The Alchemists: Cinta Abadi

Pesta Natal Perusahaan



Pesta Natal Perusahaan

0Ruth berulang kali menanyakan kepada Finland bagaimana pendapatnya tentang Tuan Schneider yang mengagumkan itu, mengingat gadis itu berhasil kerja di dekat beliau selama berjam-jam di hari sebelumnya.     

"Uhm... Orangnya baik sekali," kata Finland, agak bingung harus bicara apa, "Aku menyampaikan apresiasi atas semua kebijakannya yang memudahkan karyawan dan terutama para orang tua dengan anak yang masih kecil."     

"Kalian mengobrolkan apa saja?" tanya Jenny saat mereka makan siang bersama di lantai 30.     

Melihat teman-teman kantornya sepertinya tak akan berhenti mengganggunya sampai ia bisa memberikan jawaban memuaskan, akhirnya Finland menyerah.     

"Kami bicara tentang riset yang sedang kulakukan, apakah aku senang bekerja di perusahaan ini atau tidak, dan tentang pesta natal besok malam." Ia menjelaskan tanpa berbohong, "Tuan Schneider mengaku beliau biasanya tidak datang ke acara pesta perusahaan, tetapi besok beliau akan datang bersama pasangannya karena perempuan itu penggemar berat Billie Yves."     

"Ohhh.. pantas saja tahun ini perusahaan bela-belain mendatangkan Billie..." seru Jenny. "Asyik sekali."     

"Jadi gosip yang beredar itu benar ya, Tuan Schneider akhirnya memiliki kekasih." kata Ruth. "Yah... kita harus cari kecengan baru."     

"Sigh..." Serentak ketiga gadis itu mendesah.     

Sebenarnya mereka tahu cepat atau lambat bujangan paling dikejar di New York itu akan menemukan tambatan hati dan menikah, usianya sudah cukup dan kehidupannya sudah sangat mapan. Tentu mereka tak mungkin berharap ia akan melirik gadis biasa seperti mereka.     

"Jadi... sebaiknya kita doakan saja bos kita yang baik itu supaya bahagia dengan kehidupannya dan kita berhenti menggosipkan kehidupan pribadinya, ya..." saran Finland. Ia senang melihat reaksi mereka. Akhirnya ia bisa berhenti mendengarkan mereka menggosipkan Caspar di sekitarnya. "Asistennya juga tampan kok dan sepertinya masih bujangan. Siapa itu namanya... Benjamin Van Der Ven? Nah... "     

Teman-temannya hanya bisa mengomel. Ruth akhirnya menjelaskan, "Kau karyawan baru, jadi kau tidak tahu, Ben sudah punya keluarga di Jerman. Beliau menikah muda sekali dan anaknya sudah besar-besar."     

Finland sangat terkejut mendengarnya. Selama ini ia sungguh tidak mengetahui bahwa Ben sudah berkeluarga. Pria itu selalu bersama Caspar makanya ia mengira Ben masih sendiri. Istri seperti apa yang bisa selalu ditinggalkan suaminya begitu?     

"Oh... aku tidak tahu..." Finland merasa malu karena ternyata ia tidak terlalu mengenal Ben, padahal Ben adalah salah satu orang paling dekat dengan Caspar selain Jadeith dan Stanis.     

"Tidak apa-apa, kau kan orang baru. Ben biasanya kerja enam bulan di New York bersama tuan Schneider dan enam bulan di Berlin bersama keluarganya. Selain Ben, Tuan Schneider punya asisten satu lagi yang sering menggantikan Ben, kalau tidak salah namanya Jade atau apa. Tapi beliau lebih banyak berada di kantor Jerman, kami jarang melihatnya di sini."     

"Oh, pantas saja..."     

Dalam hati Finland memutuskan untuk lebih banyak bertanya dan memperhatikan orang-orang dekat Caspar agar ia tidak ketinggalan informasi seperti ini.     

