The Alchemists: Cinta Abadi

Kembali Ke San Francisco



Kembali Ke San Francisco

0Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, Caspar, Finland dan Aleksis akhirnya bertolak ke Amerika. Seperti biasa Jadeith dan semua pengawal Caspar lainnya ikut. Saat mereka sudah berada di pesawat barulah Finland sadar bahwa apartemennya yang kecil tidak akan dapat menampung mereka semua.     

"Uhmm... nanti orang-orangmu tinggal di mana?" tanya Finland kepada Caspar, "Di apartemenku hanya ada satu kamar tidur dan ukurannya kecil."     

Caspar yang sedang menggoda Aleksis yang duduk di pangkuannya hampir tergelak-gelak mendengar pertanyaan polos itu. Setelah selama ini, Finland masih belum mengerti bahwa Caspar sangat kaya dan baginya sangatlah mudah untuk mengurus tempat tinggal di seluruh dunia.     

Ia mengambil ponselnya dari kabinet dan menelepon Stanis.     

"Stanis, apakah aku punya properti di San Francisco?" tanyanya cepat. Finland seketika tertegun. Ia baru menyadari bahwa kekhawatirannya sangat tidak beralasan.     

Caspar tampak mengangguk-angguk dan semenit kemudian menutup teleponnya.     

"Jadi?" tanya Finland ingin tahu.     

"Ternyata aku punya perkebunan anggur di Napa Valley*, dua hotel di dekat Union Square* San Francisco dan sebuah mansion di Palo Alto*. Aku sangat jarang ke San Francisco dan tidak ingat apa saja properti yang kumiliki di sana." Caspar mengangkat bahu. "Sekarang terserahmu, mau tinggal di mana..."     

"Astaga..." Finland menekap mulutnya, tak dapat menyembunyikan kekagetannya. Palo Alto adalah salah satu daerah termahal di San Francisco, selain pusat kota SF itu sendiri. Di sana ada markas besar Facebook dan harga properti di sana sudah meroket sejak 10 tahun terakhir. Dan Caspar memiliki mansion di sana??     

"Bagaimana?" tanya Caspar.     

"Apakah kita harus membawa semua sirkus ini?" tanya Finland sambil memandang sekelilingnya. Keenam pengawal pribadi Caspar dirasanya terlalu banyak, belum lagi ada Ben yang akan bergabung di San Francisco setelah mereka mendarat. Ia masih belum terbiasa hidup seperti ini. "Palo Alto terlalu jauh untuk pulang-pergi ke kantorku setiap hari, kita bisa tinggal di hotel, tetapi sebenarnya aku lebih suka kalau kita tinggal di apartemenku... karena itu tempat tinggalku sendiri, dan kalau aku mesti pindah aku tetap harus membereskan barang-barang pribadi kami dari sana..."     

"Baiklah," Caspar mengangguk, mengerti. "Aku bisa menyuruh mereka tinggal di hotel begitu kita tiba di San Francisco, sementara kita tinggal di apartemenmu kalau kau memang lebih suka begitu... Seperti biasa mereka akan mengawal kita dari jauh saja."     

"Aku lebih suka begitu..." kata Finland senang. "Terima kasih."     

"Tentu saja..." Caspar tersenyum manis sekali. Baginya mengabulkan permintaan sekecil ini tidak ada artinya, tetapi sepertinya membuat Finland sangat senang.     

Mereka mendarat pada malam hari dan beberapa mobil jemputan dari Hotel St. Laurent sudah menunggu di terminal kedatangan. Seperti biasa, Stanis sangat efisien dalam mengatur segala sesuatunya.     

"Yang lain ke hotel, tetapi kami tolong diantar ke Chinatown," kata Caspar. Ia memberikan alamat apartemen Finland kepada supir.     

Mereka menikmati perjalanan yang nyaman ke apartemen Finland dan satu jam kemudian sudah tiba di gedung apartemennya.     

Finland menggendong Aleksis sementara Caspar mendorong kedua koper mereka masuk ke dalam gedung. Untuk sesaat Finland merasa terkesima melihat untuk pertama kalinya Caspar tampak seperti orang biasa. Ia terlihat seperti seorang suami dan ayah biasa yang membawakan barang-barang keluarganya masuk ke apartemen mereka.     

