The Alchemists: Cinta Abadi

Di Palo Alto dan San Francisco



Di Palo Alto dan San Francisco

0Setelah sarapan, Finland hendak berangkat ke kantor sendiri tetapi Caspar berkeras ingin mengantarnya. Hotel segera menyiapkan mobil dengan car seat dan tidak lama kemudian mereka telah berkendara menuju kantor Finland di Financial District.     

"Terima kasih kau sudah mengantarku," kata Finland sambil mencium pipi Caspar dan turun dari mobil. "Kau akan ke hotel untuk bekerja?"     

"Mungkin besok. Hari ini aku mau lihat-lihat rumah di Palo Alto dulu," kata Caspar.     

"Baiklah. Nanti kabari saja kalian sedang apa. Aku bekerja dulu."     

Setelah Finland masuk ke dalam gedung, Caspar segera melajukan mobilnya ke arah Selatan. Ia sangat jarang ke San Francisco, bisa dibilang selama 20 tahun terakhir ia tidak pernah menginjak kawasan itu. Saat ke negara bagian California ia lebih memilih ke San Diego atau Los Angeles yang hangat. San Francisco terlalu dingin untuk seleranya. Tetapi seiring dengan waktu Stanis membeli dan menambah aset tanpa Caspar dapat mengikuti satu per satu, termasuk rumah di Palo Alto ini dan perkebunan anggur di Napa Valley.     

Properti yang dibelinya sendiri karena ia suka dapat dihitung dengan seluruh jari tangannya saja, seperti rumah cantik di Seattle yang dibelinya tiga tahun lalu untuk dihadiahkan kepada Finland, Rose Mansion di Singapura, rumah tetangganya di New York yang diisi oleh penghuni yang ribut - supaya mereka tidak bisa lagi memutar musik keras-keras, dan beberapa bangunan lainnya.     

Ia bahkan pernah hendak membeli sebuah rumah kolonial di Pretoria - Afrika Selatan yang sangat ia sukai, dan ketika ia menyuruh Stanis mengurus pembeliannya, ternyata rumah itu sudah menjadi miliknya beberapa tahun yang lalu tanpa ia sadari. Hal itu masih menjadi bahan tertawaannya dan Stanis hingga sekarang.     

Itulah sebabnya, kini kalau ia tiba di kota baru ia lebih senang menghubungi Stanis terlebih dahulu dan memastikan aset apa yang dimilikinya. Caspar sudah hidup seperti ini untuk ratusan tahun dan ia sadar dirinya terlalu dimanjakan oleh kekayaan yang dimilikinya seumur hidupnya.     

Ketika memasuki kota Palo Alto, Caspar mengangguk-angguk puas. Ini adalah daerah yang sangat cantik dan tenang. Ia menyetir mobilnya berkeliling untuk melihat-lihat lingkungan di sana dan memastikan ia sangat menyukai suasananya.     

Ketika sudah puas, ia baru menuju ke mansion miliknya di area Palo Alto Hills. Palo Alto adalah salah satu kota tinggal termahal di Amerika dan di sana banyak berdiam para milyarder teknologi seperti Steve Jobs pendiri Apple dan Mark Zuckerberg pendiri Facebook.     

Dari beberapa wilayah di Palo Alto, area Leland Manor, Crescent Park dan Palo Alto Hills adalah yang termahal. Lokasinya yang dekat dengan Silicon Valley dan Universitas Stanford membuat harga properti di daerah itu menggila selama beberapa belas tahun belakangan.     

Stanis telah membeli mansion di Palo Alto Hills ini 20 tahun lalu dan harganya telah naik beberapa kali lipat sejak booming teknologi di awal tahun 2000an. Semua rumah milik Caspar yang ada di seluruh dunia diurus oleh staf yang diatur sendiri oleh Stanis sebagai kepala rumah tangga keluarga Schneider. Bangunan yang tidak dipakai Caspar akan disewakan atau digunakan untuk berbagai keperluan agar selalu terawat dan tidak cepat rusak.     

Tempat tinggal Caspar yang tetap hanyalah kastil di Stuttgart, mansion di Berlin, dan mansion di New York. Selebihnya Caspar akan tinggal di berbagai penthouse atau suite hotelnya di seluruh dunia bila ia perlu bepergian. Setahun sekali ia juga akan berkunjung ke Singapura selama sebulan dan menghabiskan waktu di Rose Mansion.     

Tiga tahun lalu ia mengubah kebiasaannya dengan memperpanjang masa tinggal di Singapura hingga 6 bulan karena ia jatuh cinta kepada gadis yang ditemuinya di bandara. Dan selebihnya, sudah menjadi bagian dari sejarah cinta mereka.     

