The Alchemists: Cinta Abadi

Rencana Akhir Tahun



Rencana Akhir Tahun

0Sesudah acara selesai, Caspar mengundang Jean dan Billie untuk ngobrol dan minum-minum di penthouse. Keduanya setuju setelah keluar sebentar untuk menjadi objek foto para paparazi yang menunggu di luar hotel.     

Saat mereka kembali ke penthouse, Finland sudah menemukan wajah keduanya terpampang di beberapa kolom gosip terkemuka di Amerika.     

"Astaga... kalian kan baru 10 menit yang lalu di luar? Beritanya sudah ada!" Ia menunjukkan ponselnya kepada Jean dan Billie yang segera meneliti foto mereka di laman TMZ* dan Nickiswift*.     

"Wahh...ide bagus pakai topi seperti tadi," komentar Billie, "Mereka akan mengira kau berusaha menyamar biar tidak dikenali...ahahahaha.."     

"High five!" Jean mengangkat telapak tangannya yang segera disambut Billie dan keduanya tos sambil tertawa.     

"Sekarang Jean dan Billie sedang menjadi topik hangat di dunia hiburan," kata Finland, "Ngomong-ngomong, kalian nyadar nggak, nama kalian itu berjodoh... seperti lagunya Michael Jackson yang terkenal itu, 'Billie Jean'?"     

Ia menunjukkan judul berita besar-besar di website TMZ yang menyebut Jean dan Billie sebagai "The Billie Jean Couple".     

Ketiganya serentak tertawa bersama.     

"Astaga... aku tidak ngeh. Para jurnalis itu pintar sekali memberi nama julukan," kata Jean dengan mood riang. Ia berjalan ke arah kabinet dan bertanya kepada Caspar, "Aku boleh buka minuman?"     

"Tentu saja, wine yang terletak di rak paling bawah itu adalah yang terbaik, kau bisa ambil yang itu," jawab Caspar. Jean mengangguk dan mengeluarkan sebuah botol red wine dan beberapa gelas lalu menuangkan isinya. Lauriel yang baru keluar dari kamarnya bergabung bersama mereka dan ikut mengobrol. Suasana hatinya terlihat bagus, karena untuk kedua kalinya hari itu ia mau berkumpul mengobrol sambil minum.     

"Aku kagum melihat kalian..." kata Billie tiba-tiba. "Persahabatan kalian sangat menginspirasi. Aku tidak punya teman seperti ini..."     

Jean menepuk bahunya, "Hush... lalu aku kau anggap apa?"     

Billie tersenyum tipis dan mengangkat bahu, "Kau bukan teman... kau 'kekasihku', ingat?"     

Keduanya lalu tertawa dan saling mendentingkan gelas dan meminum wine-nya.     

Finland sangat gembira melihat interaksi keduanya. Ia ingat dulu Jean kenal dengan manajer Billie dan menggantikannya datang ke Jerman untuk menemani Billie konser di pesta Aldebar karena manajernya sakit. Mereka kemudian berteman dan Billie meminta Jean menjadi bintang di video klip lagu barunya, walaupun hal itu gagal karena Jean keburu masuk rumah sakit dan koma selama 8 bulan.     

Ia senang karena ternyata pertemanan Jean dan Billie kembali berkembang terutama setelah Jean pindah ke Los Angeles. Ia diam-diam berharap kedua orang favoritnya itu akan memiliki perasaan terhadap satu sama lain dan kemudian jatuh cinta.     

Alangkah indahnya...     

Caspar yang bisa membaca pikiran Finland hanya tersenyum tipis. Ia pun senang kalau Jean jatuh cinta kepada gadis lain. Pikirannya akan lebih tenang, karena tidak perlu cemburu lagi akan persahabatan istrinya dan pemuda tampan itu.     

Nah... sekarang, tinggal Lauriel.     

Suasana malam itu sangat hangat dan menyenangkan. Kelima orang itu sangat menikmati berbincang-bincang sambil minum. Lauriel bahkan mau berbagi beberapa kisah petualangannya yang mengundang decak kagum Jean dan Billie. Tentu saja, mereka semua menyembunyikan fakta dari Billie bahwa ketiga pria itu adalah bagian dari kaum Alchemist yang hidup abadi.     