Finland tak ingat kapan ia pernah melihat Caspar membawa barang-barangnya sendiri. Selalu ada Ben, Jadeith, atau Ivan yang membawakan kopernya atau menyetirinya. Ia juga tak pernah melihat Caspar tinggal di apartemen. Mereka selalu tinggal di mansion, penthouse, atau kastil...     

Malam ini ia merasa seolah mereka hanyalah pasangan biasa.     

"Ada apa? Kok senyum sendiri?" tanya Caspar saat melihat Finland yang tertegun di tempatnya, "Berapa kode pintunya?"     

"Uhm..3012..." jawab Finland tersipu. Itu adalah tanggal pernikahan mereka. Caspar tersenyum dan membuka pintu ke apartemen Finland, mempersilakan gadis itu masuk bersama Aleksis dalam gendongannya.     

Begitu mereka tiba di dalam, Caspar segera berlaku seolah di rumah sendiri dan menuju dapur.     

"Mau teh apa?" tanyanya sambil mengangkat poci teh.     

"Teh rasa buah, terima kasih," jawab Finland.     

"Baiklah." Caspar merebus air dan menyiapkan sepoci teh untuk mereka berdua sementara Finland menaruh Aleksis di kamarnya.     

Sesaat kemudian mereka berdua sudah duduk di sofa ruang tamu sambil menikmati teh dan berbincang-bincang.     

"Apartemenku kecil..." kata Finland meminta maaf. Ia tahu dibandingkan tempat tinggal Caspar, apartemennya terlihat sangat sederhana.     

"Kau kan punya banyak uang di rekeningmu, kenapa tidak menyewa apartemen yang lebih bagus?" tanya Caspar keheranan. Yang dia maksud tentu saja uang yang dulu ia transfer saat Finland memaksa pindah dari Rose Mansion. "Kau masih pelit seperti dulu...ahahaha..."     

"Bukan itu.." tukas Finland cepat, "Aku tidak boleh boros, karena aku harus memikirkan masa depan Aleksis. Biaya hidupnya dan uang sekolah sampai kuliah nanti pasti akan sangat mahal. Aku tidak boleh menghabiskannya untuk menyewa apartemen mewah. Ini juga sudah cukup bagi kami."     

"Tentu saja aku yang akan membiayai semua kebutuhan Aleksis..." Caspar mengerutkan keningnya keheranan. Ia menatap Finland dalam-dalam, "Apakah kau sama sekali tidak berniat untuk memberitahuku bahwa Aleksis adalah anakku?"     

Finland kembali merasa bersalah. Memang itu yang dulu dipikirkannya. Ia harus bersiap untuk kemungkinan terburuk, yaitu selamanya meninggalkan Caspar dan tidak akan memberitahunya bahwa ia adalah ayah Aleksis. Mengingat itu, rasanya Finland merasa malu dan egois sekali. Dulu ia masih terlalu muda dan egois. Pengalaman berpisah selama beberapa tahun ini membuatnya belajar banyak hal dan menjadi lebih dewasa.     

Caspar yang melihat ekspresi Finland yang merasa bersalah menjadi tidak tega. Ia tidak bermaksud menyinggung kembali masalah yang telah lalu. Ia menyentuh dagu Finland dan mencium bibirnya mesra.     

"Tidak usah kita bahas lagi. Yang jelas mulai sekarang, aku yang akan bertanggung jawab atas kehidupan kalian berdua. Berapa lama kau perlu tinggal di San Francisco untuk menyelesaikan urusanmu?" katanya kemudian.     

"Paling lama satu bulan..." jawab Finland.     

"Hmm... kita bisa tinggal di sini kalau hanya satu bulan, supaya kau bisa bekerja seperti biasa. Setiap akhir pekan kita bisa tinggal di Napa Valley atau Palo Alto, atau ke Seattle. Masih ingat rumah di Seattle yang kubeli untukmu? Kita masih belum pernah ke sana bersama-sama."     

"Oh... itu ide yang bagus. Terima kasih!" Finland lega sekali. Ia senang melihat Caspar tidak rewel dan mau tinggal di apartemennya yang sederhana sementara ia menyelesaikan urusan pekerjaannya dengan LTX.     