Mereka kemudian membahas tentang acara pesta natal esok malam di ballroom hotel St. Laurent. Finland lega karena sepertinya gadis-gadis itu sudah berhenti membahas tentang sang tuan besar. Kupingnya tidak perlu panas lagi mendengar gosip mereka.     

"Besok kita pulang kantor lebih cepat karena karyawan diberi kesempatan untuk bersiap-siap untuk datang ke pesta. Jadi kita bisa ke salon dulu, biar tampil maksimal," kata Ruth. "Besok kalian akan mengajak keluarga? Finland kau bilang kau punya anak, kan? Mau bawa anakmu?"     

"Eh, iya... tapi karena anakku masih kecil kami akan pulang cepat," kata Finland. Ia sudah membicarakan hal ini dengan Caspar dan mereka sepakat bahwa Finland harus datang bersama Aleksis selama setengah jam dan bersosialisasi dengan teman-teman kantornya agar tidak dianggap anti-sosial dan membina hubungan baik dengan mereka, lalu kemudian meninggalkan pesta. Ia dapat kembali ke acara bersama Caspar setelah pesta berlangsung di tengah-tengah.     

"Ohhh... umur berapa?" tanya Jenny antusias. "Ada ayahnya...?     

"Ada, tapi situasinya rumit, maaf ya, aku tidak bisa cerita..." jawab Finland, mulai merasa tidak enak. Ia tidak suka berbohong, tetapi dalam posisinya sekarang akan sangat tidak nyaman kalau ia membuka jati dirinya. Ia hanya ingin bekerja dan belajar di perusahaan Caspar, tidak ingin menarik perhatian.     

Teman-teman kantornya mengira Finland mengalami masalah pribadi yang berat dan berpisah dengan ayah anaknya, sehingga mereka tidak memaksa bertanya lebih lanjut. Hal seperti ini cukup umum di Amerika.     

"Maaf ya, aku tidak bermaksud usil. Pasti akan menyenangkan bisa bertemu anakmu besok malam." Ruth menepuk bahu Finland dengan hangat.     

"Terima kasih..."     

Finland menghabiskan sisa waktunya di lounge membuat database dan kemudian menghubungi perusahaan broker informasi untuk mengadakan wawancara jarak jauh dengan beberapa informan dari Indonesia dalam industri yang sedang dirisetnya.     

Ia ingin menyelesaikan penilaian untuk Trengginas paling lama minggu depan karena setelah pesta natal perusahaan, hanya tersisa waktu kerja satu minggu sebelum libur panjang Natal, Hanukkah, dan Tahun Baru dimulai. Hari kerja terakhir adalah tanggal 20 Desember dan karyawan masuk kerja kembali pada tanggal 3 Januari.     

[Sayang, aku tak bisa ke lantai 30 hari ini, aku harus datang memenuhi undangan gubernur. Kita bertemu nanti malam di rumah ya. Ivan akan mengantarmu pulang.]     

Caspar mengirim SMS kepada Finland saat gadis itu sedang khusyuk membuat laporan.     

[Eh, tidak usah, aku bisa naik subway. Aku belum pernah naik transportasi umum di New York. Aku mau coba sekalian mampir di Stasiun Grand Central yang terkenal itu.] balas Finland.     

[Uhm... kamu senang sekali sih naik kendaraan umum...]     

Caspar tadinya hendak mengomel, tetapi kemudian ia sadar bahwa Finland dan dirinya memang memiliki gaya hidup dan selera yang berbeda. Finland senang berjalan kaki kemana-mana, selama jaraknya masih di bawah 3 km. Ia juga menyukai naik transportasi umum ketika di Paris bersama Jean.     

Itu juga salah satu alasan mengapa Caspar jatuh cinta kepadanya, gadis itu tidak manja dan sangat sederhana. Akhirnya Caspar mengalah. [Baiklah. Kau bisa naik subway. Tapi hati-hati di jalan ya. Aku akan mengirim Ivan dan Jadeith menjagamu dari jauh.]     

