The Alchemists: Cinta Abadi

Kejutan Caspar



Kejutan Caspar

0Aleksis menjadi bintang pesta pada malam itu. Teman-teman kantor Finland yang melihatnya sangat antusias memeluk dan menggoda bocah itu. Finland merasa sangat bangga karena anaknya disukai semua orang. Mereka tak henti-hentinya bercengkrama dan menggodanya. Banyak teman kantornya yang sedih ketika Finland dan Aleksis akhirnya harus undur diri.     

"Iya, sebentar lagi jam tidurnya Aleksis... Kami pamit pulang dulu, ya..." kata Finland. Aleksis tersenyum manis sekali dan melambai kepada semua orang.     

Aww... para wanita yang belum memiliki anak banyak yang merasa iri karena Finland memiliki anak yang begitu menggemaskan dan tetap masih dapat bekerja dengan baik. Tentu ia memperoleh dukungan keluarga yang sangat baik, pikir mereka.     

Begitu keluar dari ballroom, Finland dan Aleksis tidak pulang ke mansion. Mereka segera naik lift ke lantai paling atas dan beberapa menit kemudian sudah berada di penthouse tempat Lauriel tinggal. Pemuda itu sedang membaca ketika mereka masuk.     

"Heiii... astaga.. kalian cantik sekali mengenakan baju kuno begini..." serunya dengan suara gembira. Ia tampak benar-benar terkesan. "Aku mau ambil foto kalian dulu..."     

Ia buru-buru mengeluarkan ponselnya dan memfoto ibu dan anak itu.     

"Paman Rory... di bawah ramai sekali..." komentar Aleksis. "Aku hampir sesak napas dipeluk begitu banyak orang..."     

Finland tertawa mendengar anaknya sering melebih-lebihkan dan bicara dengan nada manja kalau di depan Lauriel.     

"Hush... kau tahu Mama takkan membiarkan kau sesak napas karena dipeluk," tukasnya.     

Aleksis hanya memutar bola matanya, dan cepat berjalan ke arah Lauriel dan duduk di pangkuannya.     

"Paman sedang baca apa? Kemarin buku dongeng tentang Pangeran Siegfried Pembunuh Naga belum selesai, lho. Paman harus melanjutkan baca itu untukku..." protesnya melihat Lauriel sedang membaca buku kumpulan puisi.     

"Tentu saja, Tuan Putri..." Lauriel bangkit sambil menggendong Aleksis, mengambil buku dari dalam kamarnya dan kembali duduk lalu melanjutkan membacakan dongeng tentang Pangeran dari Jerman yang menaklukkan naga.     

Finland hanya memandang adegan itu dengan senyum terkembang. Ia sangat senang dengan pengaturan yang mereka miliki sekarang. Bagaimanapun Lauriel memiliki peran dalam hidup Aleksis dan ia tak tega bila merenggut Aleksis darinya dengan tiba-tiba setelah ia dan Caspar kembali bersatu. Maka keputusan Caspar untuk mengundang Lauriel hidup bersama mereka menurutnya adalah keputusan yang terbaik.     

Terdengar ketukan dua kali dan kemudian pintu pun dibuka. Finland menoleh dan mendapati Caspar masuk ke dalam penthouse membawa sebuah kotak besar.     

"Hei... aku bawakan baju ganti," kata Caspar mengangkat kotak di tangannya sambil tersenyum lebar, "Dan... hadiah Natal lebih dini, sekaligus bonus untuk karyawan baru berprestasi, yang juga sangat berbakat menjadi penerjemahku..."     

"Hei..." Finland bangkit dan menerima kotak dari Caspar, "Terima kasih."     

Ia tiba-tiba terpaku di tempatnya setelah menerima kotak itu. Dengan sudut matanya, ia telah melihat seseorang masuk dari pintu di belakang Caspar.     

"Heii... apa kabar?" Sepasang mata kucing yang khas itu menyipit saat pemiliknya tersenyum lebar dan kemudian tertawa terbahak-bahak melihat Finland berdiri terpaku seperti orang bodoh. "Kok diam?"     

"Jean...? Kau datang?" tanya Finland kaget.     