Mansion yang ditujunya di Palo Alto Hills sangat cantik. Letaknya di puncak bukit dan memiliki pemandangan alam yang sangat menakjubkan, dan penghuninya mendapat akses ke lapangan golf dan country club.     

Gerbang mansion itu berwarna putih tinggi dan memiliki halaman yang sangat luas dengan kolam renang di bagian belakang. Ia tak berminat berenang di akhir musim gugur seperti ini karena pasti sangat dingin, tetapi barbekyu di halaman berumput di samping kolam renang pasti akan terasa sangat menyenangkan, pikirnya.     

Dua orang staf menyambut kedatangannya di pintu dan dengan sigap menyediakan minuman dan mainan untuk Aleksis. Mansion itu memiliki 6 buah kamar master dan desainnya sangat elegan. Caspar menyukai selera Stanis.     

Hmm.. kalau ia boleh memilih, tentu lebih menyenangkan tinggal sebulan di mansion ini daripada di apartemen Finland yang kecil, tetapi ia tidak mau mengecewakan gadis itu dan harus menahan keinginannya.     

Baiklah... kami bisa menginap di sini pada akhir pekan, pikirnya.     

Setelah bermain dengan Aleksis sepanjang hari dan membacakan buku untuknya, Caspar baru sadar ia sama sekali tidak bekerja hari itu. Ia sebenarnya agak heran karena biasanya ia sangat suka bekerja dan menyibukkan diri, tetapi hari ini ia sangat menikmati menyetir menjelajahi kota dan bermain dengan anaknya.     

Ah, inikah rasanya menjadi orang tua?     

Dalam hati ia merasa kasihan kepada para orang tua lain yang pasti sangat ingin menghabiskan seluruh waktu mereka untuk bersama anak-anaknya, tetapi mereka terpaksa harus bekerja untuk mencari nafkah.     

Caspar tidak perlu bekerja, ia memiliki kekayaan yang cukup untuk puluhan generasi. Sampai saat ini ia hanya bekerja karena ia menyukainya. Seandainya ia orang tua biasa, ia takkan dapat memperoleh kesempatan bersenang-senang begini dengan Aleksis tanpa harus bekerja seharian.     

"Hmm... sudah hampir sore. Mama pasti sebentar lagi selesai bekerja, sebaiknya kita jemput Mama dari kantor ya," kata Caspar kepada Aleksis yang sedang asyik memetik bunga-bunga dari pekarangan mansion. "Kita bawa bunganya untuk Mama."     

Aleksis mengangguk senang dan mencabut beberapa batang bunga dan dengan bangga menyerahkannya kepada ayahnya. Caspar menuntun anak itu ke mobil dan menaruhnya di car seat lalu kembali melaju ke pusat kota San Francisco.     

***     

Finland menghabiskan setengah hari kerjanya untuk meladeni semua pertanyaan teman-temannya tentang hubungannya dengan Jean, ke mana si pengasuh Aleksis yang tampan itu, dan mengapa ia memutuskan berhenti bekerja.     

"Aduh... aku tidak tahu kalian ini orangnya tukang gosip semua..." keluh Finland sambil tertawa. "Aku dan Jean hanya sahabat. Aku kan sudah bilang waktu itu, aku punya teman yang sedang koma... Dia itulah Jean."     

"Ya ampuuuunnnn... Kenapa nggak bilang?" protes Lucia. "Aku kan suka banget sama Jean. Kalau aku tahu kau punya akses ke dia, aku pasti sudah menitipkan berbagai hadiah untuknya."     

"Ahahaha... memangnya kau mau kasih hadiah apa, sih?" tanya Finland geli, "Aku bisa kasih dia kalau nanti dia datang ke sini."     

"Jean akan datang ke sini???? Benarkah??? KAPAANN???" Lucia dan Anne tampak sangat bersemangat.     

"Waduh... aku belum tahu, sebentar aku tanyakan dulu ya..." Finland geleng-geleng dan mengangkat ponselnya. "Hai Jean... ada beberapa penggemarmu di sini. Kapan acara promo film-mu yang di San Francisco itu?"     

Anne dan Lucia seketika menjerit-jerit histeris saat Finland menyalakan speaker pada ponselnya dan mereka bisa mendengar suara Jean. Tony yang lewat ruangan mereka tampak memutar bola matanya sambil cemberut melihat tingkah gadis-gadis itu.     

"Heii.. Fin. Aku barusan cek jadwalnya, minggu depan. Ajak saja teman-temanmu ikut. Nanti aku kirim undangannya ya.." kata Jean.     

Lucia merasakan pipinya panas dan ia hampir pingsan mendengarnya.     

Finland hanya tertawa melihat tingkah konyol teman-teman kantornya. Dalam hati ia merasa agak sedih karena akan meninggalkan mereka. Selama 2,5 tahun ini Anne dan Lucia telah menjadi teman baiknya dan sudah banyak membantunya. Tanpa mereka dan Lauriel, hidupnya di San Francisco pastilah sudah sangat berat dan menyedihkan.     

