The Alchemists: Cinta Abadi

Berita Gembira



Berita Gembira

0Finland dan Caspar berjalan bergandengan ke mobil dan Caspar dengan sangat teliti menempatkan Aleksis di car seat sebelum kemudian membukakan pintu untuk Finland dan baru masuk ke kursi pengemudi.     

"Kamu gentleman sekali ya..." puji Finland.     

"Aku kan laki-laki kuno," balas Caspar. Finland hanya tersenyum mendengarnya. Memang sejak mengenal Caspar, ia memperhatikan bahwa pria itu sangat bersopan santun dalam memperlakukan wanita. Ia tak pernah mengumpat di depan perempuan, selalu membukakan kursi dan pintu hampir seperti otomatis, dan selalu bersikap sangat melindungi. Saat mereka menyeberang jalan misalnya, ia akan otomatis mengambil posisi luar yang menghadang jalan sehingga perempuan yang berjalan bersamanya akan merasa dilindungi.     

Menurut Finland di zaman modern ini banyak laki-laki yang menggunakan emansipasi sebagai alasan untuk bersikap tidak gentleman. Ia sering melihat posting di internet bahwa laki-laki yang mendapat kursi di bus atau kereta akan membiarkan perempuan berdiri dengan alasan, "Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama, kenapa saya harus memberikan kursi saya hanya karena dia perempuan? Saya juga capek kalau berdiri."     

Ketika Finland membahas itu kepada Caspar, pemuda itu hanya tertawa gelak-gelak.     

"Memang zaman mengalami perubahan," kata Caspar. "Dulu laki-laki bisa mengorbankan mantelnya untuk menutupi kubangan air yang ada di jalan agar perempuan bisa berjalan di atasnya tanpa terkena becek dan sepatunya tidak basah. Karena laki-laki memang dididik untuk melindungi dan memperlakukan perempuan dengan hormat. Laki-laki juga akan menjaga bicaranya kalau ada perempuan di ruangan yang sama, mereka tidak bicara kotor atau mengumpat karena menghargai perempuan."     

"Aku sering melihat di film-film tentang zaman kuno begitu, apakah memang dulu benar-benar seperti itu budayanya?" tanya Finland penasaran.     

"Benar. Tetapi kau harus ingat bahwa dulu perempuan, walaupun mereka diperlakukan dengan hormat di permukaan, tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan baru bisa ikut Pemilu beberapa puluh tahun yang lalu, setelah ada banyak demonstrasi dari kaum perempuan berpendidikan (suffragette), sebelumnya mereka hanya bisa menerima segala keputusan yang dibuat laki-laki atas bangsa dan negara dan kehidupan mereka dan tidak punya hak pilih. Sepintar atau sehebat apa pun seorang perempuan, dulu mereka tetap hanya warga kelas dua. Bahkan Marie Curie dulu tidak boleh menerima penghargaan Nobel karena dia perempuan, untunglah suaminya Pierre menolak menerima Nobel seorang diri kalau istrinya tidak mendapat pengakuan yang sama - karena penemuan radiasi adalah hasil penelitian mereka berdua. Untunglah zaman akhirnya berubah pelan-pelan. Perang dunia dan revolusi industri berkontribusi mengubah situasi. Karena banyak laki-laki yang pergi berperang, maka perempuanlah yang menjadi pilar kehidupan untuk menyokong ekonomi. Tanpa adanya perempuan-perempuan yang bekerja di saat para pria berperang, maka perekonomian pasti sudah hancur. Aku setuju dengan semua gerakan kesetaraan gender, tetapi karena aku terbiasa menghormati perempuan seperti di zaman kuno, aku tidak bisa berubah - aku terbiasa berlaku 'gentleman' seperti ini..." kata Caspar sambil tersenyum. Ia terbatuk pelan saat mengingat bahwa di satu sisi ia memang seorang gentleman, tetapi di sisi lain ia dulu sering mencampakkan perempuan, "Uhm... aku tahu aku bukan malaikat, dan aku melakukan banyak kesalahan di masa lalu. Tetapi semoga sekarang aku sudah menjadi versi laki-laki yang lebih baik."     

