The Alchemists: Cinta Abadi

Membuat Rencana



Membuat Rencana

0Untuk sesaat Finland hampir lupa bahwa mereka masih menghadapi masalah, melihat suasana bahagia di sekelilingnya. Ia tak henti-hentinya bersyukur bisa melihat orang-orang yang disayanginya ada di dekatnya.     

"Setelah ini kita harus membuat rencana," kata Caspar setelah mereka selesai makan. "Aku ingin mendengar apa yang ada dalam pikiranmu..."     

Lauriel mengangguk, diikuti Jean. Mereka lalu bangkit satu persatu dan mengikuti Caspar ke perpustakaan. Finland yang tidak ingin Aleksis mendengar pembicaraan mereka segera membawa anaknya ke luar dan duduk di taman balkon penthouse yang luas sambil membawa buku. Mereka berjemur di luar menikmati kehangatan matahari yang sangat dirindukannya sejak tinggal di San Francisco.     

Di dalam perpustakaan, ketiga pria itu duduk sambil membicarakan situasi yang sedang mereka hadapi. Wajah mereka tegang dan penuh konsentrasi. Tadi di depan Finland mereka berhasil menahan diri dan tidak menunjukkan ekspresi tegang atau kuatir karena tidak ingin membuat Finland dan Aleksis takut, kini setelah hanya ada mereka bertiga, baik Caspar maupun Lauriel tidak lagi menutupi perasaannya. Wajah keduanya tampak diliputi kemarahan.     

"Apa yang dapat kubantu?" tanya Jean lirih. Ia tahu dirinya paling tidak memiliki sumberdaya kalau dibandingkan Lauriel dan Caspar, tetapi ia sangat ingin membantu mereka menolong Finland dan Aleksis.     

"Hmm.. kau bisa datang ke pesta Ned dan Portia, tetapi sementara ini tidak ada yang dapat kau lakukan," kata Caspar. "Sebaiknya kau segera kembali ke Normandy dan lanjutkan bekerja seolah tidak ada apa-apa."     

"Tapi Terry baru selesai dioperasi, aku belum tahu hasilnya..." kata Jean. "Aku tidak bisa pergi begitu saja."     

"Aku sudah memeriksanya tadi subuh sebelum sarapan," kata Caspar. "Dia akan baik-baik saja. Kau lupa kalau aku dokter?"     

"Oh..." Jean tertegun. Ia memang hampir lupa kalau salah satu dari banyak profesi yang dimiliki Caspar dalam hidupnya yang panjang adalah seorang dokter bedah yang sangat ahli.     

Caspar yang tidak bisa tidur, keluar pagi sekali dan melakukan berbagai hal yang bisa dilakukannya sambil menunggu semua orang bangun dan memulai hari mereka. Ia memikirkan anak yang terkena leukemia tersebut dan ingin memastikan pendonoran sumsum tulang belakang yang dilakukan Finland tidak menjadi sia-sia. Ia lega saat mengetahui Terry akan baik-baik saja. Ia tak mau Finland harus menjalani operasi itu untuk kedua kalinya.     

"Kau bisa menjenguknya nanti sore bersama Finland ke rumah sakit, sekaligus berpamitan. Aku akan lebih tenang kalau tidak harus memikirkan keselamatanmu juga. Karena itu akan lebih baik kalau kau menjauh dulu."     

"Aku mengerti..." kata Jean akhirnya. Bagaimanapun ia telah meninggalkan pekerjaannya cukup lama dan ia harus memikirkan para aktor lain dan kru film yang terlibat dalam proyek film baru mereka. Ia sadar ia tidak terlalu berguna di dekat Finland saat ini. Karenanya ia mengikuti perkataan Caspar.     

"Ivan telah menculik Karl Furstenberg dan membawanya ke Jerman, aku ingin tahu apakah Katia akan rela melihat sahabatnya mati karena ia tak mau memberikan penawar untuk anakku," kata Caspar lagi. Matanya terlihat menyipit menyeramkan saat tangannya mencengkram meja dengan kemarahan. "Kita akan segera berangkat ke tempatku dan menunggu di sana. Aku akan membawa Finland dan Aleksis ke Jerman. Kau mau ikut dengan kami?"     

Caspar menoleh kepada Lauriel yang tampak menggeleng dengan berat hati.     

"Aku akan membuat dua racun... Satu untuk Alexei dan Katia, dan satu lagi untuk Aleksis... Aku akan mengirim The Wolf Pack untuk menyusup dan balas meracuni kedua orang itu lalu aku membuat kesepakatan untuk saling bertukar penawar..."     

"Untuk apa kau membuat racun bagi Aleksis?" tanya Caspar tidak mengerti.     

"Kau pernah mendengar the mother of poison?" Lauriel balik bertanya. "Pasti kau setidaknya pernah mendengar itu dari Aldebar."     

"Medusa?" Caspar mengerutkan keningnya. "Itu adalah racun paling berbahaya yang pernah ada. Kau akan memberikannya kepada Aleksis?"     

"Kalau semua cara sudah tidak berhasil, aku akan terpaksa memberikan Medusa kepada Aleksis. Medusa akan menetralkan segala jenis racun yang ada di bawahnya, dan kita tinggal mengobati pengaruh dari racun Medusa." Lauriel menjelaskan.     

"Kau punya penawar Medusa? Kalau begitu kenapa tidak kita coba cara itu sekarang?" tanya Caspar cepat.     

Lauriel menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku bisa membuat penawar Medusa, tetapi hanya jika terpaksa. Kita sebaiknya mencoba cara lain dulu."     

Caspar mengerutkan keningnya dan mencoba menilai maksud kata-kata Lauriel. Ia dapat mengobati Aleksis dengan menggunakan strategi racun lawan racun dan kemudian mengobati pengaruh dari racun buatannya sendiri. Tetapi ia memilih tidak melakukannya kalau tidak terpaksa. Apakah obat penawar Medusa sangat sulit dibuat?     

Caspar akhirnya memutuskan untuk percaya kepada Lauriel dan mengikuti kata-katanya.     

"Baiklah. Kau harus pergi untuk membuat racunmu? Apakah kami akan bertemu denganmu di Skotlandia atau kau akan mampir ke Jerman?" tanya Caspar kemudian.     

"Aku akan pergi besok pagi, aku sedang menunggu kedatangan Marion, Esso dan teman-temannya. Aku akan menitipkan mereka kepadamu untuk berkoordinasi, sementara aku pergi. Kalau sempat aku akan mampir ke Jerman, kalau tidak... kita bertemu di Skotlandia."     

"Baiklah."     

Pintu diketuk dan masuklah Jadeith dengan Finland dan Aleksis.     

"Aku sudah mendapatkan kontak dari Ivan. Karl sudah dibawa ke kastil Tuan di Jerman dan menunggu kita di sana. Alexei dan Katia menghilang di Inggris, tetapi ia masih mencari mereka," kata Jadeith memberikan laporan. "Apakah Tuan mau menggunakan Academi?"     

"Suruh direkturnya menemuiku di Jerman," kata Caspar sambil mengangguk. "Kita akan berangkat nanti malam. Sore ini kami akan ke rumah sakit sebentar. Kau siapkan segala sesuatunya."     

"Baiklah," Jadeith baru hendak permisi keluar ketika tiba-tiba pintu perpustakaan diketuk dan masuklah tiga orang yang belum pernah dilihat Finland sebelumnya. Dua laki-laki muda dan seorang gadis.     

Penampilan kedua lelaki tersebut sangat kasual dengan celana pendek dan sandal serta kaca mata hitam, layaknya turis Eropa yang sedang berwisata di Asia tenggara yang panas. Sementara yang perempuan adalah seorang gadis sangat cantik berambut panjang sebahu dan bertubuh sangat ramping dengan jeans sobek-sobek dan kaus putih yang kasual dan sepatu boot kulit. Mata birunya yang berbentuk seperti mata kucing mengingatkan Finland pada mata Jean, bersinar-sinar penuh kecerdasan. Wajahnya dihiasi senyum lebar saat ia melihat sosok Lauriel dan menghambur kepadanya.     

"Lauriel! Aku sangat senang mendengar kau mencariku. Aku sangat merindukanmu!!" serunya sambil memeluk Lauriel. "Aku pikir kau masih di Brasil, aku melihat berita tentang crop circle yang kau buat di sana bulan lalu."     

Lauriel menepuk-nepuk punggung gadis itu dan tersenyum sedikit, "Apa kabar, Marion?"     

"Aku baik. Kebetulan aku sedang bertualang di China saat Charlie menghubungiku, jadi aku bisa langsung ke sini. Esso sedang berlibur di Thailand, dan Petra langsung terbang dari Australia. Teman-teman yang lain masih dalam perjalanan," jawab gadis itu dengan penuh semangat. "Kupikir aku takkan pernah melihatmu lagi."     

"Hmm.." Lauriel hanya mengangguk. Setelah Marion melepaskan pelukannya, Lauriel memeluk kedua pria yang datang bersama gadis itu bergantian. "Esso.. kabar baik? Petra? Aku senang kalian datang."     

Finland terbelalak melihat Lauriel yang penyendiri ternyata memiliki teman-teman sedekat ini. Selama dua tahun mengenal Lauriel ia tak pernah melihatnya menemui seorang teman pun, dan pemuda itu selalu terbuka menunjukkan ketidaksukaannya kepada manusia. Finland kini melihat sisi lain dari Lauriel yang tak pernah dilihatnya selama ini.     