Seulas senyum terukir di bibir Finland. Ia mengerti mengapa Caspar begitu berkeras memberikan perlindungan kepadanya. Ia adalah kelemahan suaminya. Setelah apa yang terjadi pada Aleksis dua bulan lalu, mereka tentu akan lebih berhati-hati.     

[Tentu saja. Terima kasih.]     

Finland selalu bersikap awas dan tidak sembarangan karena tak ingin membuat Caspar kuatir, dan ia senang karena ia masih dapat menikmati hidup bebas seperti biasa, walaupun dengan pengawalan yang disediakan untuknya. Ia sudah mengalami bagaimana para pengawal Caspar sangat menjaga privasinya dan tidak pernah terlihat mencolok dan mengganggu. Satu-satunya momen ketika Finland melihat mereka muncul adalah saat orang-orang memfoto Caspar saat mereka sedang antri di restoran nasi ayam Liao Fan dulu.     

***     

Keesokan harinya mood semua karyawan terlihat sangat riang. Hampir tak ada yang bisa fokus bekerja karena mereka semua sibuk membicarakan pesta tahunan perusahaan yang akan digelar nanti malam. Biasanya di pesta natal ini, selain ada acara ramah tamah, makanan yang enak, berbagai pertunjukan menarik, banyak hadiah, perusahaan juga akan mengumumkan keuntungan tahun ini dan berapa banyak bonus yang akan diberikan kepada karyawan.     

Bisa dibilang ini adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu. Bonus biasanya akan masuk beberapa hari kemudian, supaya karyawan semua bisa liburan dengan kantong yang tebal dan berkumpul bersama sanak saudara mereka di hari raya besar. Finland merasa sangat senang karena ia masuk kerja di saat yang tepat, seminggu sebelum pesta natal perusahaan sehingga ia bisa langsung mengalami kemeriahan tersebut.     

Caspar memutuskan untuk bekerja dari rumah hari ini, sehingga Finland hanya berangkat sendirian ke kantor. Ia mengadakan dua meeting jarak jauh dengan sebuah perusahaan broker informasi dan menjadwalkan beberapa interview untuk minggu depannya. Pukul 2 siang Finland sudah kembali ke rumah. Wajahnya tampak puas karena proyek yang dikerjakannya terlihat berjalan dengan sangat lancar.     

"Apakah karyawan baru juga akan mendapatkan bonus di acara pesta natal perusahaan?" tanya Finland sambil menaruh tas kerjanya di sofa lalu bergerak mencium Caspar yang sedang mengutak-atik laptopnya, menunjukkan sesuatu kepada Aleksis dalam pangkuannya.     

"Hei, Sayang... Hahaha... biasanya sih tidak. Kau baru bekerja seminggu, kan?" Caspar menatap Finland dengan pandangan menggoda, "Tapi aku bisa memberimu bonus apa pun yang kau mau."     

"Ah, cuma penasaran saja..." kata Finland balas tersenyum. "Jadi nanti aku datang duluan ke pesta bersama Aleksis, lalu keluar dan Aleksis aku titipkan kepada Rory, kemudian kita datang bersama ke pesta?"     

"Iya. Aku menyusul ya. Aku ada urusan dulu sedikit," kata Caspar mengangguk.     

"Uhm.. Oke." Sebenarnya Finland agak heran karena tidak biasanya Caspar seperti ini. Tadinya ia mengira Caspar akan minta ikut bersamanya ke Hotel St. Laurent dan menunggunya di penthouse sampai ia selesai beramah-tamah dengan teman-teman kantornya lalu datang bersama. Hari ini juga, ia malah memilih bekerja dari rumah. Padahal, biasanya Caspar sepertinya tidak pernah mau jauh darinya.     

Hmm...     

Pukul 5 sore Finland telah siap bersama Aleksis dengan dandanan cantik mereka mengenakan gaun model Victoria (Inggris abad ke-19) dan berangkat ke St. Laurent. Suasana hotel saat itu sangat meriah dan ballroom dengan cepat dipenuhi oleh para karyawan yang berdandan meriah dengan pasangan mereka masing-masing, sebagian malah ada yang membawa anaknya. Di depan ballroom ada meja penerima tamu dan disediakan ratusan topeng cantik untuk tamu yang tidak membawa topeng sendiri.     

Suasana tampak sangat menyenangkan dan hangat. Di dalam ballroom ada puluhan meja makan cantik dan kursi pesta yang memiliki tanda per departemen sehingga ia dapat menemukan teman-teman satu departemennya dengan mudah.     

"Heii... kau datang awal. Acaranya belum mulai..." kata Ruth yang terlihat cantik sekali malam itu. Ia mempersilakan Finland duduk di sampingnya dan ia segera mencium Aleksis yang terlihat seperti malaikat kecil berbaju putri zaman Victoria. "Astaga... ini anakmu? Cantik sekali. Siapa namanya?"     

"Aleksis, Tante," jawab Aleksis sambil tersenyum.     

"Wahhh... sudah cantik, cerdas sekali," cetus Ruth, "Ah, kau membuatku iri. Aku jadi ingin punya anak juga..."     

"Ahahaha.. kau bisa saja, Ruth." Finland hanya tertawa mendengarnya.     

Mereka lalu berbincang-bincang dan menikmati camilan dan minuman yang disediakan di meja sambil menunggu acara dimulai.     

"Di meja paling sudut itu, adalah tempat para bos besar dan pasangannya. Biasanya mereka baru datang di pertengahan acara, saat memberikan sambutan dan pengumuman dari korporat. Meja kita ini kebetulan posisinya sangat strategis, kita bisa mengamati Tuan Schneider dan kekasihnya nanti... Aku penasaran ingin tahu orangnya seperti apa," kata Ruth antusias.     

Finland hanya bisa mendesah mendengarnya.     

Pesta akhirnya dimulai dan para karyawan dengan bersemangat menikmati suguhan pertunjukan musik dan games dari MC, serta hidangan makanan dan minuman pembuka. Suasana semakin malam semakin meriah.     

"Kau tidak minum wine? Ini produk wine anak perusahaan kita sendiri, kualitasnya nomor satu. Aku pribadi takkan mau mengeluarkan uang untuk membelinya karena harganya terlalu mahal... aahaha... Tapi kalau dikasih gratis, aku akan minum banyak-banyak..." kata Ruth gembira.     

Finland menggeleng sambil tersenyum, "Aku sedang tidak minum wine..."     

"Oh ya? Kau muslim? Kok tidak minum alkohol?" tanya Ruth keheranan. Ia ingat Finland adalah keturunan Indonesia dan menyadari bahwa mayoritas penduduk negara itu menganut agama Islam yang mengharamkan minuman beralkohol.     

"Bukan, aku tidak minum wine karena sedang hamil..." Akhirnya Finland mengaku terus terang. Ia tak ingin membuat alasan yang mengada-ada, lagipula, cepat atau lambat kehamilannya akan mulai terlihat.     

Ruth menekap mulutnya karena kaget, "Astaga... hamil lagi? Kau masih begini muda, tapi anaknya sudah mau dua ya..."     

Finland mau protes karena merasa dirinya tidak semuda itu. Usianya sudah hampir 27 tahun. Tetapi kemudian ia sadar bahwa di negara Barat memang kebanyakan wanita karier menunda menikah dan punya anak karena mereka hendak fokus pada pekerjaan, apalagi di Amerika tidak ada cuti melahirkan bagi ibu sehingga sangat sulit bagi mereka untuk punya anak dan karier pada saat yang sama. Biaya penitipan anak dan baby sitter juga luar biasa mahal.     

Berbeda sekali dengan Finlandia, di mana setiap ibu akan mendapatkan cuti dengan gaji penuh selama empat bulan setelah mereka melahirkan anak, dan sang ayah dapat memperoleh cuti dua bulan dengan gaji penuh. Setelah cuti melahirkan ini selesai, salah satu orang tua bisa terus 'cuti' bekerja hingga anaknya berusia 3 tahun dengan mendapatkan gaji 450 euro per bulan dan nantinya bisa kembali ke pekerjaannya yang lama.     