"Terima kasih atas malam yang sangat menyenangkan ini, aku sudah lama tidak ngobrol-ngobrol dengan orang-orang yang sangat menarik seperti kalian. Kalau kalian ke LA, mampirlah ke rumahku. Aku akan senang sekali bertemu kalian lagi..." Billie menyerahkan kartu namanya kepada Finland yang berisi nomor telepon pribadinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan sudah waktunya mereka semua beristirahat.     

Billie dan Jean turun ke lantai kamar masing-masing, sementara Caspar dan Finland pamit kepada Lauriel untuk pulang ke mansion. Mereka akan datang besok siang untuk menjemput Aleksis.     

Saat ia menutup pintu, wajah Lauriel terlihat tidak sesedih biasanya. Ia menarik napas dan tersenyum. Dalam hatinya ia merasakan hal yang sama dengan Billie, sudah lama ia tidak mengalami malam menyenangkan, bersama orang-orang yang menarik.     

***     

Akhir pekan dihabiskan Caspar dan Finland dengan bersantai. Mereka menjemput Aleksis dari tempat Lauriel dan menghabiskan waktu sepanjang sore dengan mengunjungi Museum Seni Modern lalu berjalan-jalan di Central Park. Di hari Minggu mereka tidak dapat berjalan-jalan keluar karena ternyata salju sudah mulai turun. Finland yang jarang melihat salju merasa sangat gembira saat bangun tidur dan melihat butir-butir putih itu melayang turun dari jendela kamarnya.     

Selama tinggal di San Francisco, Finland tidak pernah mengalami turun salju di musim dingin. Ia buru-buru turun ke lantai satu dan membangunkan Aleksis di kamarnya. Aleksis belum pernah melihat salju, dan Finland merasa anak itu akan sangat gembira, seperti dirinya dulu.     

Benar saja, saat Aleksis dibawa ke teras dan melihat butiran-butiran salju yang mengalir deras, ia menjerit-jerit senang dan berusaha berlarian di halaman belakang untuk menangkapi salju.     

"Astaga... aku pikir ada apa..." cetus Caspar yang baru keluar dari dapur dengan secangkir kopi. "Ternyata dua orang tropis yang bertemu salju..."     

Ia tertawa melihat tingkah Aleksis.     

"Herannya, dia kok nggak kedinginan ya, padahal salju itu kan dingin sekali..." gumam Finland. Tubuhnya sudah menggigil dan ia buru-buru naik ke atas untuk mengambil selimut dan sweater wool tebal. "Aleksis!! Sini pakai jaket dulu."     

Ia geli melihat betapa semangatnya Aleksis bermain salju. Finland senang karena mansion mereka memiliki halaman yang cukup luas sehingga anaknya bisa bermain bebas seperti ini.     

"Aku akan mengundang Lauriel untuk datang dan makan siang di sini sambil main kartu atau baduk. Kalau turun salju begini memang kita lebih baik melakukan kegiatan dalam ruangan," Caspar mengangkat ponselnya dan menghubungi Lauriel.     

Lauriel datang saat jam makan siang dan ia membawa papan baduk bersamanya. Ia bermain dalam tim dengan Aleksis melawan Caspar dan Finland. Tentu saja Aleksis dan Finland hanya pemanis saja karena keduanya tidak sungguh-sungguh bisa bermain.     

Suasana mansion keluarga Schneider hari itu tampak hangat sekali walaupun di luar suhu udara sudah turun di bawah nol.     

***     

Ketika Finland kembali ke kantor pada hari Senin, Ruth menceritakan kepadanya semua gosip yang ia lewatkan dari pesta karena pulang duluan.     

"Mereka sungguh pasangan yang serasi. Seandainya kau ada di sana," kata Ruth dengan penuh semangat. "Oh ya, sekarang misteri itu terpecahkan, mengapa Tuan Schneider akhir-akhir ini membuat banyak kebijakan yang berpihak pada keluarga. Beliau dan istrinya sudah punya anak dan sedang menunggu kehadiran anak kedua! Bayangkan itu! Selama ini kita bahkan tidak tahu kalau ia sudah menikah!"     

Finland hanya tertawa melihat antuasiasme Ruth. Ia senang karena teman-teman kantornya tampak sangat menghargai bos mereka dan mendukungnya agar bahagia.     

