The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Lauriel



Rahasia Lauriel

0Lauriel menggeleng sambil tersenyum.     

"Kau pikir Aleksis akan bahagia mengetahui ayahnya mati menyelamatkannya? Tidak. Lebih baik aku saja yang berkorban kalau semua alternatif tidak dapat dilakukan. Aleksis masih kecil, setelah dia besar nanti dia tidak akan mengingatku dan tidak akan sedih. Tetapi kalau ia kehilangan ayahnya, bisa kau bayangkan akan seperti apa masa depannya nanti tumbuh tanpa ayah?"     

Caspar tertegun. Ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.     

"Kau... bukankah kau menyayangi Aleksis? Tidakkah kau ingin hidup demi Aleksis?"     

"Aku menyayangi Aleksis, itu sebabnya kebahagiaannya menjadi prioritasku. Aku pikir ia akan lebih bahagia melihat ayahnya hidup dan melindungi dia dan ibunya. Aku sudah hidup di bumi ini sangat lama dan sudah selesai dengan kehidupan. Kalau aku tidak bertemu Aleksis 2 tahun lalu, aku pun sudah akan meminum kematian. Aku sekarang menjalani hidup dalam waktu pinjaman. Mungkin ini takdirku, mengapa aku tetap bertahan hidup setelah Luna dan anak kami meninggal..." Lauriel mengangkat bahu acuh.     

Caspar semakin terkejut mendengar pernyataan Lauriel. Ia tidak tahu Lauriel dan Luna punya anak.     

"Kau punya anak? Kenapa aku tidak tahu?" tanyanya bingung.     

"Hmm..." Lauriel memejamkan mata, tampak berusaha menghapus ingatan pahit dari pikirannya, tetapi kemudian ia bersedia juga menjawab, walaupun suaranya terdengar getir. "Luna sedang hamil saat itu, itulah sebabnya ia pulang ke Jerman untuk tinggal bersama kakaknya sementara aku menyelesaikan urusanku di Asia. Seharusnya aku menemaninya waktu itu... Ia mati bersama anak kami, dan aku tak pernah memiliki kesempatan menjadi ayah. Takdir kemudian mempertemukanku dengan Finland di San Francisco. Saat aku melihat Finland yang kesusahan di San Francisco sedang hamil besar dengan Aleksis, aku merasa diberi kesempatan untuk menolong. Seandainya dulu Luna ditolong orang, mungkin sampai sekarang aku tidak akan sendirian..."     

Caspar seketika ikut merasakan kesedihan Lauriel. Bila ia mengalami apa yang dialami pria itu, tentu kesedihannya pun tidak akan berujung dan mungkin ia pun akan membenci manusia dan mengasingkan diri.     

"Aku sungguh turut berduka, Lauriel. Aku tidak tahu..." Caspar menghampiri Lauriel dan memeluknya. Ia lalu menempelkan keningnya ke kening Lauriel dan menepuk punggungnya dengan haru. "Aku berterima kasih atas kebaikanmu, tetapi sebaiknya kita cari cara lain... Aku juga tak mau Aleksis kehilangan ayah angkatnya..."     

Lauriel tampak menjadi sedikit lega setelah mengungkapkan rahasia yang sudah disimpannya selama puluhan tahun sendirian. Kasih sayangnya kepada Aleksis bukan semata-mata karena ia menyelamatkan Finland dan menungguinya saat melahirkan dulu. Ia merasa bahwa Aleksis memang menggantikan anaknya yang meninggal bahkan sebelum dilahirkan. Itulah sebabnya ia rela melakukan apa pun demi anak itu.     

"Tidak seorang pun tahu..." kata Lauriel setelah ia dan Caspar melepaskan pelukannya, "Aku harap kau tidak menceritakannya kepada siapa pun..."     

"Tentu saja..." Caspar mengangguk. Ia masih merasa terpukul mendengar cerita Lauriel. Mereka telah berteman hampir seumur hidupnya dan dari dulu ia sangat mengagumi Lauriel. Ia merasa berterima kasih karena selama ini Lauriel telah menjaga istri dan anaknya, dan Caspar sungguh berharap suatu hari nanti ia bisa membalasnya, tetapi kini ia merasa kesedihan Lauriel sudah terlalu besar sehingga bahkan ia pun tak akan sanggup berbuat apa-apa.     