"Aku diundang, jadi aku datang. Waktu aku tahu Billie akan tampil, aku merasa aku juga harus datang. Kebetulan aku mau terbang ke Prancis, jadi sekalian aku tambahkan transit 24 jam di New York." Jean maju dan memeluk Finland, walaupun kotak besar berisi gaun menghalangi mereka. "Kita kan nggak pernah merayakan pesta Natal bersama."     

"Kau benar..." kata Finland. Ia lalu menoleh kepada Caspar dengan pandangan penuh terima kasih, "Aku tidak tahu kau mengundang Jean, terima kasih..."     

"Ahaha... aku ingat pesta tahun baru dulu tidak berakhir dengan baik. Jadi aku mau menebusnya untuk semua orang. Ada kau, aku, Jean, dan Billie Yves..." jawab Caspar dengan senyum terkembang. Ia sangat senang karena kejutannya membuat Finland tampak sangat bahagia. Itulah sebabnya hari ini ia sengaja tidak berangkat ke kantor dan tidak ikut bersama Finland ke St. Laurent.     

Ia ingin memberi kejutan dengan kehadiran Jean dan Billie Yves. Orang-orang favorit istrinya.     

"BIllie?" tanya Finland tak mengerti.     

"Hai, Finland... aku di sini..." Billie Yves tiba-tiba masuk dengan senyum tipis. Ia juga memeluk Finland yang langsung saja meneteskan air mata haru.     

Ia. Sangat. Menyukai. Billie. Yves.     

Lagu-lagu. Billie. Yves. Adalah. Temannya. Saat. Ia. Kesepian.     

"Oh, Tuhan... ada Billie Yves di sini...." bisiknya dengan nada tak percaya. "Kau masih ingat aku?"     

"Tentu saja. Kau kan bukan orang yang mudah dilupakan," kata Billie ramah, "Aku tak percaya kau tinggal di San Francisco selama 2,5 tahun dan tak pernah mengunjungiku di LA."     

"Oh... itu, maafkan... aku takut kau tidak ingat..." Finland mengaku. Duh, seandainya ia tahu penyanyi idolanya masih mengingatnya, tentu ia akan berusaha menghubungi Billie dan minta bertemu.     

"Ahaha... tidak apa-apa." Billie menggeleng sambil tersenyum menenangkan Finland. "Kapan-kapan datanglah ke studio."     

"Tentu saja..."     

Suasana terasa hangat sekali dan Finland merasa hidupnya seolah ada di langit ketujuh. Orang-orang yang dikasihinya ada di tempat yang sama dalam keadaan sehat, dan sekarang sedang berbincang-bincang dengan hangat.     

"Baiklah... kita masih punya waktu untuk mempersiapkan diri sebelum turun ke bawah satu jam lagi. Ada yang mau minum sampanye?" tanya Caspar. Ia mengambil satu botol sampanyenya yang paling mahal dan tiga buah gelas. Masing-masing diberikan kepada Jean, Billie, dan Lauriel. Ia lalu menuangkan jus untuk dirinya dan Finland.     

"Kalian tidak minum?" tanya Billie heran.     

Caspar dan Finland saling pandang. Sebelum Finland sempat menjawab, Jean telah menerangkan kepada Billie apa yang terjadi.     

"Finland sedang hamil, tidak bisa minum alkohol. Jadi suaminya menemaninya, tidak akan minum alkohol juga sampai anak mereka lahir..."     

Billie tampak sangat terkesan.     

"Wow... luar biasa..." Ia mengangguk-angguk kagum. Ia lalu mengambil ponselnya dan mencatat sesuatu. "Aku baru saja mendapat ide untuk lagu baru. Nanti kalau sudah jadi, akan aku kirim demonya."     

Finland membuka mulutnya lebar sekali dengan mata terbelalak, Astaga... Billie terinspirasi menciptakan lagu untuknya?     

Ya Tuhan... ini adalah hadiah Natal terbaik yang pernah aku dapat seumur hidup, pikirnya bahagia.     

Ia menoleh kepada Caspar dengan airmata hampir menetes, "Terima kasih... terima kasih karena sudah mengundang Jean dan Billie untukku... Aku mencintaimu."     

"Tentu saja," Caspar mengusap kedua mata Finland yang basah dengan jari-jarinya, "Aku senang kau suka hadiahku..."     

Orang lain yang ada di ruangan itu hanya bisa menoleh ke tempat lain saat pasangan ini menunjukkan rasa kasih sayang masing-masing.     

