The Alchemists: Cinta Abadi

Pindah ke New York



Pindah ke New York

0Karena Caspar dan Lauriel bersahabat, tentu Caspar tak tega menolak permintaan terakhir Lauriel. Apalagi ia juga berharap selama beberapa bulan ke depan Lauriel dapat berubah pikiran dan memutuskan untuk tidak meminum kematian.     

Lauriel tinggal bersama keluarga Schneider di mansion mereka di Palo Alto selama seminggu sebelum akhirnya mereka bertolak ke New York. Di sana Caspar memiliki sebuah mansion dan townhouse di sebelah mansionnya yang dulu ia beli karena tetangganya berisik. Ia juga memiliki penthouse di Hotel St. Laurent New York yang jarang ditempatinya.     

Agar tidak mengganggu privasi masing-masing, Lauriel dipersilakan tinggal di penthouse sementara Caspar dan keluarganya berdiam di mansion mereka. Finland akan mulai bekerja di perusahaan Grup Schneider di Fifth Avenue dan, saat ia bekerja, Lauriel seperti biasa akan mengambil Aleksis dan menjaganya.     

Pengaturan ini dirasa win-win bagi semua orang, seolah mereka kembali pada kehidupan mereka dulu di San Francisco. Bedanya, kini ada Caspar di sisi Finland, dan gadis itu pun tidak lagi bekerja di perusahaan milik orang lain melainkan suaminya sendiri.     

Tentu saja, tidak seorang pun di kantor mengetahui identitas Finland sebenarnya, agar tidak menimbulkan kecanggungan di antara rekan sekerjanya. Stanis telah mengatur seolah Finland adalah karyawan transfer dari San Francisco yang akan mulai bekerja di divisi baru dalam departemen Market Research.     

"Bagaimana, kau suka rumah kita?" tanya Caspar saat mereka tiba di mansion mereka. New York adalah salah satu kota termahal di dunia, dan memiliki mansion di pusat kotanya di Manhattan sana rasanya tidak terbayangkan. Finland hanya bisa menahan napas. Mansion itu terdiri dari tiga lantai dan ternyata sebelum mereka tiba Caspar telah memerintahkan renovasi kilat agar dipasang lift supaya istrinya yang sedang hamil tidak perlu naik turun tangga.     

Astaga... Finland hanya bisa geleng-geleng.     

"Kau tahu bahwa naik-turun tangga itu adalah bentuk olahraga, dan ibu hamil sebaiknya rajin berolahraga?" tanyanya kepada Caspar, tak dapat menyembunyikan rasa geli.     

"Masih banyak jenis olahraga lain yang lebih menyenangkan untuk dilakukan," kata Caspar tidak mau kalah, ia lalu mengedip nakal, memancing tawa terbahak-bahak dari istrinya. "Nah, kulihat kau setuju denganku..."     

"Dasar..." Finland hanya bisa memukul bahunya.     

Kamar yang paling indah dan megah terletak di lantai paling atas, itulah sebabnya Caspar berkeras memasang lift, agar Finland tidak lelah naik turun tangga. Ia tak ingin mengorbankan hidup mereka dengan tinggal di kamar di lantai dasar yang menurutnya tidak sesempurna kamar lantai tiga yang sangat disukainya.     

Dengan cepat ia membantu Finland menata barang-barang mereka di kamar dan mengajak Finland dan Aleksis menjelajahi rumah baru mereka. Semuanya sungguh indah dan ditata penuh selera tinggi.     

Finland ingat Jadeith mengatakan bahwa New York adalah salah satu tempat tinggal tetap Caspar selain di Jerman. Tentu rumahnya di sini ditata secara istimewa karena ia sangat banyak menghabiskan waktu di sini.     

Ada sangat banyak kamar besar dan ruang duduk di setiap lantai. Ada perpustakaan dan dua ruang tamu, ruang makan yang sangat luas, dapur yang seperti restoran, dan taman belakang yang cantik dengan kolam renang dan kolam ikan yang besar. Ada juga air terjun buatan dan gazebo tempat bernaung sambil berayun dan membaca.     