Finland menyentuh pipinya dengan penuh kasih sayang dan balas tersenyum, "Sejak aku mengenalmu, kau tidak pernah bersikap seperti laki-laki brengsek. Aku juga senang kau masih bersikap seperti laki-laki kuno dalam bersopan santun... Rasanya menyenangkan diperlakukan seperti perempuan zaman dulu.."     

"Hahaha... baiklah kalau begitu," kata Caspar senang. "Ngomong-ngomong, kau tahu kenapa laki-laki harus mengambil posisi di bagian luar kalau dia berjalan dengan perempuan?"     

"Karena tubuhnya lebih dekat ke jalan dan bisa melindungi perempuan dari kendaraan yang lewat?" tanya Finland penasaran.     

"No, ini adalah kebiasaan yang sudah ada dari abad pertengahan, dulu belum ada mobil dan kereta kuda juga masih jarang melintas." Caspar tampak agak geli sangat mengingat masa lalu, "Hmm... dulu biasanya rumah-rumah terdiri atas dua lantai, dan orang sering membuang air bekas cucian lewat jendela atas. Kalau laki-laki dan perempuan berjalan bersama, yang laki-laki akan berjalan di bagian luar supaya kalau ada orang dari rumah yang mereka lewati kebetulan sedang membuang air cucian, si perempuan tidak kena karena posisinya yang lebih dekat dengan tembok. Air akan mengguyur laki-laki yang berjalan di bagian luar tadi..."     

"Oh ya?" Finland menekap mulutnya tidak percaya, ternyata itu alasannya kenapa laki-laki dan perempuan kalau berjalan berada di posisi seperti itu. Kalau di zaman modern ini, tentunya untuk melindungi perempuan dari kendaraan yang lewat, tapi ternyata di zaman dulu untuk melindungi perempuan dari air bekas cucian. Ia tidak menduganya sama sekali.     

"Hmm.. mau tahu satu hal menarik lagi?" tanya Caspar.     

"Apa itu?"     

"Kenapa kancing baju perempuan ada di sebelah kiri dan kancing baju lelaki ada di sebelah kanan?"     

Finland seketika memperhatikan kancing pada kemejanya dan kemudian kancing pada kemeja Caspar. Benar saja, posisinya berlawanan. Ia tak pernah memperhatikan ini sebelumnya.     

"Astaga, kau benar... Posisinya terbalik. Kancing bajuku ada di sebelah kiri... Kancing bajumu ada di bagian kanan." Finland mengerutkan keningnya keheranan, "Apakah ini ada hubungannya dengan emansipasi juga?"     

"Uhm, tidak. Sebenarnya waktu kancing pertama kali ditemukan beberapa abad yang lalu, hanya perempuan dari kalangan atas yang mampu membeli kancing untuk pakaiannya. Perempuan kaya dan bangsawan di zaman itu tidak pernah memakai pakaian sendiri, mereka akan dibantu berpakaian oleh pelayan, kau tahu sendiri mode busana di zaman dulu sangat rumit dan menyusahkan, kecuali kalau kau perempuan miskin - sebab perempuan miskin akan mengenakan pakaian sederhana yang tidak perlu bantuan pelayan. Nah, kancing dipasang di sebelah kiri pakaian supaya saat dikenakan akan berada di sebelah kanan sang pelayan sehingga lebih mudah dikancingkan. Sementara laki-laki yang pakaiannya tidak terlalu rumit bisa memasang sendiri kancingnya, jadi posisinya akan ditaruh di sebelah kanan pakaian. Pria zaman dulu juga sering menyimpan senjata di balik pakaiannya, jadi mereka harus dapat mengaksesnya dengan lebih mudah. Itu alasan lain mengapa kancing pakaian pria ada di sebelah kanan. Walaupun sekarang baik laki-laki dan perempuan bisa mengenakan pakaian sendiri dan tidak ada yang menyimpan senjata di balik pakaian, tradisi itu telah berlangsung selama ratusan tahun dan sudah sulit untuk diubah. Makanya hingga kini kancing baju perempuan terletak di sebelah kiri dan kancing baju laki-laki ada di sebelah kanan."     

