The Alchemists: Cinta Abadi

Berburu Bahan Obat



Berburu Bahan Obat

0Jean tiba di perpustakaan dan melihat Finland yang panik sedang memangku Aleksis yang tampak terkulai tidak sadarkan diri.     

"Katanya ada waktu dua minggu... Ini baru 11 hari..." kata Finland dengan napas memburu. Ia sangat panik ketika masuk ke perpustakaan dan menemukan Aleksis terbaring tidak bergerak dan segera menjerit. Air matanya mengalir deras.     

Jean buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menelpon Caspar.     

"Kabar buruk, Aleksis pingsan, kalian punya dokter pribadi?"     

"Ya Tuhan..." Caspar terdengar sangat terkejut dan cemas. "Aku akan mengirim dokter sekarang."     

Tidak sampai 10 menit kemudian terdengar suara helikopter mendarat di helipad belakang kastil dan beberapa petugas segera turun dengan membawa peralatan medis. Aleksis telah dibaringkan di kamarnya lalu berbagai peralatan segera disiapkan dan dokter memeriksa kondisinya.     

"Jantungnya memompa sangat lambat.." kata dokter sambil geleng-geleng. "Ini tidak cukup untuk membuatnya sadar. Kita harus memasang alat pacu jantung."     

Caspar menelepon Finland dan berusaha menenangkannya. Gadis itu terus-terusan menangis dan ia hampir pingsan saat dokter menyebutkan diagnosisnya.     

"Sayang, berikan teleponnya kepada dokter, aku mau bicara kepadanya," kata Caspar. Dengan tangan gemetar Finland menyerahkan ponselnya kepada dokter Fredrikson. Caspar yang juga seorang dokter berdiskusi dengan dokter Fredrikson dan membahas penanganan terbaik yang tidak melibatkan operasi karena Aleksis masih sangat kecil dan ia tahu kondisinya diakibatkan oleh racun dan bukan penyakit jantung.     

Setelah berkonsultasi beberapa lama akhirnya dokter setuju untuk membiarkan Aleksis dan memantau kondisinya selama 24 jam.     

Udara di kastil keluarga Schneider hari itu terasa sangat menyesakkan.     

***     

Di London Lauriel sangat marah saat mendengar Aleksis pingsan dan belum sadarkan diri setelah berjam-jam. Ia menggebrak meja di tengah ruangan penthouse tempatnya dan Caspar sedang beristirahat sebelum menemui Marion. Meja kayu itu terbelah menjadi dua dengan sangat menyedihkan.     

"Sekarang aku sudah tahu racun apa yang mereka berikan kepada Aleksis... Itu racun Putri Tidur yang akan aktif setelah 11 hari. Mereka menipuku saat mengatakan racunnya akan beraksi setelah 2 minggu." Wajahnya tampak merah karena murka. "Aku bisa menyembuhkannya.... Tapi sekarang sudah terlambat untuk mencari bahan obatnya."     

"Apa yang kau butuhkan? Aku bisa mengerahkan ratusan orang di seluruh dunia untuk mencarinya... Kita masih punya waktu..." kata Caspar cepat. "Aku mau kita mencoba segala cara..."     

Lauriel mengetuk-ketukkan jarinya di kursi sambil berpikir keras. Sesaat kemudian ia mengetik sesuatu di ponselnya dan mengirim email kepada Caspar.     

"Semua bahan yang aku butuhkan ada di dalam daftar di email yang kukirim barusan. Aku bisa memberi petunjuk di mana harus mencarinya. Beberapa tanaman tumbuh endemik di tempat tertentu, seperti Huang Qin di China, Kratom di Kalimantan Indonesia, Sawiyon di Kenya, dan beberapa tanaman lainnya. Selebihnya bisa kucari di sini. Semua bahan-bahan itu harus tiba di sini besok siang, kita punya waktu 24 jam."     

Sungguh tugas yang terlihat mustahil, mengumpulkan beberapa jenis tanaman eksotis dari berbagai tempat di seluruh dunia dalam waktu hanya beberapa jam dan segera menerbangkannya ke London, tetapi Caspar tidak mau menyerah. Dengan tetap tenang ia melakukan panggilan telepon kepada beberapa orang kepercayaannya yang segera bergerak untuk mencari bahan-bahan yang dibutuhkan Lauriel. Jam 2 siang di Inggris, berarti sudah jam 9 malam di Indonesia, dan jam 10 malam di China, tetapi hal itu tidak menghentikan upaya mereka.     