Sebagai wanita ia juga melihat bagaimana cara Marion memandang Lauriel, gadis itu pasti jatuh cinta kepadanya, tetapi Lauriel dengan sopan selalu menjaga jarak dengan baik.     

Jadeith yang dari tadi tercengang melihat kehadiran mereka yang tiba-tiba akhirnya bisa menemukan suaranya dan dengan terbata-bata menunjuk gadis itu dan bertanya, "Ba... bagaimana kalian bisa masuk? Penjagaan di sini ketat sekali..."     

Caspar tersenyum melihat keponakannya yang merasa terpukul karena sistem pengamanannya berhasil ditembus dengan mudah oleh ketiga penyusup itu.     

"Tidak usah malu, Jadeith. Tiga orang ini adalah serigala-serigala terbaik dari Wolf Pack, mereka bisa menembus pertahanan paling canggih sekalipun. Sistem kita tidak dirancang untuk menahan infiltrasi dari mereka." Ia melambaikan tangannya ke arah Jadeith untuk menenangkannya. "Kau tahu siapa yang mencuri dan menukar lukisan Monalisa dari Louvre?"     

"Monalisa masih di Louvre... tidak dicuri..." kata Jadeith sambil mengerutkan kening.     

Marion melihatnya dengan pandangan kasihan lalu tertawa terbahak-bahak. "Hmm.. tiruannya memang bagus sekali, kan? Aku yang menukarnya sepuluh tahun lalu. Yang asli sekarang ada di rumahku. Aku ini seorang pecinta seni."     

Jadeith menatap Marion dengan pandangan tajam, berusaha melihat apakah gadis cantik berambut abu-abu itu bercanda, tetapi sesaat kemudian ia sadar bahwa Marion serius. Ekspresinya segera menjadi gelap. Ia harus meneliti kembali sistem keamanan yang dibuatnya dan mencari tahu bagaimana ketiga orang ini bisa masuk tanpa sepengetahuannya dan mencegah hal itu terulang kembali.     

"Aku perlu kalian untuk membantu Caspar," kata Lauriel. "Anaknya adalah anak angkatku. Dia sedang diracun oleh Alexei dari keluarga Meier dan kita harus bisa mendapatkan penawarnya dalam waktu 10 hari. Besok aku akan pergi untuk membuat racun dan kalian bisa berkoordinasi dengan Caspar untuk mencari Alexei. Setelah kalian menemukannya, aku akan datang dan memberikan racun untuknya supaya kita bisa bertukar penawar. Kalau kita tidak berhasil, aku akan memberikan Medusa dan penawar Medusa untuk Aleksis."     

Raut wajah Marion seketika berubah. "Lauriel... kau tidak sungguh-sungguh akan menggunakan cara itu?"     

Nada suaranya sangat cemas dan membuat orang-orang keheranan.     

"Aku akan menggunakannya sebagai pilihan terakhir," kata Lauriel tegas. Raut wajahnya menunjukkan ia tak mau membahas itu lagi dan Marion terpaksa diam.     

"Baiklah... kalau begitu kita bersiap-siap," Caspar mengambil keputusan. Semua menatapnya dan mengangguk.     

"Kalau kalian pergi ke rumah sakit, biarkan Aleksis bersamaku," kata Lauriel sebelum semua orang keluar dari perpustakaan. "Anak kecil tidak baik ikut ke rumah sakit. Lagipula aku perlu berpamitan kepadanya sebelum berangkat ke Amerika untuk membuat racunku."     

Finland mengangguk. Ia menyerahkan Aleksis kepada Lauriel dan berbisik, "Terima kasih..."     

"Hmm.."     

Lauriel membawa Aleksis ke suite Jean, sementara Caspar memerintahkan Jadeith membawakan barang-barang Finland dan Aleksis dari sana ke penthouse-nya. Jean segera packing karena ia akan segera berangkat ke bandara dari rumah sakit dan kembali ke Prancis. Marion, Esso dan Petra menemani Lauriel di suite-nya dan berbincang-bincang hangat melampiaskan kerinduan karena sudah puluhan tahun tidak bertemu.     

Pukul 3 sore rombongan kecil yang terdiri atas Caspar, Finland, dan Jean sudah melaju ke Rumah Sakit Raffles untuk melihat keadaan Terry sekaligus berpamitan. Caspar sudah tidak menyimpan perasaan sakit hati karena Finland memiliki anak biologis bersama Jean akibat donor sel yang mereka lakukan beberapa tahun lalu. Ia sudah memiliki Aleksis bersama Finland dan kebahagiaannya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.