Caspar tersenyum senang melihat penjelasannya membuat Finland terpukau. Akhirnya pengetahuannya selama hidup ratusan tahun bisa berguna untuk membuat gadis itu terkagum-kagum. Caspar tak sabar untuk menceritakan banyak hal yang lain yang dialami dan diketahuinya sepanjang ia hidup di bumi selama hampir 450 tahun ini.     

"Uhm... kau tahu kenapa kalau orang menikah, biasanya si istri mengenakan cincin kawin dan laki-laki tidak?" tanya Caspar lagi.     

"Uhmm... karena cincin yang berbentuk lingkaran itu tidak memiliki ujung, menandakan ikatan cinta tanpa akhir?" tanya Finland. "Aku baca sih begitu..."     

Caspar tertawa kecil. Awalnya ia terlihat ragu untuk melanjutkan bicaranya, tetapi kemudian karena melihat pandangan Finland yang menatapnya penuh rasa ingin tahu, akhirnya ia menjelaskan juga.     

"Sebenarnya di zaman purba dulu, laki-laki mengikat perempuan yang menjadi miliknya dengan tali supaya tidak kabur, untuk menunjukkan kepemilikan. Seiring dengan berlalunya waktu, praktik itu dianggap tidak manusiawi dan ikatannya dibuat semakin kecil, hanya kakinya saja, lalu akhirnya hanya jarinya. Kemudian tindakan itu diromantisasi dengan menjadikannya simbol cinta oleh bangsa Yunani dan mereka menaruh cincin di jari manis karena katanya jari manis memiliki pembuluh darah yang terhubung langsung ke hati... Mereka bilang lingkaran adalah simbol cinta tanpa ujung dan bla bla bla... Padahal itu hanyalah simbol pengganti ikatan tali di zaman purba dulu.." Caspar tersenyum rikuh dan mengangkat bahu saat melihat ekspresi Finland yang terkejut, "Maaf ya, memang begitulah ceritanya. Cincin itu hanya simbol kepemilikan. Ini kemudian menjadi praktik umum di seluruh dunia bahwa perempuan yang mengenakan cincin di jari manisnya sudah ada 'pemiliknya' supaya laki-laki lain tidak berusaha mengganggu perempuan tersebut. Sekarang banyak pasangan yang sama-sama mengenakan cincin, untuk menegaskan bahwa si lelaki juga sudah ada pemiliknya. Ya, karena emansipasi di zaman modern ini..."     

"Astaga..." Finland menatap jari manisnya yang mengenakan cincin berlian pink dari Caspar. "Lalu ini? Tanda kepemilikan? Aku milikmu?"     

Sesaat Finland merasa kecewa karena cincin ternyata memiliki sejarah yang sexist*. Itu merupakan tanda kepemilikan seorang lelaki terhadap perempuan yang menjadi istrinya.     

Saat ini ia mengenakan cincin dari Caspar, sementara tangan lelaki itu bersih dari cincin apa pun...     

"Tentu kau adalah milikku, dengan atau tanpa cincin, sama seperti aku adalah milikmu." kata Caspar cepat, "Jangan konyol. Aku memberimu cincin itu karena menurutku cincin itu akan kelihatan cantik di tanganmu. Aku tidak akan pernah mengikatmu secara harfiah ataupun dengan simbol apa pun. Saat kau meninggalkanku tiga tahun lalu, aku juga tidak memaksamu untuk tinggal, kan?"     

Finland membenarkan perkataan Caspar.     

Ah, jadi cincin ini hanyalah tanda cinta. Bukan tanda ikatan. Pikiran itu membuatnya sedikit lega. Ia ingat memang Caspar selalu menghormati keinginannya. Dulu saat Finland berkeras agar Caspar tidak menggunakan akses luar biasanya, pemuda itu menepati janjinya. Ia bahkan tidak memaksa mengejar Finland yang ingin pergi meninggalkannya, walaupun ia sangat mencintai gadis itu dan menderita selama 3 tahun saat mereka tidak bersama.     

Memikirkan ini membuat Finland merasa terharu.     

"Aku mencintaimu..." kata Finland. "Aku milikmu... dengan atau tanpa cincin atau apa pun... Aku berharap bisa hidup selamanya di sampingmu, membesarkan anak-anak kita dan melihat mereka hidup bahagia."     