Sepanjang minggu terakhir kerja di bulan Desember itu, tidak ada kejadian berarti dan Finland berhasil menyelesaikan penilaiannya atas Startup Trengginas setelah mengumpulkan informasi lewat riset dan wawancara dengan para pelaku industri yang sama di Asia Tenggara dan narasumber dari Indonesia. Ia sangat senang karena mendapatkan pengalaman baru dan berhasil menyelesaikan proyek yang menurutnya sangat menarik.     

Akhirnya masa liburan pun tiba.     

"Kita mau berlibur ke mana?" tanya Caspar saat pulang bersama Finland di mobil pada hari terakhir kerja. "Kau tinggal sebutkan tempatnya, aku akan mewujudkannya."     

Finland tampak berpikir sejenak. Ada satu tempat yang sangat disukainya dan sudah tiga tahun tidak dikunjunginya.     

"Uhm... bagaimana dengan Pulau F? Akan menyenangkan rasanya melarikan diri sejenak dari musim dingin di Amerika. Lagipula sudah lama sekali kita tidak ke pantai..." katanya kemudian.     

Caspar mengangguk, ia sangat senang dengan pilihan Finland. Ia juga sangat menyukai pulau yang dibelinya sebagai hadiah pernikahan itu.     

"Pas sekali... aku membeli pulau itu sebagai hadiah pernikahan, dan kita bisa menghabiskan waktu di sana akhir tahun ini untuk merayakan ulang tahun pernikahan kita yang ketiga. Bagaimana menurutmu?" tanyanya. "Ini bisa jadi honeymoon kedua atau babymoon... atau apalah..."     

Finland tertawa.     

"Uhmm... tawaran yang sangat menggoda," tapi kemudian ia teringat Aleksis dan Lauriel, "Kita mau bawa Lauriel juga? Apa kau setega itu kepadanya?"     

Caspar tertawa. "Halah... kau tidak tahu dulu aku juga sering menjadi kambing congek saat dia masih pacaran dengan Luna. Aku membantunya membuat crop circle pertama untuk menyatakan cinta kepada Luna... Kalau dia ikut kita, aku yakin dia tidak akan peduli walaupun kita mesra-mesraan."     

Finland akhirnya mengangguk, "Bagaimana kalau kau tanyakan dulu kepadanya. Terserah, dia mau ikut kita ke Pulau F atau tinggal di Singapura bersama Aleksis."     

"Kau akan membiarkan Aleksis tinggal bersamanya?" tanya Caspar heran. "Kau tidak apa-apa?"     

"Aku pikir mereka akan senang bisa bertualang bersama selama beberapa hari, sementara kita berlibur di Pulau F. Nanti kita bisa bertemu di Bali atau Thailand untuk jalan-jalan bersama, baru pulang kembali ke New York. Bagaimana menurutmu?"     

"Baiklah, aku menurut saja apa katamu."     

Ketika mereka menyampaikan hal itu kepada Lauriel, tampak mata pemuda itu berbinar-binar senang. Ia dengan tegas memilih bertualang bersama Aleksis di Singapura dan lanjut ke Malaysia dan Thailand, sementara Finland dan Caspar berlibur di Pulau F.     

"Baiklah, kalau begitu aku akan menyiapkan surat keterangan agar kau bisa bepergian dengan Aleksis tanpa hambatan. Karena kau bukan orang tuanya, petugas imigrasi akan meminta surat izin kalau kau mau melewati perbatasan dari Singapura ke Malaysia..." kata Finland.     

"Kau perlu pengawalan?" tanya Caspar. Lauriel hampir tertawa mendengar pertanyaan yang dianggapnya konyol itu. Caspar hanya tersenyum melihat reaksinya, "Baiklah, berarti jawabannya tidak. Tapi tolong jangan sampai terjadi apa-apa dengan anakku, ya. aku percaya kepadamu."     

"Hmm..." jawab Lauriel singkat.     

Mereka segera melakukan persiapan dan dua hari kemudian sudah berada di pesawat yang menuju Singapura. Mereka menginap satu hari di Rose Mansion dan Ms. Law, Kathrin, dan John tampak sangat bahagia melihat kedua majikan mereka sudah kembali bersama, bahkan membawa seorang anak perempuan yang sangat cantik.     

Keesokan harinya Caspar dan Finland berangkat ke Pulau F dan Lauriel membawa Aleksis berjalan-jalan keliling Singapura sebelum melanjutkan bertolak ke Malaysia dengan menggunakan bus.     

.     

.     

*TMZ dan Nickiswift adalah website gosip (berita hiburan) di Amerika     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.