The Alchemists: Cinta Abadi

Pulang ke Jerman



Pulang ke Jerman

0Pesta berlangsung sangat indah dan meriah, ketika berakhir semua tamu pulang dengan kenangan yang sangat membekas di hati masing-masing. Dua keluarga Alchemist paling berkuasa malam ini resmi bersatu menjadi kekuatan yang sangat mengesankan. Ned dan Portia bagaikan raja dan ratu di Rivendell dalam kisah Tolkien.     

Caspar dan rombongan kecilnya berhasil pulang sebelum pesta berakhir dengan alasan Aleksis harus segera tidur. Sebelum pukul 10 malam semuanya sudah tiba kembali di hotel. Finland membawa Aleksis beristirahat tetapi Caspar dan Jadeith segera menemui Lauriel yang sedang merawat luka Alexei.     

"Apa yang terjadi?" tanya Caspar cepat. Ia sebenarnya heran melihat Alexei masih hidup. Sepengetahuannya Lauriel tidak akan mengampuni Alexei atas perbuatannya kepada anak angkatnya.     

Lauriel menceritakan dengan singkat apa yang terjadi dan Caspar segera merasa simpati kepadanya. Kalau hal yang sama terjadi pada Finland, ia takkan ragu untuk menyerahkan semuanya demi menyelamatkan gadis yang dicintainya itu.     

"Kalau memang Luna masih hidup, aku yakin bisa menemukannya..." kata Caspar.     

"Kita terlambat 78 tahun..." kata Lauriel sedih. "Seandainya waktu itu aku tahu gadis yang mati itu bukan Luna, aku sudah mencarinya ke setiap penjuru bumi, aku pasti sudah menemukannya. Tetapi sekarang kita memulai dengan terlambat puluhan tahun. Semua jejak dan informasi pasti sudah lama hilang atau terkubur..."     

"Aku berjanji kepadamu... Kita akan menemukan keberadaannya... Hidup atau mati." Caspar menepuk bahu Lauriel dengan hangat. Ia lalu membuka tas dokternya dan mengambil beberapa perlengkapan darurat. "Biar aku yang urus Alexei. Kau pasti masih terguncang."     

Lauriel mengangguk pelan, ia lalu menyingkir ke dapur dan mengeluarkan sebotol wiski dan beberapa gelas.     

"Ada yang mau?" tanyanya dengan suara parau. Tidak ada yang menjawab, maka Lauriel hanya menuang untuk dirinya sendiri dan ia minum di sudut ruangan dengan wajah kelam.     

Caspar dengan cepat melakukan operasi kecil dan mengeluarkan peluru dari dada Alexei yang untungnya tidak mengenai jantung. Walaupun ia mengeluarkan banyak darah, tetapi begitu peluru dikeluarkan dan lukanya dijahit, kondisinya mulai stabil dan mereka lalu menaruhnya di kamar dengan penjagaan oleh Petra. Setelah Caspar selesai merawat Alexei ia bergabung dengan Lauriel dan minum bersamanya.     

"Apa rencanamu sekarang?" tanya Caspar.     

"Aku akan membawanya ke Yorkshire dan memeriksa ceritanya tentang Luna. Sekalian aku akan membebaskan Sophia," jawab Lauriel. "Begitu Sophia bebas, dia akan menjadi pemimpin keluarga Meier yang baru dan menyingkirkan Alexei."     

"Bagaimana bisa?" tanya Caspar. "Kau tahu di mana Sophia?"     

"Aku akan menginterogasi salah satu staf Alexei. Mereka pasti akan memilih mendukung Sophia dan membebaskannya." Lauriel memutar gelasnya dengan senyum tipis, "Alexei sudah bukan Alchemist. Ia tak berhak memerintah keluarga Meier."     

Caspar menatap Lauriel dengan ekspresi kaget. "Kau memberinya kematian?"     

"Benar. Aku menyelamatkan nyawanya, berarti sekarang hidupnya adalah milikku. Aku bebas mengambilnya kapan saja. Aku memutuskan, orang seperti dia tidak pantas menjadi bagian dari kaum kita." Lauriel meneguk wiskinya sampai habis dan mengisi gelasnya kembali. "Dia belum tahu aku memberinya kematian."     

Caspar tidak dapat memikirkan hukuman yang lebih tepat bagi Alexei selain mencabut keistimewaannya sebagai seorang manusia sempurna Alchemist. Sebagai seorang purist, ia sangat membanggakan keturunannya sebagai alchemist murni, mengambil keistimewaan itu darinya akan menjadi hukuman yang lebih berat daripada kematian bagi Alexei. Ia pasti akan berharap seandainya peluru Marion menembus jantungnya.     

"Aku percayakan semua ini kepadamu..." Caspar menepuk bahu Lauriel dan mengangguk. "Kabari aku bila kau perlu apa-apa."     

"Tentu saja." Lauriel tersenyum, "Aku akan sering mampir untuk Aleksis..."     

"Pintu rumah kami selalu terbuka."     

Caspar lalu minta diri dan menemui Finland yang sudah tidur bersama Aleksis. Malam itu akhirnya ia berhasil tidur dengan tenang, setelah hampir 2 minggu perasaannya resah dan tertekan memikirkan Aleksis.     