Caspar menoleh ke arah Finland dengan wajah haru. Ia menggenggam tangan kiri gadis itu dan mengecupnya.     

"Aku juga mencintaimu. Aku akan menghormatimu dan menjagamu serta anak-anak kita selamanya..."     

Finland tertunduk senang. Ia selalu bahagia mendengar pernyataan cinta dari Caspar yang tidak pernah pelit keluar dari bibirnya.     

"Uhm.. memangnya kau mau punya anak berapa?" tanya Finland.     

"Uhm... sepuluh?" tanya Caspar dengan suara jahil.     

"Astaga! Caspar! Kau pikir aku ini pabrik pembuat anak?" tanya Finland gemas.     

"Uhm... oke.. oke... bagaimana kalau tiga? Aku ini tiga bersaudara... Rasanya senang kalau anak-anak kita bisa memiliki saudara yang hubungannya akrab dan hangat. Aku sangat dekat dengan Flora dan Aldebar," kata Caspar kemudian, suaranya terdengar serius. "Menurutku, saudara-saudaraku adalah hal terbaik dalam hidupku setelah orang tua kami meninggal."     

"Uhm... baiklah. Tiga masih masuk akal," Finland mengangguk. "Sekarang sudah ada dua, berarti tinggal satu lagi."     

Perlu waktu sepuluh detik bagi Caspar untuk menyadari maksud kata-kata Finland.     

Ia menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba di pinggir jalan dan terpaku.     

"A... apa kau bilang?" Ia lalu menatap Finland dengan pandangan bingung. "Astaga... Kau hamil? Sungguh??"     

Finland mengangguk.     

"Harusnya aku datang bulan beberapa hari yang lalu. Aku sudah memeriksa dengan testpack tadi pagi dan hasilnya positif. Tadinya aku mau bilang ketika kita sedang makan malam romantis atau apa... hahaha..." Finland mengelus pipi Caspar yang masih terkesima sambil tertawa geli, "Tapi aku tidak tahan lagi karena hari ini kau sungguh membuatku terpesona."     

Caspar segera keluar dari mobil lalu membuka pintu bagian penumpang. Ia memberi tanda agar Finland keluar.     

"Uhm... kenapa?" tanya Finland bingung sambil keluar dari mobil.     

"Karena aku ingin memelukmu dengan semestinya...." Caspar segera menarik gadis itu ke dalam dekapannya dan berbisik mesra di telinganya. "Aku mencintaimu... Terima kasih karena kau sudah kembali dalam kehidupanku. Terima kasih karena memberiku keluarga baru..."     

Finland sangat terharu, ia membenamkan wajahnya di dada Caspar dan menangis perlahan. Ia sangat terharu. Dadanya dipenuhi perasaan bahagia yang meluap-luap. Kini ia merasa hidupnya benar-benar sudah lengkap dan ia merasa bersyukur. Di sinilah tempatnya seharusnya. Di sinilah rumahnya. Bersama pria ini dan anak-anak mereka.     

Keduanya tidak mempedulikan pandangan orang-orang yang lewat di jalan yang menatap dengan iri. Perhatian kedua manusia itu hanya tertuju pada satu sama lain.     

"Ini momen istimewa. Aku ingin membawamu ke tempat istimewa..." bisik Caspar, "Malam ini kita tak usah pulang ke apartemenmu ya? Aku ingin kita bermalam di rumah di Palo Alto. Kau akan suka tempatnya, rumahnya bagus sekali..."     

Finland ingat ia dan Caspar memiliki selera yang mirip mengenai rumah. Ia yakin ia pasti akan menyukai rumah yang disukai Caspar. Tapi Palo Alto terlalu jauh dari kantornya.     

"Tapi aku besok harus bekerja..." cetus Finland ragu.     

"Besok kau beristirahat saja bersamaku di rumah. Aku akan memanjakanmu. Tony pasti akan mengerti. Kau bisa datang ke kantor besok lusa," kata Caspar tenang, tetapi nadanya tidak bisa dibantah.     

"Uhm... baiklah." Finland akhirnya menyerah.     

Caspar menciumnya dengan hangat dan akhirnya melepaskan pelukannya.     

"Ayo kita pulang."     

.     

.     

*Sexist = paham yang merendahkan salah satu gender     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.