Nona Marion kenapa?" tanya Alicia yang menyambut mereka di depan pintu. Jean tidak menjawab. Ia menggendong Marion masuk ke kamarnya dan membaringkan gadis itu di tempat tidur.     

Kelima anjingnya segera menyerbu dan menggoyang-goyangkan ekor mereka berusaha menarik perhatian gadis itu, tetapi Marion hanya meringkuk di tempat tidur dan menutupkan selimutnya hingga ke wajahnya.     

Jean menjadi sangat bingung melihatnya. Ia mencari dokter terdekat untuk memeriksa keadaan Marion, tetapi setelah beberapa kali kunjungan dokter tidak satu pun yang mengetahui apa penyebab kondisi Marion menjadi demikian buruk.     

***     

Nicolae tersentak bangun ketika ia merasakan pergerakan di tempat tidur. Aleksis sudah siuman dan suara tangisnya segera pecah mengisi kesunyian di kamar itu.     

"Ssshh... ada aku di sini..." Nicolae buru-buru menghampiri Aleksis yang menangis tersedu-sedu. Ia memegang tangan gadis itu berusaha menenangkannya.     

"Apa yang terjadi? Kenapa... kenapa kau meminta maaf? Apa yang terjadi dengan Alaric?" tanya Aleksis sambil sesenggukan.     

"Uhm... " Nicolae sungguh tak tahu harus mulai dari mana. Akhirnya ia duduk di pembaringan Aleksis dan pelan-pelan mulai menceritakan apa yang didengarnya telah terjadi, dari sejak Alaric mencari Aleksis hingga saat Marion ditemukan trauma dan mengatakan Alaric Rhionen telah mati.     

Setiap kata yang terucap dari bibirnya membuat hati Aleksis seperti ditusuk sembilu. Ia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi bila keluarganya berhadapan dengan Alaric dan Rhionen Assasins. Mereka berada di sisi yang berlawanan dan inilah hal yang dari awal ingin dihindarkan oleh Aleksis.     

Keadaannya yang koma selama dua bulan ini membuat tidak ada jembatan bagi keduanya untuk tidak saling menyerang... dan kini Alaric yang menjadi korban. Alaric akhirnya meninggal di tangan The Wolf Pack.     

Aleksis berusaha sekuat tenaga untuk bangkit dari tempat tidur dan dengan air mata berderai ia memaksa keluar dari kamarnya. Kakinya masih lemah dan beberapa kali gadis itu terjatuh, tetapi dengan keras hati ia tetap memaksa berjalan.     

Nicolae sungguh tidak tega melihatnya. "Aleksis, kau mau kemana?"     

"Aku mau ke Targu Mures. Jangan halangi aku!" cetus Aleksis.     

"Ssh... kau masih belum kuat... Jangan memaksakan diri. Nanti kalau kau sudah sembuh, aku akan mengantarmu ke sana." bujuk Nicolae.     

"Aku tidak mau sembuh!" bentak Aleksis. "Aku mau ke sana untuk mati! Aku tidak mau hidup lagi kalau tidak ada Alaric."     

Nicolae terkesima. Ia merasa terpukul melihat betapa gadis yang ia sukai ternyata sangat mencintai pria lain. Pria itu sekarang sudah mati dan Aleksis dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak mau hidup lagi...     

Sungguh, hati Nicolae merasa sangat sakit mendengarnya.     

"Aleksis... kau tidak boleh mati..." Nicolae akhirnya berlutut di samping Aleksis dan bicara kepadanya dengan suara sangat lembut, dan entah kenapa saat itu Aleksis seperti mendengar suara Alaric bicara kepadanya, membuat gadis itu tertegun, "Aleksis... kau harus tahu satu hal..."     

"Ada apa? Kenapa kau berahasia-rahasia kepadaku?" tanya Aleksis dengan suara tajam. "Apa yang terjadi?"     

Nicolae menelan ludah, "Aku belum memberi tahu siapa pun tentang ini.. Kau sedang hamil. Saat ini di dalam rahimmu ada dua orang anak... Kalau kau mati.. maka kedua anak kalian tidak akan pernah memperoleh kesempatan untuk hidup."     

Aleksis tanpa sadar menekap bibirnya karena kaget. Ia sama sekali tidak menyangka... saat ini ia tengah mengandung anak, buah cintanya dengan pria yang sangat ia cintai.     

Pelan-pelan ia memandang perutnya yang masih rata dan matanya kembali banjir oleh air mata yang tadi sudah hampir mengering. Aleksis meraung pedih sambil memeluk Nicolae dan menangis sejadi-jadinya.     

Ia sangat ingin mati, karena ia tak dapat membayangkan hidup tanpa Alaric... tetapi ia tahu kini ia harus tetap hidup demi anak-anak mereka.     

Lauriel yang tiba dengan Petra dan Esso sangat keheranan melihat Aleksis yang sedang menangis tersedu-sedu di dada Nicolae. Dengan matanya Lauriel mencoba menanyakan kepada Nicolae apa yang terjadi, tetapi anaknya itu memberi tanda agar Lauriel menyingkir dulu.     

Pria bermata biru hijau itu tidak mengerti kenapa Nicolae menyuruhnya pergi. Ia duduk bersimpuh di samping Aleksis dan berusaha merangkulnya, tetapi begitu mata Aleksis melihat kehadiran Lauriel, gadis itu menjerit dan menolakkan tubuh ayah angkatnya.     

"Paman Rory! Kau membunuh suamiku... Aku sangat membencimu!! Tinggalkan aku sendiri!!!"     

Lauriel terpana mendengar kata-kata Aleksis dan untuk sesaat tubuhnya terhuyung karena shock.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.