Setelah berbincang-bincang sedikit dengan Jean, akhirnya Finland bisa kembali bekerja. LTX telah memiliki 3 kandidat pengganti dirinya dan Tony ingin Finland ikut mewawancarai mereka untuk menentukan siapa yang akan dipekerjakan. Setelah makan siang ia harus menghadiri ketiga wawancara tersebut.     

Gadis yang disukai Finland kebetulan merupakan kandidat yang disukai Tony, sehingga hari itu juga mereka sudah dapat menentukan siapa karyawan baru yang akan masuk Departemen Market Research menggantikan Finland. Mulai besok, ia harus melatih gadis itu untuk melakukan pekerjaannya.     

"Astaga, capek sekali..." keluh Finland. Ia sangat suka bekerja, tetapi selama hampir 3 bulan terakhir ini hanya hanya bekerja part time, dua hari dalam seminggu karena petualangannya bersama Lauriel di Brasil, dan insiden dengan Alexei dan Katia. Kini kembali bekerja dari pagi hingga sore, dipenuhi dengan laporan dan rapat membuat energinya terkuras.     

"Finland... apakah pengasuh Aleksis akan datang lagi?" tanya Anne dengan penuh harap ketika mereka sedang sibuk membereskan barang-barang mereka untuk pulang.     

"Uhm.. kurasa tidak. Dia sedang sibuk di Inggris," jawab Finland.     

"Kalian pacaran nggak, sih?" tanya Lucia penasaran. Mereka tahu Finland minta cuti cukup lama kemarin karena bepergian dengan Lauriel. Pria itulah yang meminta sendiri secara pribadi kepada Tony di acara pertunangannya dulu. Tentu mereka penasaran apa hubungan di antara Finland dan Lauriel sebenarnya.     

"Ahahahaha... kami nggak pacaran," kata Finland sambil menggeleng halus. "Dia itu ayah angkatnya Aleksis, dan juga sahabat suamiku."     

"Suami?" Anne dan Lucia saling pandang keheranan. Mereka ingat sejak bertemu Finland pertama kali 2,5 tahun yang lalu, gadis itu sedang hamil dan tidak memiliki pendamping. Ia tak pernah menceritakan siapa ayah anaknya. Tentu mereka tidak mengira bahwa sebenarnya Finland sudah memiliki suami.     

"Astaga... kenapa kamu nggak pernah cerita?" tanya Lucia dengan penuh semangat. "Kemana dia selama ini?"     

"Dia ada urusan penting, tapi sekarang dia sudah kembali dan karena itulah aku mau berhenti bekerja agar bisa bersamanya."     

"Apakah..." Anne tampak tidak enak hati menyampaikan pikirannya, "Ahh... tidak jadi..."     

"Ada apa, Anne? Apa yang kaupikirkan?" tanya Finland heran.     

"Uhmm... dia tidak mendampingimu selama beberapa tahun... " Anne menggaruk-garuk keningnya yang tidak gatal, "Apakah... apakah dia masuk penjara dan sekarang baru bebas?"     

Finland hampir menyemburkan teh yang sedang diminumnya mendengar pertanyaan polos Anne.     

Astaga.... Anne mengira Finland menikahi seorang penjahat atau gangster yang menjalani hukuman penjara sehingga ia harus hidup sendirian selama beberapa tahun, dan kini pria itu telah bebas.     

Tepat saat itu resepsionis masuk dan memanggilnya.     

"Miss Finland, ada tamu yang mencarimu."     

Finland mengira tentu Caspar dan Aleksis sudah tiba untuk menjemputnya. Sambil mengusap matanya yang basah oleh air mata karena tertawa geli ia meminta resepsionis untuk mempersilakan Caspar masuk.     

Tidak lama kemudian pemuda itu masuk dengan Aleksis yang tertidur di gendongannya. Ia segera menghampiri Finland yang masih mengusap air matanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.     

"Hei... ada apa, kau menangis?" tanya Caspar kuatir.     

"Bu... bukan... aku tidak menangis..." Finland melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar, "Aku tadi tertawa geli sekali..."     

Caspar sesaat terpesona mendengarnya. Finland tertawa geli hingga menangis? Ini sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Gadis itu adalah seorang yang sering sedih dan pesimis, tetapi hari ini ia tertawa demikian lepas dan geli... Ada apa gerangan?     

"Apa yang lucu?" tanyanya tertarik.     

Finland lalu menoleh kepada Anne dan Lucia yang sedari tadi hanya terkesima dengan mulut ternganga dan mata terbelalak melihat Caspar masuk dengan Aleksis.     