Akhirnya semua masalah ini berakhir. Mereka bisa kembali pulang dan menjadi keluarga yang berbahagia.     

***     

Keesokan harinya Caspar, Finland dan Aleksis, Jean, Jadeith, Kara dan beberapa pengawal Caspar kembali ke Jerman. Lauriel dan timnya memilih untuk pergi ke Inggris dan membuat rencana untuk menyelamatkan Sophia dan mencari keterangan tentang Putri Luna.     

Karena Alexei telah membuat persoalan ini menjadi personal, Lauriel pun tidak tanggung-tanggung lagi dalam membereskannya. Ia mengambil alih semua tanggung jawab dari Caspar dan bersama timnya menawan Alexei dan menembus istananya di Yorkshire untuk membebaskan Sophia.     

Setibanya di Jerman, Caspar menerima Jean sebagai tamu di rumahnya selama seminggu sebelum pemuda itu akhirnya kembali ke Amerika untuk mengikuti promo film terbarunya. Hubungan di antara kedua pria itu sudah lebih baik dan Finland sangat lega melihat mereka bahkan memancing bersama di danau sambil mengasuh Aleksis saat ia harus bekerja untuk LTX.     

"Kalau kalian ke Amerika, mampirlah ke LA," kata Jean sebelum berangkat, "Aku tidak banyak pekerjaan selama 6 bulan ke depan. Hanya urusan promo film baru ini saja. Aku tidak menerima proyek baru dulu."     

"Pasti. Aku sudah harus pulang ke San Francisco..." kata Finland. "Aku sudah terlalu lama 'cuti' dari kantor. Tony sudah uring-uringan..."     

Caspar menoleh kepada Finland. Ia baru tahu istrinya itu berencana segera pulang ke Amerika.     

"Lho... kok kau tidak bilang aku bahwa kau sudah mau kembali ke San Francisco?" tanyanya dengan agak cemberut, "Bukankah kau bilang mau berhenti bekerja di LTX?"     

"Iya, aku memang akan berhenti... tapi Tony membuatku berjanji untuk melatih penggantiku terlebih dahulu, baru aku boleh resign." Finland mencoba menggunakan senjata 'puppy eyes' kepada Caspar, untuk membalasnya selama ini. Tetapi Caspar masih terlihat cemberut. Karena mengira taktiknya tidak berhasil akhirnya Finland memeluk pinggang Caspar dan mencium pipinya. "Semakin cepat aku melatih penggantiku, semakin cepat aku bisa resign. Sekarang keputusan ada di tanganmu, apakah kau mau membantuku resign atau mempersulitku."     

"Aku akan membantumu," jawab Caspar cepat. "Aku akan membuatmu dapat melatih penggantimu dalam waktu 24 jam."     

"Ahahahaha... ambisius sekali. Baiklah, kita lihat saja." Finland beralih kepada Jean, "Kami akan mengunjungimu di LA atau kau bisa mengunjungi kami di San Francisco. Mana saja boleh."     

Jean mengerutkan keningnya dan mengingat-ingat sesuatu, "Hmm... kalau tidak salah kami ada jadwal promo di San Francisco. Mungkin aku bisa datang menemui kalian. Nanti aku kabari kalau jadwalnya cocok."     

"Baiklah. Kabari saja..." Finland memeluk Jean dan mencium pipinya. "Selamat jalan. Sampai jumpa di Amerika."     

Caspar menyalami Jean dan menepuk bahunya. "Safe travels."     

"Terima kasih."     

Setelah mobil yang mengantar Jean hilang dari pandangan, Caspar dan Finland masuk ke dalam kastil sambil bergandengan tangan.     

"Terima kasih... karena kau menerima Jean ke dalam kaummu. Sekarang aku tidak kuatir kehilangan sahabatku." Finland tiba-tiba berjingkat dan mencium Caspar di bibir. Pemuda itu menyambutnya dengan hangat dan tidak melepaskannya, membalas ciuman Finland dengan lebih intens dan meremas rambutnya yang panjang tergerai.     

"Kalau kau bahagia, aku pun bahagia..." bisik Caspar ke telinga Finland dengan mesra. "Tapi aku tak menolak bentuk terima kasih darimu..."     

Finland tertawa kecil dan menunduk tersipu, sungguh menggemaskan, membuat Caspar menjadi tergila-gila dan serentak membopongnya ke ruang kerjanya. Pikirannya yang kini tidak lagi berkabut akibat kondisi Aleksis sudah terasa sangat ringan dan bahagia dan kini ia hanya ingin meluapkan cintanya kepada Finland.     

Saat Caspar menaruh tubuh Finland di sofa dengan hati-hati, gadis itu berbisik parau di telinganya, "Jangan lupa kunci pintunya."     

Seulas senyum terukir di bibir Caspar saat ia mengangguk dan buru-buru mengunci pintu ruang kerjanya.     

Keduanya hampir melewatkan makan malam karena terlalu sibuk bercinta, melepaskan perasaan kalut mereka selama dua minggu terakhir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.