Tanpa disadari, secara bersamaan Jean, Billie dan Lauriel meneguk habis sampanye mereka.     

"Astaga.. maaf, aku tadi terharu..." Finland buru-buru meneguk jusnya dan mengubah ekspresinya agar lebih riang. Ia sadar ketiga orang itu tidak memiliki pasangan dan tentu merasa tidak nyaman dengan PDA* yang ditampilkan Caspar dan dirinya sedari tadi. "Jean kau tidak mengajak Franka ke pesta ini?"     

Jean menggeleng.     

"Tidak, aku sebenarnya punya agenda tersembunyi datang ke sini bersama Billie." Ia tampak tersenyum rikuh, "Aku mau menjauhi Franka, dia terlalu agresif. Jadi sekarang aku sedang membuat gosip seolah aku memiliki hubungan khusus dengan Billie. Sudah ada beberapa paparazzi menunggu di luar hotel."     

"Astaga..." Finland menoleh ke arah Billie, "Kau tidak keberatan?"     

Billie hanya mengangkat bahu, "Kenapa tidak? Jean banyak membantuku, aku juga mau membantunya kalau bisa. Aku pun sudah bosan digosipkan sebagai lesbian hanya karena aku tak pernah dekat dengan laki-laki..."     

Billie berusia dua tahun lebih tua dari Jean, tetapi sebenarnya mereka terlihat serasi sekali. Wajahnya sangat cantik dan ia memiliki bakat musik luar biasa. Ia tidak seperti kebanyakan penyanyi lain yang mengandalkan penampilan dan keseksian belaka, tanpa bakat seni yang memadai.     

Sejak debutnya ketika ia berumur 17 tahun, Billie Yves telah mengeluarkan berbagai karya luar biasa yang menyentuh hati begitu banyak penggemar musiknya, termasuk Finland.     

Dalam hatinya Finland sebenarnya berharap Jean dan Billie, dua manusia favoritnya di dunia ini, selain keluarganya, dapat menjadi pasangan kekasih yang sesungguhnya.     

"Hidup kalian sebagai selebritis memang aneh ya... harus tahan dengan gosip dan berbagai intrik di dunia hiburan..." Finland menoleh kepada Caspar, "Kami berdua sangat menyukai privasi. Kami takkan dapat hidup seperti kalian yang selalu dalam sorotan."     

Caspar mengangguk membenarkan. Finland hanya punya waktu kurang dari empat bulan lagi untuk hidup seperti orang biasa, setelah itu mereka akan menyepi ke Jerman sampai anak mereka lahir, dan kemungkinan bersiap untuk mulai mengambil identitas baru.     

"Itu risiko pekerjaan," kata Billie pelan, "You win some, you lose some*."     

Mereka bercakap-cakap sambil menikmati minuman sebelum akhirnya pada pukul 8 malam memutuskan untuk turun ke ballroom. Billie Yves akan segera tampil, dan Caspar pun harus memberikan sambutan dari direksi.     

Finland telah berganti pakaian dengan gaun baru, supaya tidak dikenali teman-teman satu departemennya, dan kemudian mereka berempat turun ke ballroom. Semuanya mengenakan pakaian zaman Victoria dan topeng sederhana yang menutupi mata.     

Suasana pesta sedang di puncak kemeriahan ketika mereka tiba. Billie dan Jean segera masuk ke belakang panggung, sementara Caspar menggenggam tangan Finland dan membawanya ke meja para direktur.     

Kehadiran mereka segera menarik perhatian orang-orang yang hadir. Walaupun mengenakan topeng seperti semua tamu lainnya, orang dapat menduga bahwa yang baru tiba ini adalah Tuan Schneider itu sendiri dari penampilannya dan juga meja yang ia tuju.     

Mereka segera menduga gadis yang bersamanya itu tentulah gadis yang selama seminggu ini menjadi bahan gosip para karyawan yang penasaran.     

Ternyata gosip itu benar! Heinrich Schneider akhirnya datang ke pesta perusahaan dengan membawa kekasih!     

.     

.     

*PDA = Public Display of Affection (menunjukkan kasih sayang di tempat umum atau di depan orang lain)     

*You win some, you lose some = Untuk memperoleh sesuatu kita harus mengorbankan sesuatu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.