The Alchemists: Cinta Abadi

Kembali ke Jerman



Kembali ke Jerman

0Kehadiran Jean dan Finland di rumah sakit kembali menarik perhatian pengunjung dan karyawan rumah sakit, tetapi kini gosip bahwa Jean dan Finland adalah sepasang kekasih segera terhapus karena orang-orang melihat bahwa gadis yang selama ini mereka kira kekasihnya ternyata berjalan berpegangan tangan dengan seorang pemuda yang bahkan lebih tampan dari Jean.     

Saat ketiganya lewat, tanpa sadar orang-orang terpaku dan berhenti melakukan apa pun yang sedang mereka lakukan dan menatap hingga ketiga orang itu menghilang dari pandangan.     

"Dokter Schneider...!" seru seorang dokter separuh baya yang berpapasan dengan mereka saat melihat Caspar. "Astaga.. Anda sedang di sini? Kunjungan tugas atau menjenguk pasien?"     

Caspar mengenali pria itu dari suatu konferensi yang diikutinya beberapa tahun lalu dan demi kesopanan ia pun berhenti dan menyapanya.     

"Selamat sore, Dokter. Saya hanya sedang menjenguk anak seorang teman. Apa kabar?"     

"Kabar baik, saya sangat senang bertemu Anda. Astaga.. Anda tidak berubah sama sekali, dari dulu tetap tampan dan terlihat muda." Dokter itu tampak berdecak kagum melihat Caspar, "Umur Anda hampir 40 tahun kan sekarang?"     

Caspar hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia memang sudah terlalu lama memakai identitas Heinrich Schneider, sebagai pemilik Grup Schneider dan dokter bedah Schneider yang terkenal jenius, keduanya berjalan bersamaan tanpa diketahui orang-orang di kedua dunia tersebut sebab wajahnya tak pernah muncul di internet.     

Sejak berpisah dengan Finland ia sudah tak peduli untuk mengambil identitas baru. Itu bisa diurus begitu Aleksis sembuh dan mereka tinggal bersama kembali, pikirnya.     

Finland ingat bahwa pertemuan keduanya dengan Caspar juga terjadi di rumah sakit. Saat itu Finland harus melakukan medical check up sebagai persyaratan masuk kerja ke LTX dan Caspar yang sedang menjadi dokter tamu di Rumah Sakit Imperial selama 6 bulan yang memeriksanya dan bahkan membayari biaya check up-nya karena mengetahui Finland tidak memiliki uang. Memikirkan itu, tanpa sadar ia tersenyum sambil menatap Caspar dengan penuh cinta.     

Agar tidak ada lagi yang mengenali dan menghentikannya, Caspar berjalan terburu-buru ke kamar Terry diikuti Finland dan Jean. Mereka disambut orang tua anak itu yang tampak sangat berterima kasih karena bantuan mereka Terry sekarang memiliki harapan sembuh.     

"Hai Terry, bagaimana keadaanmu?" tanya Jean saat mereka tiba di kamar tempat Terry dirawat. Ia menyesal tadi tidak sempat mampir untuk membawa oleh-oleh tetapi mereka memang sedang terburu-buru.     

"Baik-baik saja," jawab Terry. Ia tersenyum melihat Caspar, "Dokter bilang operasinya berhasil."     

Caspar mengangguk. Finland menoleh keheranan ke arahnya.     

"Kalian kenal?" tanyanya.     

"Aku tadi pagi ke sini..." Caspar mengangkat bahu. "Aku hanya ingin memastikan donor sumsum tulang belakang yang kau lakukan tidak sia-sia. Kebetulan aku kenal direktur rumah sakit ini."     

"Oh..." Finland tersenyum mendengarnya dan meremas tangan Caspar dengan mesra. Ia ingat dulu Caspar sangat cemburu karena Finland mendonorkan sel telurnya demi mendapatkan uang dan akibatnya ada anak dari embrio yang dihasilkan oleh selnya dan Jean. Tetapi kini Caspar tampak tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Finland merasa lega.     

Mereka bercakap-cakap sebentar dan kemudian pamit karena akan berangkat keluar Singapura dan berjanji akan saling bertukar kabar setelah Terry sembuh.     

Jean diantar ke bandara karena ia harus segera terbang ke Prancis dan Finland melepasnya dengan haru saat mereka tiba di terminal keberangkatan. Ia merasa sangat bahagia karena Jean sudah ingat tentang semua yang terjadi dan tentang persahabatan mereka. Keduanya berjanji akan saling telepon dan bicara setiap hari seperti dulu, lalu berpelukan dan mengucap selamat tinggal.     

"Semoga sukses dengan syutingnya..." kata Finland. "Sampai jumpa di Skotlandia!"     

"Sampai jumpa, