The Alchemists: Cinta Abadi

Hukuman Katia



Hukuman Katia

0Petra dan Esso yang sudah kembali dari Yorkshire datang ke penthouse Karl Furstenberg dan mengawasi Katia sementara Caspar pergi kembali ke bandara untuk berangkat ke Jerman menjemput anak istrinya. Di pesawat ia memaksakan diri untuk tidur karena ia tahu kondisinya akan memburuk karena sudah beberapa hari ia tidak beristirahat. Ia juga tak mau menyusahkan teman-temannya yang sudah membantunya selama ini.     

Caspar tiba dini hari di Stuttgart dan segera melaju ke kastilnya. Saat matahari terbit ia sudah berada di kamar Aleksis dan duduk menunggui Finland yang tidur dengan gelisah di sofa.     

"Kau sudah pulang...?" Finland terbangun saat mendengar suara orang duduk di kursi. Tidurnya sangat tidak tenang sehingga suara sedikit apa pun dapat membuatnya terjaga. Caspar menghampiri Finland dan duduk di sampingnya.     

"Kita harus ke London, Lauriel sedang berusaha membuat obat penawar untuk Aleksis di sana," katanya.     

Finland bangun dan mengangguk.     

"Aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat."     

Ia membangunkan Jean di kursi samping tempat tidur Aleksis dan dengan terkantuk-kantuk pemuda itu menyapa Caspar dan membersihkan diri seadanya di kamar mandi.     

Dalam waktu setengah jam Caspar, Finland dan Aleksis, Jean, Kara dan semua pengawal pribadi Caspar yang berjumlah 6 orang telah berangkat beriringan menuju bandara dalam 3 mobil.     

Pukul 12 siang mereka semua telah tiba di Hotel St. Laurent London tempat penthouse Caspar berada. Di sana Lauriel sedang menerima Stanis dan beberapa staf Caspar lainnya yang datang membawa bahan-bahan obat yang dibutuhkannya.     

"Kalian beristirahatlah di kamar utama," kata Caspar kepada Finland. Ia menggendong Aleksis dan membawanya ke kamarnya sendiri, diikuti oleh Finland. Jean dan Jadeith menemani Lauriel di dapur dan berusaha membantu apa saja yang bisa mereka bantu. Kelima pengawal Caspar yang lain segera mengatur perimeter pengamanan di Hotel St. Laurent London.     

Neo tiba beberapa lama kemudian dengan Petra dan Esso yang membawa Katia. Mereka memutuskan untuk berkumpul di tempat Caspar karena menganggap tempat Karl Furstenberg sudah tidak aman.     

"Wah wah... wah... berkumpul semua rupanya di sini..." komentar Katia sinis saat ia digiring ke dapur oleh Petra. Ia menyipitkan mata memandang Jean. "Kau sekarang sudah menjadi seorang alchemist juga."     

Lauriel yang sedang sibuk menimbang beberapa bahan obat hanya melirik Katia sekilas, tetapi matanya tampak dipenuhi kemarahan. Ia tetap fokus pada pekerjaannya. Jean juga tidak mempedulikan Katia, ia bersikap seolah gadis itu tidak ada di sana.     

"Kau tahu bahwa kau tidak boleh tidur?" tanya Lauriel sambil lalu. Ia masih menimbang dan mencampur beberapa bahan dengan sigap.     

"Kalau aku tidur racunnya akan bekerja dan aku akan mati?" tanya Katia dengan sinis. "Aku tidak takut..."     

"Kau akan berharap begitu." Lauriel tersenyum sedikit. Ia mengaduk mangkuk berisi cairan gelap dengan sikap yang dramatis, seolah membayangkan sesuatu yang sangat menarik. "Aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah. Yang pertama akan hilang adalah indra penciumanmu. Kemudian kau tidak akan dapat melihat, lalu kau juga akan kehilangan pendengaranmu. Kau bahkan takkan dapat mendengar tangisanmu sendiri... Kau akan terpenjara dalam tubuh yang tidak berdaya, sampai kau memohon untuk mati..."     

Katia terkesiap mendengar ucapannya. Ia ingat perkataan Marion kemarin yang mengatakan bahwa mereka akan menyiksanya sampai ia tidak mau hidup lagi... tetapi ia tak mengira racun yang dibuat Lauriel memiliki efek sangat jahat. Seketika keringat dingin mengaliri keningnya.     

"Kau tidak sungguh-sungguh..." desisnya tidak percaya. "Kau bukan orang yang keji seperti itu..."     

"Kau yang memaksaku berbuat begini. Seharusnya kau tidak mengganggu Aleksis..." Lauriel menatap Katia tajam dan menggeleng-geleng dengan wajah membesi. "Aku sudah mengetahui jenis racun yang kalian berikan kepadanya dan sekarang sedang membuat penawarnya. Besok pagi Aleksis akan sembuh sementara kau akan kehilangan semua indramu..."     

Katia tertegun dengan wajah pucat pasi. Ia sudah percaya kata-kata Lauriel yang diucapkannya dengan nada dingin penuh dendam tadi. Ia tidak takut mati, tetapi membayangkan kehilangan indranya satu persatu membuat hatinya ciut.     

"Jean... kau bukan orang jahat..." bisik Katia kemudian. "Kita berteman di London... kau kenal dengan Karl... Apakah kau akan pura-pura tidak mengingat pertemanan kita dan membiarkan mereka memperlakukanku begini?"     

"Maaf, Katia. Kau yang keterlaluan..." jawab Jean sambil menggeleng. Ia tidak mau melihat ke arah Katia. "Tidak seharusnya kau menyerang anak berumur dua tahun demi menyakiti orang tuanya..."     

Katia menggigit bibirnya dan membuang muka. Ia tahu kata-kata Jean benar dan sekarang ia hampir menyesali perbuatannya. Selama beberapa tahun ini dendamnya telah membuatnya gelap mata dan menghalalkan segala cara untuk membuat Caspar menderita.     

***     

Di dalam kamar Caspar menemani Finland yang sedang menunggui Aleksis yang terbaring diam di tempat tidur. Wajah keduanya tampak sangat risau. Selama Lauriel masih belum berhasil membuat obat penawarnya, hati mereka tak bisa tenang.     

"Jangan kuatir... Lauriel sangat ahli... Petualangannya di bumi selama ratusan tahun ini telah membuatnya menguasai berbagai jenis pengobatan kuno, isi kepalanya itu jauh lebih hebat dibandingkan puluhan buku kedokteran modern," kata Caspar berusaha menghibur Finland. Ia sendiri lebih menyukai dunia kedokteran dibandingkan pengobatan tradisional, tetapi ia tahu Lauriel telah menekuni racun dan obat-obatan jauh lebih lama daripada dirinya menekuni bidang kedokteran. Sebagai seorang dokter spesialis, ia bahkan tak dapat berbuat apa-apa mengatasi racun yang diberikan kepada Aleksis, dan hal itu membuat dadanya terasa sesak.     

Finland yang melihat Caspar tampak sangat lelah lalu mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan pemuda itu. Keduanya saling meremas tangan masing-masing seolah saling memberi kekuatan.     

"Maafkan aku, Finland. Katia mengincar Aleksis karena kesalahanku..." bisik Caspar pelan. "Aku memang dulu laki-laki brengsek."     

Finland mengangguk. Ia mengerti maksud Caspar tetapi ia tidak ingin mereka membahas hal itu di saat seperti ini. Ditepuk-tepuknya tangan Caspar dan menghela napas panjang.     

"Tolong jangan bicarakan itu sekarang..." kata Finland. "Kita fokus pada Aleksis saja ya... "     

Ia berusaha mengalihkan perhatian Caspar, "Bisa tolong ambilkan aku minuman? Aku haus sekali..."     

Caspar mengangguk. Ia melepaskan pegangannya dari tangan Finland dan keluar kamar menuju dapur. Setibanya di sana ia terkejut melihat Katia sudah duduk di salah satu kursi makan dengan dijaga Petra, sementara Lauriel masih tekun membuat ramuan obat dengan dibantu Jean dan Jadeith yang mengikuti perintah-perintahnya.     

Wajah Katia tampak pucat dan semrawut dan pipinya basah oleh air mata. Katia belum pernah terlihat menyedihkan seperti ini seumur hidupnya.     

"Kenapa dia dibawa ke sini?" tanya Caspar.     

"Rumah Furstenberg sudah tidak aman," jawab Petra. "Lagipula Lauriel ingin melihat sendiri saat racunnya bereaksi pada Katia. Jadi dia kubawa kemari..."     

Katia menoleh ke arah suara Caspar dengan berlinangan air mata. Sikap dingin dan acuhnya telah hilang sama sekali. Kedua matanya tampak menatap kosong.     

"Caspar... aku tidak bisa mencium dan melihat.... tolong aku..." Katia memohon sambil berusaha bangkit dan berjalan ke arah Caspar tetapi kakinya tersandung kaki meja dan ia terjatuh. Ia merangkak di lantai sambil meraba-raba berusaha mencari jalan untuk mendekati Caspar. "Racun Lauriel jahat sekali... Aku tidak sejahat ini kepada anakmu..."     

Caspar hanya menatap Katia yang berusaha keras merangkak ke arahnya dengan pandangan kasihan, tetapi ia tidak melakukan apa-apa. Saat mengingat Aleksis yang masih terbaring tidak sadarkan diri di kamar, hatinya menjadi membeku.     

"Kumohon... bunuh saja aku.. Kau punya pistolku... Ayo, bunuhlah aku, Caspar. Kau tentu marah karena aku meracuni anakmu...." Katia merengek. "Kau berutang kepadaku karena aku meninggalkan orang tuaku dan Karl untuk hidup bersamamu... Kau harus membalasnya dengan membunuhku. Itu kurasa cukup adil..."     

Katia terus merengek hingga tiba-tiba ia menjerit histeris.     

Katia sudah tidak mampu mendengar. Ia terkejut ketika tiba-tiba menyadari suara tangisannya sudah tidak dapat didengar oleh telinganya sendiri. Ia menjerit-jerit dengan panik berusaha mendengar suaranya tetapi yang dirasakannya hanya keheningan yang mencekam. Katia belum pernah merasa setakut itu...     

Caspar dan Jean saling pandang. Keduanya tampak tidak tega melihat Katia menjerit-jerit panik sambil memegangi kepalanya. Finland yang terkejut mendengar jeritan Katia buru-buru keluar kamar dan masuk ke dapur. Wajahnya terkesiap melihat Katia ada di sana dalam kondisi yang sangat menyedihkan.     

"A... ada apa ini? Apa yang terjadi kepadanya?" tanya Finland sambil mendekati Caspar. Keduanya tampak tertegun.     

"Dia minum racun dari Lauriel yang menyebabkannya kehilangan semua indranya..." kata Caspar pelan, "Sekarang ia tak dapat melihat dan mendengar..."     

"Oh..." Finland menekap mulutnya dengan shock. Ia menatap Lauriel yang tampak acuh menaruh ramuan obatnya di sebuah mangkuk kecil dan menganggguk kepada mereka.     

"Obatnya sudah selesai... " katanya dengan suara yang lega, tetapi lelah. "Aku akan memberikannya kepada Aleksis sekarang. Kalau semuanya berhasil, dia akan sembuh besok pagi."     

"Lauriel... " Finland buru-buru mendekati Lauriel, "Kau punya penawar racun Katia?"     

Lauriel mengangguk, "Tentu saja. Kenapa? Kau mau mengobatinya? Jangan bodoh."     

"Dia sudah mendapatkan hukumannya... Jangan terus disiksa seperti ini..." kata Finland dengan suara tercekat. Ia melihat Katia yang menjerit-jerit berusaha mendengar suaranya sendiri tampak sangat menyedihkan. Seketika rasa bencinya kepada gadis jahat itu menghilang. "Kau bukan orang jahat... tentu Aleksis akan sedih melihat ayah angkatnya berubah menjadi sadis begini..."     

Lauriel mendengus, "Aku tidak akan mengampuninya sampai aku benar-benar bisa memastikan bahwa Aleksis dapat sembuh. Sementara ini biarkan dia merasakan dulu penjara tubuh seperti ini dan menerima hukumannya."     

Ia lalu bergegas keluar dapur dan menuju kamar tempat Aleksis berada. Finland dan Caspar buru-buru mengikuti. Jean menghampiri Katia dan membantunya berdiri dan kembali duduk di kursi.     

"Siapa ini...? Apakah ini kau Caspar?" bisik Katia sambil menangis. Ia tambah tertekan karena tak dapat mendengar suara apa pun, termasuk suaranya sendiri. Jean tidak menjawab ia meninggalkan Katia di kursi dan segera keluar dari dapur menyusul Laurel.     

Di dalam kamar utama, Lauriel tengah memangku Aleksis dan memasukkan paksa obat penawar buatannya ke dalam mulut bocah itu. Caspar dan Finland yang baru tiba hanya dapat melihat dari pintu. Mereka berharap obat buatan Lauriel manjur dan anak mereka bisa diselamatkan. Saat ini mereka hanya bisa menunggu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.