The Alchemists: Cinta Abadi

TEASER: The Alchemists 2



TEASER: The Alchemists 2

0Sambil nunggu kelanjutan The Alchemist yang sudah mau tamat, saya kasih teaser (mengintip) sedikit ya, dari cerita "The Alchemists 2", yang mengikuti kehidupan Aleksis Makela Von Schneider (anak pertama Caspar dan Finland) yang besar dalam lingkungan istimewa masyarakat Alchemist dan ingin merasakan hidup seperti manusia biasa.     

Yang ingin liat tampangnya Nicolae dan Terry, bisa cek FB Page "Missrealitybites" ya. Ohh.. Keduanya aslik ganteng abissss.. #lapiler     

Abis ini kita lanjut lagi ke bab berikutnya "The Alchemists" tentang Caspar dan Finland.     

.     

@@@@@@@@@@@@@     

Aleksis berjalan dengan langkah-langkah panjang penuh semangat mengikuti sekretaris Tuan Miller ke dalam ruangannya.     

Wajahnya yang kecokelatan karena terbakar matahari selama berbulan-bulan di Karibia tampak agak kusut dan rambutnya yang panjang berantakan tidak mengurangi kecantikannya yang khas. Sepasang matanya yang memiliki warna biru dan hijau kali ini tidak terlalu menarik perhatian karena ia menutupinya dengan kaca mata seperti yang biasa dilakukan Paman Rory.     

Aleksis yang cantik jelita memang terbiasa membiarkan penampilannya berantakan dan mengenakan pakaian seadanya dengan jeans sobek-sobek agar tidak mengundang gangguan pria-pria iseng, yang tentu akan membuat para pengawalnya bereaksi keras. Sekilas pandang orang akan mengira gadis ini hanyalah seorang kutu buku yang tidak menarik perhatian.     

"Silakan duduk, Miss Aleksis..." Tuan Miller menyambut Aleksis dengan ramah dan mempersilakannya duduk di sofa. "Kami biasanya tidak menerima mahasiswa baru tiba-tiba seperti ini, tetapi Tuan Van Der Ven menyumbang pembangunan gedung perpustakaan yang baru dan kami harus menghargai niat baiknya untuk mengirim keponakannya menjadi mahasiswa pertukaran selama satu tahun ini."     

"Terima kasih, Tuan." Aleksis tersenyum senang. Ia tahu Kurt Van Der Ven, orang kepercayaan ayahnya, dapat mengurusi semua yang dibutuhkannya dengan mudah. Ia hanya perlu meminta. "Saya bersemangat untuk mulai kuliah di sini."     

"Bagus. Mahasiswa boleh tinggal di asrama atau mencari apartemen di luar kampus. Kau bisa menghubungi Ms. Lauren di luar kalau memerlukan bantuan untuk mengurus akomodasi. Perkuliahan dimulai hari Senin depan."     

Aleksis mendengarkan beberapa petuah dari direktur universitas dengan sungguh-sungguh sebelum meminta diri untuk mengurus kepindahannya ke asrama.     

Ms. Lauren menyambutnya dengan baik dan memberi beberapa dokumen kepada Aleksis untuk dipelajari.     

"Jadi, apakah kau mau tinggal di asrama atau di luar?" tanya Ms. Lauren setelah Aleksis menandatangani beberapa berkas.     

"Aku mau coba tinggal di asrama," kata Aleksis cepat. "Aku mau punya teman perempuan yang banyak."     

"Kau tidak punya teman perempuan di kampus sebelumnya?" tanya Ms. Lauren keheranan.     

Aleksis menggeleng. Usianya sudah hampir 20 tahun tetapi hingga kini Aleksis memang tidak punya teman perempuan. Seumur hidupnya dihabiskan untuk bertualang bersama Paman Rory atau ikut orang tuanya keliling dunia. Bisa dibilang sahabatnya adalah ibunya dan kedua adiknya saja. Mereka sangat dekat, tetapi tetap bukan teman yang sebenarnya.     

Setelah puas menjelajah, kini ia merasakan kerinduan untuk menjadi seperti gadis-gadis lain yang bersekolah di kampus umum dan berteman dengan orang dari berbagai kalangan.     

Kampus Marigold University menjadi pilihannya karena lokasinya yang berada di Singapura dan sangat strategis untuk menjelajah Asia dan Australia, sehingga ia tetap gampang bertualang jika diinginkannya, dan kakaknya Terry juga kuliah di sana dan sudah hampir lulus. Minimal ia tidak usah takut menyesuaikan diri karena sudah ada orang yang dikenalnya di kampus. Terry mengambil jurusan film dan ia sendiri mengambil jurusan manajemen. Keduanya bisa sering bertemu karena gedung kuliah mereka letaknya berdekatan.     

"Keluargaku sering berpindah-pindah, jadi aku tidak pernah punya teman dekat," kata Aleksis sambil tersenyum sedikit.     

Hal itu akan berubah, pikirnya. Ia sudah siap menetap selama beberapa tahun dan menjadi orang biasa. Pasti akan sangat menarik.     

"Oh, kasihan sekali. Apa pekerjaan orang tuamu?" tanya Ms. Lauren tertarik. "Apakah mereka di militer?"     