Malam itu mereka tidur dengan nyaman di tempat tidur Finland. Caspar sendiri cukup heran karena untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, ia tidur di tempat tidur yang tidak mewah namun bisa tetap tidur dengan baik. Dalam hati ia menduga gadis yang tidur dalam pelukannya itulah penyebabnya.     

Selama tiga tahun ketika mereka berpisah, ia tak dapat tidur dengan baik walau semewah dan senyaman apa pun kamarnya... Tetapi kini, dengan Finland di sisinya, semua terasa nyaman dan baik-baik saja.     

Ia mencium rambut Finland dan memejamkan mata, menikmati tidurnya.     

***     

Keesokan paginya ketika Finland bangun, Caspar telah siap menunggunya dengan Aleksis yang sudah rapi.     

"Mau kemana, kok rapi sekali?" tanya Finland keheranan sambil mengerjap-kerjapkan mata.     

"Tidak ada makanan di kulkas, jadi aku tidak bisa menyiapkan sarapan untuk kita. Karena itu aku mau mengajak kalian sarapan di hotel," jawab Caspar.     

Finland menepuk keningnya dan sadar mereka sudah meninggalkan apartemennya selama hampir 3 bulan dan memang sudah tidak ada bahan makanan di dapurnya. Ia mengangguk dan buru-buru mandi lalu berganti pakaian kerja.     

Setengah jam kemudian mereka sudah turun dari taksi di depan hotel St. Laurent. Dengan langkah santai Caspar masuk dan menanyakan kepada staf hotel di mana lokasi restoran untuk sarapan.     

Ketika mereka tiba di restoran, suasana pagi itu tampak ramai sekali dan staf restoran segera menghampiri mereka dan menanyakan nomor kamarnya.     

"Maaf, Tuan. Anda dari kamar nomor berapa?"     

Caspar tersenyum sedikit. Ia belum pernah mengalami ini sebelumnya. Staf hotel tidak mengenali sang pemilik hotel sendiri.     

"Kami dari Presidential Suite," jawab Caspar singkat.     

"Oh... sebentar saya cek dulu..." Staf itu tampak kebingungan. Ia tidak melihat ada tamu dari Presidential Suite dalam daftar yang dipegangnya. Ia mengangkat teleponnya dan menghubungi resepsionis. Dengan suara pelan ia menanyakan penghuni Presidential Suite dan setelah mendengar jawabannya ia menutup telepon dan menatap Caspar dengan pandangan menyesal. "Maaf, Tuan. Tetapi saya tidak bisa menemukan nama Anda."     

"Kau tahu siapa namaku?" tanya Caspar.     

"Uhm... maksud saya, tadi saya cek ke resepsionis, dan katanya tidak ada tamu di Presidential Suite. Artinya tidak ada nama Anda di daftar saya..."     

"Siapa General Manager di sini?" tanya Caspar yang kini mulai menganggap insiden ini tidak lucu lagi. Ia sudah merasa lapar.     

"Maaf, Pak GM masih belum datang. Beliau masuk kantor jam 9."     

Finland yang tidak ingin ada keributan segera memegang tangan Caspar dan mengajaknya pergi, "Kita beli makan di restoran lain saja, atau McD... Di sana ada paket sarapan kok..."     

"Tidak usah, aku sudah lapar. Kita makan di sini saja." Caspar menoleh kepada staf restoran, "Aku akan menunggu sampai GM-mu datang. Sementara itu kami akan makan dulu."     

Caspar masuk ke dalam restoran dan memilih meja paling bagus lalu menaruh Aleksis di pangkuannya.     

"Ada kursi tinggi buat anak kecil di restoran ini?" tanyanya.     

"Maaf, tidak ada, Tuan." jawab staf restoran.     

"Astaga... Itu kan SOP, untuk menyediakan kursi tinggi bagi tamu yang membawa anak?" Caspar dulu tidak terlalu mempedulikan fasilitas untuk anak di hotel-hotelnya, tetapi kini setelah membawa Aleksis kemana-mana, ia mulai melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang tua, dan menyadari ada banyak hal yang harus diubah.     

"Maaf, Tuan. Kami pernah punya kursi tinggi, tetapi hampir tidak ada tamu yang menggunakan, jadi semuanya kami simpan di gudang."     

"Tolong ambilkan kemari."     