Dengan pikiran itu ia memutuskan untuk mengambil sebotol wine paling tua yang dimilikinya dan dua buah gelas. Mereka perlu minum untuk meredakan kesedihan ini.     

"Marion dan Neo bilang Katia akan mampir sebelum pertunjukan Karl besok malam, sebelum ia pergi ke Skotlandia. Apakah kau mau menemui Katia di sana?" tanya Caspar saat menyerahkan segelas red wine kepada Lauriel.     

Pemuda itu mengangguk. "Aku akan pergi malam ini."     

"Aku ingin ikut denganmu. Aku berubah pikiran tentang Katia. Aku akan memohon kepadanya untuk memberikan penawar bagi Aleksis, mungkin kalau ia melihat ketulusanku ia akan menjadi lunak... Bagaimana pun kami pernah bersama puluhan tahun, aku tahu bahwa pada dasarnya ia bukan perempuan jahat. Mungkin yang ia inginkan hanyalah membalas dendam, dan aku akan memberinya kesempatan untuk menghukumku bagaimanapun yang diinginkannya..." kata Caspar tegas. "Aku mau mencoba segala cara, termasuk memohon kepadanya..."     

Caspar sungguh benar-benar berubah, pikir Lauriel. Ia tak pernah mengira seorang pemuda dari golongan bangsawan Alchemist - yang selama ini sangat dihormati dan dapat memperoleh apa pun yang diinginkannya, kini dapat merendahkan dirinya sedemikian rupa, untuk menyelamatkan anaknya.     

Mungkin menjadi ayah memang mengubah seorang laki-laki menjadi manusia yang lebih baik.     

Lauriel tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk.     

"Baiklah. Tapi bagaimana dengan Finland dan Aleksis? Apakah kau akan meninggalkan mereka di sini?"     

"Mereka akan lebih aman kalau tidak ikut. Aku akan meminta Jean untuk datang ke sini dan mereka dapat berangkat bersama ke Skotlandia. Kita akan berkumpul di Glasgow sebelum pernikahan Ned dan Portia. Jadeith dan semua pengawalku akan menemani mereka. Aku tidak perlu pengawal saat aku bersamamu."     

"Baiklah. Kalau begitu kita berangkat malam ini..."     

Tepat saat itu Finland masuk membawa Aleksis dan memanggil keduanya untuk makan malam. Caspar dan Lauriel menghabiskan wine mereka lalu mengikutinya ke ruang makan. Saat mereka makan Caspar menyampaikan niatnya untuk mengikuti Lauriel ke London. Ia tidak menceritakan detail rencana mereka, tetapi ia meminta Finland untuk percaya kepadanya dan menunggu kedatangan Jean di kastil untuk berangkat bersama ke Skotlandia.     

"Aku mengerti. Kau lakukan apa yang perlu kau lakukan..." kata Finland menanggapi. Ia tidak kuatir saat mengetahui Caspar akan pergi bersama Lauriel.     

"Setelah makan malam, Papa akan pergi bersama Paman Lauriel, kau jangan nakal di rumah ya..." kata Caspar kepada Aleksis, yang dengan kehadiran Lauriel kini sama sekali tidak mempermainkan makanannya dan bersikap seperti malaikat kecil sungguhan.     

"Iya..." jawab Aleksis sambil tersenyum manis sekali.     

"Jean akan tiba di sini besok siang. Kalian bisa berangkat ke Skotlandia lusa. Ben akan mengurus semuanya dari London. Aku akan meninggalkan Jadeith dan semua pengawalku di sini untuk menjaga kalian." kata Caspar kepada Finland.     

"Aku mengerti."     

Setelah makan malam selesai Caspar segera membereskan tas kerjanya dan bersiap untuk pamit. Tinggal dua hari lagi, dan semua ini akan selesai... pikirnya.     

Finland dan Aleksis mengantar mereka hingga ke pintu depan. Caspar merangkul Finland lama sekali dan menciumi Aleksis sebelum masuk ke dalam mobil. Lauriel memeluk Aleksis dan bercakap-cakap dengannya sebentar dan mengangguk kepada Finland, sebelum menyusul Caspar ke mobil. Sesaat kemudian mobil itu berangkat ke bandara dan menghilang dari pandangan Finland.     

Di dalam perjalanan, baik Caspar maupun Lauriel tidak saling berbicara. Keduanya sudah mengalami kelelahan batin selama hampir dua minggu ini dan hanya berharap masalah ini dapat selesai secepatnya. Besok mereka akan dapat bertemu Katia.     

