The Alchemists: Cinta Abadi

Dendam Katia



Dendam Katia

0Katia menggenggam tangan Karl dan menempelkan ke pipinya sendiri. Pikirannya melayang ke masa 60-an tahun lalu saat ia bertemu Karl pertama kali. Mereka masih remaja dan memiliki minat yang sama. Keduanya tidak terpisahkan setelah acara pesta di istana kerajaan yang dihadiri kedua keluarga mereka. Setelah Katia pindah ke London ia dan Karl semakin sering menghabiskan waktu bersama. Semua itu berakhir setelah ia bertemu dan jatuh cinta kepada Caspar. Demi pemuda itu ia harus meninggalkan keluarganya dan sahabatnya.     

Ugh... semua pengorbanannya sia-sia, karena setelah puluhan tahun akhirnya Katia menyadari bahwa pemuda itu tidak sungguh-sungguh mencintainya.     

Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Air matanya menetes setitik tanpa ia sadari.     

"Katia..."     

Suara panggilan itu seketika membuat Katia terkesiap, tetapi dengan pandai gadis itu menahan diri, tidak menoleh.     

"Hmm... kau datang? Apa yang kau inginkan?" tanya Katia dengan suara tanpa emosi.     

"Aku ingin meminta maaf kepadamu secara pribadi. Aku belum pernah melakukannya sebelum ini, dan aku menyadari bahwa apa yang kulakukan kepadamu itu salah..." Caspar berjalan mendekati Katia dan menghentikan langkahnya setelah ia tiba di samping gadis itu.     

"Ini tidak seperti dirimu. Kau adalah manusia paling egois yang aku kenal..." Katia akhirnya mengangkat wajahnya dan memandang Caspar dengan pandangan mencela, "Apa yang membuatmu berubah?"     

"Cinta membuatku berubah..." kata Caspar tegas. "Aku minta maaf karena aku telah membuang-buang waktumu dan dengan egois mengikatmu tanpa memenuhi janjiku kepadamu. Aku telah mengambilmu dari keluarga dan sahabatmu. Aku sudah merasakan karma atas perbuatanku, selama 3 tahun ini aku telah dihukum dan aku mengerti apa yang kau rasakan... Aku menyesal."     

"Kau TIDAK TAHU apa yang kurasakan!" Katia berdiri dengan marah. Ia memukul bahu Caspar dengan kasar tetapi pemuda itu tidak menghindar atau menahan pukulannya sama sekali. "Aku sekarang tidak punya siapa-siapa... kau masih punya keluargamu! Seharusnya kau yang menjadi keluargaku. Seharusnya aku yang menikah denganmu dan melahirkan anak-anak untukmu dan kita akan hidup bahagia selamanya... Kau merenggut satu-satunya mimpiku dalam hidup ini... Kau jahat sekali...!!"     

Air matanya mengalir deras saat Katia memukuli dada Caspar yang menerima kemarahannya tanpa bergeming.     

"Aku tak bisa mengembalikan waktu yang telah hilang, Katia. Beri tahu aku apa yang kau inginkan untuk meredakan sakit hatimu..." kata Caspar pelan. Ia menatap Katia dengan pandangan sedih. Bagaimanapun dulu gadis ini adalah perempuan yang paling dekat dengannya selama puluhan tahun. Bisa dibilang dulu Katia adalah sahabatnya... Ia menyesal merusak hubungan di antara mereka karena tergesa-gesa meminta Katia meninggalkan kehidupannya untuk hidup bersamanya.     

Katia menggigit bibirnya dan memandang Caspar lama sekali...     

Ia lalu menyentuh pipi pemuda itu dan tanpa diduga-duga Katia mendaratkan ciuman ke bibirnya. Caspar yang terkejut berusaha melepaskan diri dengan mendorong Katia secara refleks.     

"Katia... aku sudah menikah. Kau tidak boleh begini..." katanya cepat.     

"Kau bertunangan denganku selama puluhan tahun tapi itu tidak menghentikanmu meniduri begitu banyak perempuan lain..." desis Katia.     

"Aku tahu aku salah, aku bukan laki-laki seperti itu lagi," Caspar menggeleng. "Aku sudah berubah sekarang."     

"Cih... apa tidak salah? Kau berubah menjadi setia kepada perempuan yang tidak mencintaimu. Finland tidak mencintaimu, itu satu-satunya alasan kau mengejarnya. Kau tidak pernah ditolak perempuan. Dan penolakannya membuatmu gila. Kau tahu dia mencintai Jean maka kau mengirim Famke untuk membunuhnya..."Katia menyilangkan sepasang tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya penuh dendam, "Setelah kau menyingkirkan Jean, Finland tetap tidak mencintaimu, ia meninggalkanmu untuk Lauriel dan punya anak bersamanya... Oh.. kau tak bisa menerima penolakan lagi dan menipu dirimu bahwa semua itu tidak benar."     

Caspar menggeleng-geleng melihat Katia tampak bicara dengan delusional. Ia sudah lelah dengan semua permainan ini.     

"Aku sudah tahu semua, Katia. Aku tahu rencanamu dan apa yang kaulakukan kepada Aleksis. Finland dan aku sudah menyelesaikan masalah di antara kami, Lauriel pun tidak bersedia memenuhi permintaanmu..." Caspar mengulurkan tangannya ke arah Katia, "Tolong berikan penawar racun Aleksis sekarang, aku tidak suka memintanya dengan kekerasan..."     

Katia tampak sedikit terkejut mendengar kata-kata Caspar, tetapi dengan cepat wajahnya menyunggingkan senyum dingin.     

"Oh... benarkah? Wahh... pantas saja kami tak bisa menelusuri jejak Finland selama seminggu terakhir ini. Ternyata ia mendatangimu. Baiklah... kalau begitu kau sudah tahu." Katia menyibakkan rambutnya dengan gaya acuh, "Aku harap kau sudah menyiapkan rencana pemakaman yang baik."     

"Aku tidak mengira kau bisa berbuat sejahat itu kepada seorang anak kecil. Kau seharusnya menghukumku, bukan anakku..." kata Caspar masih mengulurkan tangannya, "Obat penawarnya."     

"Racun memang senjata perempuan. Aku yang menyiapkan rencana ini dan mendatangi Alexei. Kau pikir aku tidak memikirkan ini matang-matang? Kau salah. Aku memang ingin menghukummu, dan menurutku ini adalah hukuman yang paling pantas. Bahkan Lauriel takkan mampu membuat penawarnya...hahaha..."     

"Katia, aku tidak ingin menggunakan kekerasan..." Caspar masih berusaha bersabar. "Tolong berikan penawarnya sekarang."     

"Aku tidak memiliki penawarnya," jawab Katia kemudian.     

"Telepon Alexei untuk memberikan penawarnya, kalau tidak aku tidak akan mengizinkanmu keluar dari sini."     

"Ha.. Kau pikir Alexei akan mendengarkanmu?" Katia hampir tertawa mendengar kata-kata Caspar. "Aku tidak berarti baginya. Kami adalah mitra kerja, karena kami punya tujuan yang sama. Kau pikir ia akan mengorbankan tujuannya untuk menyelamatkanku? Kau salah. Alexei tidak pernah mencintai siapa pun, ia hanya mencintai dirinya sendiri. Famke saja dikorbankannya... apalagi aku."     

"Katia..."     

"Kau boleh membunuhku, kalau kau sanggup melakukannya..." Katia tersenyum tipis, tangannya bergerak mengambil pistol dari dalam tas tangannya. Sesaat Caspar terkejut dan hendak mencegahnya, tetapi Katia dengan cepat telah menaruh pistol itu di tangannya. "Silakan bunuh aku dengan pistol ini kalau kau memang setega itu kepadaku."     

"Kau..." Caspar tidak habis pikir dengan reaksi Katia yang sama sekali tidak peduli bahwa Caspar dapat membunuhnya untuk membalas perbuatannya kepada Aleksis. "Kau ingin mati?"     

Pintu terbuka dan Marion tiba-tiba masuk. Ia sudah mendengar apa yang terjadi di dalam dan kini menjadi tidak sabar karena Caspar belum juga berhasil memaksa Katia untuk menyerahkan penawar.     

"Caspar... mengapa lama sekali?" tanyanya dengan nada protes.     