"Uhm... mereka peneliti," jawab Aleksis berusaha memilih kalimat yang memiliki makna sekabur mungkin. Ibunya mempunyai beragam minat dan ayahnya memiliki banyak profesi yang bisa ditekuninya berganti-ganti tergantung mood-nya. Saat ini mereka sedang menikmati bulan madu berdua untuk kesekian kalinya sehingga Aleksis bisa kabur dari rumah selama satu tahun untuk hidup sebagai gadis biasa, dan kedua adiknya belajar di bawah asuhan Paman Aldebar.     

"Oh, mereka peneliti? Bagus sekali..." komentar Ms. Lauren kagum. Gadis di depannya memang terlihat seperti kutu buku, mungkin sekali orang tuanya memang sangat cerdas. "Baiklah. Semuanya sudah beres. Kau bisa masuk asrama sore ini dan mulai kuliah hari Senin mendatang."     

"Terima kasih Ms. Lauren." Aleksis bangkit dan minta diri. Ia keluar dari gedung administrasi dengan wajah bahagia dan ketika tiba di luar ia menghirup udara segar dalam-dalam. Ia tak sabar menjadi mahasiswa biasa dan berteman dengan orang-orang seumurnya.     

Tangannya terentang dan matanya terpejam saat ia menarik napas dalam-dalam. Tanpa sadar bibirnya berseru gembira, "Yeahhh..."     

"Awas lalat masuk," cetus sebuah suara dari belakangnya, membuat Aleksis terkesiap dan menoleh.     

Seorang pemuda jangkung berambut panjang yang diikat dengan pita merah melewatinya sambil tersenyum jahil. Wajahnya yang tampan ditutupi sepasang kaca mata hitam besar yang membuatnya terlihat misterius, sikapnya tampak acuh dengan kedua tangan yang masuk ke saku saat ia melangkah ringan menjauhi Aleksis.     

"Nicolae...!!" Beberapa gadis yang melihatnya lewat seketika menjadi histeris dan berteriak memanggil namanya. Pemuda itu melambai ke arah mereka dan meneruskan perjalanannya ke arah gedung perpustakaan.     

"Awas lalat masuk?" gumam Aleksis kebingungan.     

Dasar.     

I memperhatikan gadis-gadis 'groupies' barusan dan berpikir, apakah memang seperti ini kelakuan gadis dari kalangan biasa.     

Masa aku harus menjerit memanggil nama cowok seperti mereka?     

"Nicolaeee..!!" Ia berseru sambil memonyongkan bibirnya dengan gemas. Huh... Dasar.     

"Hei.. Kau jangan bikin aku malu ya..." Tiba-tiba sebuah tangan telah menepuk kepala Aleksis dan ketika ia menoleh dilihatnya Terry menutup wajahnya sambil geleng-geleng. "Jangan bilang kau juga penggemar cowok cantik Nicolae itu.."     

Aleksis mengerucutkan bibirnya dan memukul Terry.     

"Kau terlambat. Aku sudah mengurus pendaftaran sendiri."     

"Aku sibuk," Terry mengangkat bahu, tetapi tidak berusaha menghindari pukulan adiknya. "Mau kutraktir makan siang?"     

"Mau." Wajah cemberut Aleksis segera berganti senyuman manis sekali saat ia menggandeng Terry dan menariknya ke arah kafetaria. "Makanku banyak, lho..."     

Terry tertawa dan mengikuti Aleksis ke kafetaria dan membukakan kursi untuk mereka.     

Suasana kafetaria yang bising seketika menjadi hening ketika orang-orang menyadari kehadiran keduanya.     

Aleksis tertegun melihat semua orang seperti menatapnya keheranan.     

"Astaga... Kenapa orang-orang menatapku begini? Ada sesuatu di wajahku?" bisiknya kepada Terry.     

Pemuda itu menggeleng sambil memutar bola matanya.     

"Kau pasti dikira pacarku yang baru... Tidak usah pedulikan mereka." Terry pura-pura tidak melihat pandangan menyelidik gadis-gadis di sekitar mereka dan dengan cuek memanggil pelayan untuk memesan makanan.     

"Astaga? Mereka pikir seleraku serendah itu?" cetus Aleksis dengan nada jahil, yang segera dihadiahi tepisan di kepala oleh Terry. Aleksis segera protes, "Heiiii... Aku ini masih dalam masa pertumbuhan, tahu! Kalau otakku terluka dan tidak berkembang sempurna, kau tanggung jawab ya!"     

Dalam hatinya Aleksis sekarang percaya pada ucapan Terry kemarin bahwa pemuda itu sangat terkenal di kampus. Ia bisa melihat gadis-gadis di sekitarnya menatapnya penuh kebencian dan rasa cemburu karena ia duduk makan semeja dengan Terry.     

Pemuda itu memang tampan sekali dan kedudukannya sebagai ketua senat membuatnya sangat disegani di kampus. Banyak sekali gadis yang ingin menjadi kekasihnya.     

Ahh.. Seandainya mereka tahu kalau Aleksis adalah adik Terry, mungkin gadis-gadis itu tidak akan bersikap sejudes ini, justru akan berusaha berbaik-baik untuk mengambil hatinya. Memang Aleksis dan Terry memiliki orang tua dan nama belakang berbeda, tetapi secara biologis, bisa dibilang keduanya adalah saudara kandung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.