Malam itu juga seorang staf dari Grup Schneider terbang dengan pesawat carter dari Singapura ke Pontianak dan bertemu distributor yang membawanya ke rumah seorang petani kratom untuk mengambil tanaman segarnya langsung dari ladang, dan saat subuh tiba ia telah kembali ke Singapura. Dalam waktu tidak terlalu lama ia telah naik pesawat paling awal menuju London, diharapkan akan tiba sebelum jam makan siang.     

Hal yang sama terjadi Shanghai. Stanis yang masih berada di sana segera menghubungi peneliti dari dari lab mereka di Beijng yang segera mengutus anak buahnya untuk mencari Huang Qin di di hutan yang disebutkan oleh Lauriel. Saat pagi menjelang Stanis telah memegang tanaman yang dimaksud dan segera bersiap ke bandara untuk terbang ke London.     

Di Kenya, Zaire dan Jamaika tiga orang staf Caspar lainnya melakukan hal serupa. Semua tidak tidur dan bekerja keras sebaik mungkin untuk memastikan semua bahan yang dibutuhkan Lauriel berhasil didapat dan dikirim secepatnya.     

Lauriel sendiri segera pergi ke toko herbal di Chinatown dan membeli segala bahan lainnya yang menurutnya dapat diperoleh dengan mudah. Caspar memutuskan untuk mengunjungi Marion dan Neo sendirian sementara Lauriel sibuk dengan persiapannya membuat obat. Ia membawa racun buatan Lauriel bersamanya untuk diberikan kepada Katia.     

"Selamat datang, silakan masuk, Katia akan datang satu jam lagi..." kata Marion yang masih menyamar sebagai salah seorang model seksi yang dikencani Karl Furstenberg. "Aku bilang Karl sakit parah dan ingin bertemu dengannya untuk terakhir kalinya, Katia sangat kuatir dan memutuskan untuk menjenguknya."     

"Dia tidak curiga?" tanya Caspar.     

"Tidak. Esso sudah menginterogasi Karl, si tua itu sangat membenci rumah sakit dan ia kadang-kadang menggunakan obat terlarang, jadi ia sebisa mungkin menghindari polisi dan rumah sakit. Katia tahu itu... Ia mungkin mengira sahabatnya itu sudah sekarat akibat penyalahgunaan obat..."     

"Hmm..." Caspar mengangguk. "Lauriel sebenarnya sudah mengetahui jenis racun yang mereka gunakan dan sekarang sedang berusaha membuat penawarnya. Tapi tidak ada salahnya kita tetap berusaha meracuni Katia, siapa tahu penawarnya bisa kita dapatkan dengan lebih cepat."     

"Tentu saja. Kau bisa menunggu di ruang sebelah. Aku akan menerima Katia di kamar Karl."     

Caspar mengeluarkan botol kecil dari sakunya dan meletakkannya di tangan Marion.     

"Kau bisa memasukkan ini di dalam minumannya. Lauriel bilang racun ini tidak berbau dan tidak berasa, dan ia baru akan merasakan dampaknya setelah ia tidur."     

"Baiklah. Aku akan memberikannya."     

Caspar masuk ke dalam salah satu kamar di penthouse Karl Furstenberg dan menunggu kedatangan Katia dengan cemas. Saat duduk di kursi ia memutuskan menelepon Finland untuk menanyakan perkembangan keadaan Aleksis.     

"Dia masih pingsan... dokter bilang keadaannya stabil, tapi denyut jantungnya masih terlalu lemah." Suara Finland bergetar saat bicara, tetapi ia berusaha terdengar tabah.     

"Lauriel sudah mengetahui jenis racun yang digunakan Katia. Dari gejalanya dan reaksinya yang terlambat 11 hari, Aleksis diberikan racun Putri Tidur. Ini memang memperlambat kerja jantung sehingga korban seolah tidur dan tidak bangun-bangun. Ia tahu obat penawarnya, walaupun bahan-bahannya susah dicari tetapi kami sedang berusaha. Sementara ini Aleksis tidak apa-apa. Kalau ia tidak bangun setelah tiga hari maka ia tak dapat ditolong lagi. Itu sebabnya Katia memberi Lauriel waktu dua minggu." Caspar berusaha menenangkan Finland dengan menjelaskan bahwa Lauriel mampu menolong nyawa anak mereka. Ia sendiri senantiasa memonitor perkembangan orang-orangnya yang sedang dalam perjalanan membawa semua bahan obat tersebut ke London.     

"Be... benarkah Rory bisa menyelamatkan Aleksis?" tanya Finland dengan suara serak. Suaranya hampir habis karena menangis.     