Di Finlandia juga disediakan kotak kardus besar berisi berbagai hadiah untuk setiap bayi dari pemerintah, menjadi semacam starter kit untuk orang tua yang akan memiliki anak. Kotak ini berisi semua perlengkapan untuk bayi baru lahir seperti selimut, pakaian bayi, popok, shampo bayi, bedak, dll, dan kotak itu sendiri dapat difungsikan sebagai tempat tidur untuk bayi.     

Ini dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan semua bayi kesempatan yang setara sejak mereka dilahirkan terlepas dari bagaimanapun latar belakang keluarganya, miskin atau kaya. Tentu semua fasilitas ini dapat dinikmati warga negara Finlandia karena mereka membayar pajak yang sangat tinggi.     

Beberapa tahun yang lalu Swedia juga mulai menerapkan kebijakan serupa dengan memberikan cuti kelahiran (parental leave) sebanyak 16 bulan per anak bagi orang tua, dan sebagian dari cuti itu harus digunakan oleh sang ayah. Misalnya ibu cuti 10 bulan, dan ayah cuti 6 bulan, untuk mengurus bayi mereka. Akan diberikan tambahan hari cuti kalau anak mereka terlahir kembar.     

Itulah sebabnya kini di Swedia, pemandangan ayah yang menghabiskan waktu di kafe bersama anak-anak mereka kini menjadi hal yang lazim, karena ayah pun mendapatkan hak istimewa cuti kerja kalau mereka mempunyai anak. Mereka bisa menghabiskan waktu bersama anak-anaknya saat mereka mengambil cuti ini.     

Norwegia memiliki sistem cuti kelahiran yang murah hati dan fleksibel. Para ibu dapat mengambil cuti 35 minggu dibayar penuh atau 45 minggu dengan gaji 80%, dan para ayah dapat mengambil cuti hingga 10 minggu tergantung penghasilan istrinya.     

Bersama-sama, kedua orang tua juga dapat memperoleh cuti tambahan 46 minggu dengan gaji dibayar penuh atau 56 minggu dengan bayaran 80%. Tidak semua negara maju menerapkan sistem yang ramah anak seperti ini. Di Amerika, walaupun warganya membayar pajak tinggi, fasilitas kesehatan dan tunjangan yang mereka peroleh jauh di bawah itu. Pria dan wanita tidak mendapatkan cuti kalau mereka mempunyai anak, karena tidak diatur dalam undang-undang.     

Itulah sebabnya di Amerika, eksekutif perempuan lebih sedikit dibandingkan eksekutif pria, karena perempuan terpaksa harus memilih antara keluarga atau karier dan tak dapat berkompromi dengan anak bila mereka ingin mencapai kedudukan puncak.     

Beberapa perusahaan yang lebih progresif seperti Facebook, Netflix, dan Google mempunyai kebijakan internal yang memberikan cuti kepada ibu dan ayah saat mereka memiliki anak, tetapi jumlahnya tetap tidak terlalu banyak.     

Maka dapat dimaklumi, mengapa Ruth tampak sangat terkejut melihat Finland memiliki anak dan bahkan sedang hamil anak berikutnya, di tengah persaingan kerja seperti sekarang ini.     

"Kau nekad ya... Punya anak dua di usia begini muda dan kesibukan kerja seperti sekarang... Astaga..." Ruth meneguk habis wine-nya dan memberi tanda kepada pelayan untuk mengisi ulang gelasnya. "Semoga berhasil."     

Finland hanya bisa tersenyum. Ia tentu takkan mau hamil lagi, kalau harus membesarkan anaknya sendirian. Ia sudah tahu betapa beratnya hidup sendiri. Satu-satunya penyebab ia dan Aleksis mampu bertahan adalah karena Lauriel mendampingi mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.