Katia menoleh ke arah pintu dengan ekspresi terkejut. "Si.. siapa kau?"     

"Aku Marion, kita belum pernah bertemu. Aku tadi sudah memberimu racun di dalam vodkamu. Kalau kau tidak ingin mati mengerikan, kau harus bekerja sama dengan kami untuk mengambil obat penawar dari Alexei," kata Marion dengan tidak sabar. "Bukan hanya kau yang bisa main racun."     

Katia mengerutkan keningnya dan seketika ia ingat dua gelas vodka yang diminumnya dari gadis di depannya itu. Hatinya berdesir. Ia melipat tangannya di dada dan menghadap Marion dengan sikap menantang.     

"Kau sudah meracuniku, Caspar memegang pistol di tangannya, dia bisa menembakku dan mengakhiri semuanya. Kau pikir aku takut mati? Aku hidup dalam waktu pinjaman..." kata Katia dengan suara dingin. "Aku sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Karl juga sudah akan mati."     

Saat itulah Neo bangun dan membongkar penyamarannya, membuat Katia terkesiap kaget.     

"Aku bukan Karl. Karl masih hidup dan baik-baik saja. Kalau kau masih ingin melihatnya, tolong bantu kami menangkap Alexei," kata Neo. Suaranya terdengar lunak. Tadi saat Katia memegang tangannya dengan penuh kesedihan ia merasa tersentuh dan menjadi tidak tega melihat Katia benar-benar sangat kehilangan sahabatnya.     

"Kau sudah meminum racun buatan Lauriel, dan dia membuatnya dengan penuh dendam," kata Marion. "Kau akan mati dengan sangat mengerikan kalau kau sampai tertidur. Tentu kau tidak ingin diingat dalam sejarah kaum Alchemist sebagai satu-satunya perempuan yang ditinggal di altar dan mati mengerikan, bukan? Kami tidak berencana memberimu kematian yang cepat dan mudah..."     

Marion kini menampilkan ekspresi yang tampak sangat mengerikan, ia terlihat seperti perempuan iblis pencabut nyawa. Untuk sesaat Katia tampak gentar. Ia dikelilingi tiga orang yang terlihat berbahaya dan kini ia merasa tersudut.     

"Aku tahu kau ingin pura-pura terlihat kuat, tetapi kalau kau tahu jenis siksaan yang bisa kuberikan kepadamu, kau akan memohon agar aku membunuhmu." Marion menarik tangan Katia dengan kasar dan mengikatnya dengan tali yang sudah disiapkannya. Ia menoleh kepada Caspar yang memandang adegan itu dengan tertegun. "Kau terlalu lunak. Ingat apa yang sudah dilakukannya kepada anakmu."     

Caspar tidak dapat berkata apa-apa. Ia tahu Katia sudah berlaku sangat jahat kepada anaknya, tetapi dalam hati ia masih tidak tega melihat gadis yang dulu hampir dinikahinya itu diperlakukan seperti ini oleh Marion.     

"Tinggi kita hampir sama," komentar Marion saat mencampakkan Katia ke tempat tidur. "Aku akan mengambil identitasmu dan pergi ke Yorkshire untuk menemui Alexei."     

Ia mengambil tas tangan Katia dan memeriksa isinya. Setelah puas dengan penemuannya ia memberi tanda kepada Neo agar mengikutinya keluar kamar. Tinggallah Katia dan Caspar berdua. Saat itu pertahanan Katia yang sedari tadi berusaha terlihat dingin dan acuh akhirnya runtuh. Ia kembali menangis.     

"Bunuh saja aku, Caspar. Aku sudah tidak mau hidup lagi." Katia menatap Caspar dengan pandangan memohon, "Sejak kau menghancurkan hatiku tiga tahun lalu, aku sudah tidak ingin hidup lagi. Aku hanya bertahan sejauh ini karena dendamku. Tapi toh... balas dendamku sudah gagal. Aku tak punya alasan lagi untuk hidup."     

Caspar menggeleng. "Tidak, Katia. Aku tak akan membunuhmu."     

Ia menaruh pistol dari Katia di balik pinggangnya lalu keluar dari kamar Karl dengan ekspresi gelap.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.