Staf restoran merasa agak rikuh. Tamu yang tidak menginap di hotel ini berani-beraninya masuk dan duduk begitu saja di restoran, dan kini mengatur-atur bagaimana mereka harus bekerja.     

"Maaf, Tuan... Kalau Anda bukan tamu di hotel ini, Anda tidak boleh ikut sarapan. Ini disediakan eksklusif untuk tamu saja..."     

Caspar tertawa. Ia geleng-geleng melihat kegigihan staf restoran tersebut untuk mengusirnya, tetapi dengan cara yang tetap ramah dan sopan.     

"Hm... baiklah. Tunggu sebentar." Ia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Stanis. "Stanis tolong telepon GM Hotel St. Laurent San Francisco, suruh dia datang sekarang ke hotel. Aku menunggunya di restoran."     

Jam 8 pagi di Amerika, berarti sudah jam 3 siang di Barcelona. Stanis seharusnya tidak mengurusi hal-hal remeh seperti ini, pikir Caspar, tetapi ia tidak punya pilihan. Ia sudah lapar.     

Finland tersenyum melihat apa yang terjadi. Staf ini sama sekali tidak tahu bahwa ia sedang berusaha mengusir pemilik hotel dari restorannya.     

15 menit kemudian seorang lelaki separuh baya yang masih mengenakan piyama datang tergopoh-gopoh ke dalam restoran. Begitu melihat Caspar ia segera bergegas mendekati meja mereka.     

"Selamat pagi, Tuan Besar. Ada apa memanggil saya mendadak sekali?" tanyanya terengah-engah.     

Staf yang dari tadi melihat kedatangannya segera menghampiri meja mereka dan mendengar perkataan sang GM dengan wajah pucat.     

"Aku mau sarapan di sini, kami sedang terburu-buru. Tetapi stafmu di sini tidak mengenaliku dan menolak menerima kami sarapan dan membawakan kursi tinggi untuk anak kecil," jawab Caspar sambil tersenyum. Dari sudut matanya ia bisa melihat wajah staf restoran yang berubah pucat.     

Sang GM segera menoleh dan memarahi stafnya. Ia terpaksa bangun dan buru-buru berangkat ke hotel hanya karena urusan sepele seperti ini.     

"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu..." kata staf itu dengan penuh penyesalan.     

"Tidak apa-apa, kau kumaafkan. Aku sangat lapar, makanya kesabaranku pagi ini sangat tipis." Caspar melambaikan tangannya seolah menganggap masalah ini hanya angin lalu, "Tapi tolong ambilkan kursi tingginya, ya..."     

"Baik, Tuan. Segera saya ambilkan." Staf itu buru-buru menghilang dan kembali 5 menit kemudian dengan sebuah kursi tinggi. Dari napasnya yang tersengal-sengal, jelas terlihat ia berusaha berlari secepat-cepatnya untuk memenuhi permintaan sang Tuan Besar. Caspar segera mendudukkan Aleksis di sana dan kemudian mengangguk puas.     

"Baiklah, Semuanya sudah beres. Aku akan melupakan insiden ini dan makan dengan tenang. Setelah itu aku akan menggunakan Presidential Suite di sini selama sebulan untuk bekerja. Tolong dipersiapkan, ya," katanya kemudian.     

GM dan staf itu mengangguk bersamaan.     

"Terima kasih atas pengertian Tuan. Kalau ada lagi yang Tuan perlukan, silakan langsung hubungi saya..." GM mengeluarkan kartu namanya dan menyerahkannya kepada Caspar. "Selamat makan. Saya permisi dulu."     

"Hmm..." Caspar hanya mengangguk saat GM minta diri untuk pulang dan bersiap untuk bekerja.     

Ia dan Finland lalu sarapan dengan tenang sambil mendiskusikan rencana mereka hari itu. Staf restoran yang tadi hampir membuat kesalahan dengan mengusir pemilik hotel tampak sangat lega karena sepertinya sang tuan besar tidak membesar-besarkan masalah dan sekarang sudah santai menikmati makanannya.     

.     

,     

*Napa Valley = daerah perkebunan anggur dekat San Francisco     

*Union Square = semacam alun-alun di pusat kota     

*Palo Alto = kota di pinggir San Francisco yang termasuk kawasan mahal karena merupakan bagian dari Silicon Valley, dan di sana ada markas besar Facebook.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.