"Ini suamiku, namanya Heinrich. Kami berpisah selama beberapa tahun karena ada kesalahpahaman... Dia TIDAK masuk penjara..."     

Dan Finland tertawa lagi.     

Barulah Caspar mengerti apa yang terjadi. Wajahnya berubah menjadi cemberut.     

Baru tadi pagi ia hampir diusir dari hotel miliknya sendiri, dan kini ia dikira masuk penjara oleh teman kantor Finland karena menghilang selama beberapa tahun?     

Ugh... ini risiko yang harus ditanggungnya karena hidup dengan privasi super ketat sehingga bahkan karyawannya sendiri tidak mengetahui wajah sang tuan besar.     

Anne dan Lucia tak mampu berkata apa-apa. Pria di depan mereka ini tampan sekali dan untuk sesaat mereka menahan napas, persis seperti Finland saat pertama kali melihat Caspar di dalam Maybach-nya setelah pulang dari bandara.     

Ini suami Finland? Sungguh gadis yang beruntung, pikir keduanya dalam hati.     

Saat itu tiba-tiba Tony masuk untuk memberi tugas sebelum gadis-gadis itu pulang kantor, dan ia sesaat terkesima melihat kehadiran Caspar.     

Ia ingat pernah melihat pria ini di suatu tempat...     

"Astaga... Anda.. Tuan Schneider?" tanyanya dengan suara ragu. Ia sudah ingat melihat Caspar memberikan sambutan di acara peluncuran produk Bartz di Hotel Continental dulu.     

Caspar tersenyum senang mendengar akhirnya ada yang mengenalinya sebagai orang penting. Ia mengangguk ke arah Tony.     

"Hallo Mr. Wu. Saya hanya mampir. Kerja LTX dengan bisnis Atlas Corp selama dua tahun terakhir ini bagus sekali," katanya ramah. "Terima kasih."     

Huh... penjara? Enak saja. Ia mendelik ke arah Anne dan Lucia yang kini tampak salah tingkah.     

"Ohh..." Tony Wu seketika bisa menghubungkan beberapa rangkaian peristiwa yang terjadi tiga tahun lalu ketiga Noah tiba-tiba dipecat sebagai Manajer Marketing Atlas Corp dan perusahaan itu ternyata sudah dibeli oleh Schneider Group. Ia buru-buru merespons, "Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Atlas Corp."     

Ia mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Caspar dengan penuh hormat.     

"Sama-sama," balas Caspar.     

"Saya tahu Schneider Group punya banyak perusahaan yang berinvestasi di Asia... kalau Anda membutuhkan bantuan kami, jangan ragu-ragu untuk menghubungi saya." Tony menyerahkan kartu namanya dengan sangat gembira.     

"Hmm... saya sedang tidak mengurusi bisnis," kata Caspar, tetapi ia mengambil kartu nama Tony agar tidak menyinggungnya, "Nanti kalau ada apa-apa, Stanis Van Der Ven akan menghubungi LTX. Sementara ini saya datang untuk menjemput Finland."     

"Astaga..." Barulah Tony sadar bahwa Caspar sedang menggendong anak Finland, dan mengerti bahwa Finland dan pria ini tentu mempunyai hubungan khusus. "Oh... jadi Finland akan berhenti kerja karena..."     

Caspar mengangguk. "Katanya dia perlu waktu sebulan untuk melatih penggantinya. Uhm... apakah mungkin bisa lebih cepat?"     

Tony yang pandai membaca situasi segera menyadari apa yang sedang terjadi. Untuk mengambil hati Caspar ia segera mengangguk.     

"Tentu saja. Hari ini kami sudah memilih kandidat penggantinya dan dalam waktu 24 jam saya bisa memastikan transisi akan selesai. Kami sangat sedih kehilangan Finland dari LTX, tetapi tentu saja kami akan turut bahagia kalau ia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Keluarga adalah hal yang paling utama dalam hidup ini..."     

Finland tercengang mendengar betapa mudahnya Caspar membuat Tony melepaskannya dalam waktu 24 jam.     

A... apa? Hanya begitu saja?     

"Bagus. Saya sangat menghargai ini," Caspar tersenyum lebar. "Besok Finland akan datang bekerja untuk terakhir kali dan memastikan penggantinya sudah siap, sekarang kami pulang dulu."     

Caspar segera mengangkat tas Finland dan menggenggam tangannya untuk keluar kantor, diriingi pandangan iri semua perempuan di kantor dan wajah Tony yang tersenyum lebar.     

Tony Wu sangat senang mengetahui bahwa ternyata Finland memiliki hubungan istimewa dengan pemilik salah satu grup perusahaan terbesar di dunia itu. Kalau Tony bisa memberikan kesan baik kepada Heinrich Schneider, tentu akan bermanfaat untuk bisnisnya di masa depan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.