***     

Finland tidak dapat tidur malam itu. Ia tahu mereka berpacu dengan waktu dan ia tak dapat menahan kesedihan saat melihat Aleksis yang tidur di sampingnya.     

Bagaimana kalau mereka gagal?     

Ia tak sanggup membayangkan akan kehilangan malaikat kecil yang telah mengisi hidupnya selama dua tahun ini.     

Keesokan harinya ia merasa sangat lelah dan tidak memiliki nafsu makan. Aleksis yang melihat ibunya sedih tampak mengerti dan tidak rewel sama sekali.     

Finland menghabiskan waktunya dengan mempersiapkan keperluan mereka untuk berangkat ke Skotlandia. Ia terhibur saat mengetahui bahwa Caspar meminta Jean untuk datang ke tempat mereka dan menemaninya ke Skotlandia saat Caspar tidak ada. Ini menunjukkan bahwa sekarang Caspar sama sekali sudah tidak cemburu kepada Jean dan dapat menerima persahabatannya dengan Finland. Ini membuat gadis itu merasa lega.     

[Aku baru mendarat di Stuttgart. Sampai jumpa satu jam lagi. Mau kubawakan glow wine dari perjalanan?] tanya Jean siang itu lewat Whatsapp.     

[Oh, kau sudah tiba. Boleh, dalam cuaca begini rasanya enak juga minum glow wine...] kata Finland. [Beli di desa dekat sini saja, jadi datangnya masih hangat. Jadeith tahu tempatnya.]     

[Oke.]     

Finland sudah selesai packing ketika Jean tiba di kastil. Pemuda itu juga tampak lelah, sama seperti semua orang yang ada di sekitar Finland saat ini, karena mereka memikirkan nasib Aleksis, tetapi ia masih berusaha tersenyum dan menghibur Finland karena ia ingin Finland tidak tambah tertekan.     

"Hei... Jean, aku senang kau datang. Bagaimana pekerjaanmu?" Finland menyambut kedatangan Jean dengan memeluknya hangat.     

"Sudah beres syuting. Tinggal menunggu proses editing dan pasca produksi, aku mau cuti bekerja selama 6 bulan ke depan, tidak akan mengambil proyek baru dulu," jawab Jean.     

"Yah, kau sudah bekerja sangat keras selama dua tahun ini... Sebaiknya memang istirahat dulu," kata Finland. "Lagipula, kau sudah mendapatkan keinginanmu sedari dulu. Sekarang kau sudah sangat terkenal. Bukankah itu yang dulu kauinginkan?"     

"Benar. Ternyata menjadi terkenal itu tidak selalu enak. Tadi saja di bandara aku harus berusaha keras menyamar biar tidak diikuti paparazzi..." keluh Jean. "Aku agak sulit menjaga privasiku. Bulan depan aku harus pindah rumah lagi karena alamatku sudah ada yang membocorkan..."     

"Kau bisa ikuti taktik Daniel Radcliffe*, dia mengenakan pakaian yang sama selama 3 bulan untuk mengerjai paparazzi. Mereka jadi tidak bisa menjual fotonya karena seolah semuanya diambil di hari yang sama...." kata Finland sambil tersenyum. Ia ingat dulu Jean ingin sekali menjadi terkenal, tetapi sekarang ia malah mengeluhkan kepopulerannya.     

"Haha... bisa saja aku akan begitu." Jean melihat sekelilingnya dan keheranan karena tidak melihat Aleksis. "Di mana Aleksis?"     

"Tadi dia menggambar di perpustakaan. Aku akan memanggilnya," kata Finland. Ia berjalan ke arah perpustakaan untuk memanggil anaknya, sementara Jean mengambil dua gelas untuk menuang glow wine yang dibawanya.     

Jeritan Finland lima menit kemudian membuat Jean kaget dan tidak sengaja menjatuhkan gelas berisi glow wine dari tangannya. Pecahan gelas dan glow wine yang tumpah mengotori pakaiannya saat ia tergesa-gesa berlari ke arah perpustakaan.     

.     

.     

*Daniel Radcliffe = Aktor Inggris pemeran Harry Potter yang sering mengecoh paparazzi dengan mengenakan pakaian yang sama selama berbulan-bulan agar fotonya tidak bisa dijual karena seolah diambil di hari yang sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.