Semuanya terasa sempurna. Rumah mereka itu sangat privasi dan megah. Finland merasa ia pun dapat menikmati tinggal di sini berlama-lama.     

"Aku suka rumahnya..." bisik Finland senang, "Selera kita sama kalau soal rumah."     

"Aku senang mendengarnya," kata Caspar, mencium Finland dengan gembira. "Mau makan di rumah atau di luar?"     

"Uhmm... di rumah saja..." kata Finland. Ia ingat setiap mereka makan di restoran, banyak orang memandangi mereka, dan rasanya tidak nyaman. Ia mulai mengerti mengapa Caspar sangat menyukai privasi.     

"Baiklah... aku akan mengundang Lauriel untuk makan malam di sini."     

"Ide bagus," kata Finland.     

Walaupun Lauriel tinggal di penthouse hotel, sebisa mungkin mereka akan melibatkannya dalam kehidupan Aleksis. Mereka sehati, ingin Lauriel membatalkan niatnya untuk mengambil kematian.     

Malam itu Finland berkeras membantu di dapur. Ia pun jago memasak, hanya saja selama ini ia memasak tanpa resep. Sebagai mahasiswa miskin, biaya hidupnya bisa lebih murah kalau ia memasak sendiri makanannya. Bahkan setelah bekerja ia masih sering membawa sendiri kotak bekal dari rumah supaya hemat tidak usah membeli makan siang di luar.     

"Rasanya tidak adil kalau kau terus-terusan yang memasak..." kata Finland saat menyingsingkan lengan bajunya dan mengambil apron. "Aku juga bisa kok..."     

Caspar hanya tertawa, "Aku benar-benar nggak keberatan, kok. Lagian aku suka memasak..."     

"Iya, aku tahu... masakanmu enak, karena kau sudah memasak selama ratusan tahun... Tapi aku sebagai perempuan juga ingin menunjukkan kemampuanku..." kata Finland berkeras, "Kau kan belum pernah makan masakanku? Aku ingin menunjukkan rasa cinta lewat makanan juga..."     

Caspar diam mendengarnya, lalu seulas senyum terkembang di wajahnya. Ia pun mengangguk senang, "Aku mau merasakan cintamu lewat masakan... Baiklah... kau mau masak apa?"     

"Masakan sederhana, sih... nggak sulit diucapkan seperti semua masakanmu yang sophisticated itu..." kata Finland tersipu, "Aku suka masak mie goreng dan nasi goreng..."     

"Hahahaha... baiklah. Aku akan memakannya. Kau masak mie goreng atau nasi goreng, biar selebihnya aku yang urus."     

Finland berjingkat dan mencium Caspar lalu bergegas mengambil bahan-bahan yang dibutuhkannya dari kulkas sambil bersenandung kecil. Caspar hanya melihatnya dengan terpukau dan kemudian mengangguk-angguk sambil tersenyum sendiri.     

Keduanya sibuk di dapur sementara Aleksis bermain di halaman belakang dengan Ben. Bocah itu telah menemukan lubang kelinci dan dengan gembira mengejar beberapa kelinci keluar dari sarangnya.     

Lauriel tiba untuk makan malam dan suasana di meja makan terasa hangat sekali saat mereka menikmati masakan Caspar dan Finland yang dibuat dengan penuh cinta, serta mendengarkan petualangan Aleksis bersama gerombolan kelinci tadi sore.     

Rasanya hidup mereka di New York akan terasa sangat menyenangkan.     

Hari Senin Finland akan memulai pekerjaannya di kantor baru selama beberapa bulan, Caspar tak sabar menghabiskan waktu setiap hari melihat Finland di kantornya, dan Lauriel tak sabar menghabiskan waktu bersama Aleksis saat kedua orang tuanya pergi bekerja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.