"Aku sudah mengerahkan orang-orangku untuk membantu mencarikan semua bahan yang dibutuhkan Rory. Mereka akan tiba di sini besok."     

"Lalu... apakah kami harus ke sana atau kita tetap bertemu di Glasgow?" tanya Finland.     

"Aku akan menjemput kalian besok pagi. Kita akan bersama-sama ke London menemui Lauriel dan memberikan obatnya kepada Aleksis. Sekarang sebaiknya kau beristirahat dulu, biar kau tidak jatuh sakit. Dokter-dokter di rumah yang akan memantau Aleksis."     

Finland ingin tetap berjaga di samping Aleksis tetapi ia sadar Caspar benar. Ia harus beristirahat agar tidak menimbulkan masalah baru. Dengan berat hati ia akhirnya mengambil bantal dan tidur di sofa di samping Aleksis. Jean yang dari tadi mendampinginya ikut menarik kursi dan tidur di sisi tempat tidur Aleksis satu lagi. Tidak seorang pun dari mereka boleh jatuh sakit dalam situasi kritis ini.     

***     

Marion membuka pintu saat terdengar ketukan halus yang menandakan Katia sudah tiba.     

"Hai, Katia... Karl sudah menunggumu..." kata Marion dengan suara pura-pura sedih menyambut gadis cantik berambut platinum panjang yang berdiri di depan pintu penthouse. "Ia sangat sedih karena tak bisa menghadiri pertunjukannya malam ini... Tetapi aku rasa waktunya memang sudah tidak lama..."     

"Hmm..." Katia menyibakkan rambutnya yang tergerai indah dan memandang ke sekeliling ruang tamu. "Kau adalah...?"     

"Oh... aku asistennya yang terbaru..." Marion mencoba tersenyum canggung, "Aku yang meneleponmu. Karl dari tadi menunggumu di kamarnya. Tapi sekarang ia sedang tidur..."     

"Tidak apa-apa, aku tahu tempatnya..." Katia berjalan dengan anggun menuju kamar sahabatnya dan melambaikan tangan mengusir Marion.     

Marion buru-buru pergi ke dapur dan mengeluarkan sebotol wine dan menuang isinya ke sebuah gelas. Ia mendatangi Katia di kamar Karl Furstenberg yang sedang duduk di samping tempat tidur dan menatap Karl palsu yang sedang tidur dengan pandangan sedih.     

"Kau mau minum apa?" tanya Marion.     

"Tolong segelas vodka dan es," kata Katia tanpa menoleh. Ia tampak kalut melihat betapa ringkihnya wajah tua sahabat masa mudanya dulu, yang sekarang sedang tidur dengan napas satu-satu.     

Marion menyimpan kembali gelas berisi wine yang tadi dituangnya dan mengambil botol vodka dari kabinet. Ia menuangnya setengah gelas dan menaruh es, lalu dengan cepat ia menambahkan racun dari botol yang tadi diberikan Caspar. Marion lalu kembali ke kamar dengan minumannya dan menyerahkan kepada Katia.     

"Ini dia, silakan minum."     

"Terima kasih..." Katia meminum vodkanya satu teguk dan kemudian mengerutkan keningnya. "Apa ini?"     

Marion terkesiap. Ia tak mengira Katia akan bereaksi seperti itu. Setahunya racun buatan Lauriel sangat halus dan tidak terdeteksi, ia tak menyangka Katia akan menjadi curiga.     

"Itu vodka... Anda kan tadi minta vodka dengan es...." katanya terbata-bata. Katia menatapnya dengan pandangan mencela.     

"Ini bukan yang biasa Karl minum. Kau ambil ini dari mana?"     

"Oh... yang biasa diminum Karl sudah habis, dan ini aku yang membelinya..." kata Marion cepat. "Maaf, apa kau mau minum yang lain?"     

"Hmm... Katia tampak berpikir sejenak dan kemudian menggeleng. Wajahnya tampak sangat membutuhkan minuman yang keras seperti vodka untuk mengatasi keresahan hatinya. Tanpa berkata apa-apa lagi ia menghabiskan isi gelasnya dan menyerahkannya kembali kepada Marion. "Satu lagi.."     

"Uhm.. baiklah." Marion buru-buru mengambil gelas itu dari tangan Katia lalu mengisinya kembali di dapur, tidak lupa menambahkan sisa racun di botol sehingga habis. Katia meneguknya kembali tanpa ragu. Ia duduk di kursi samping tempat tidur Karl dan merenung lama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.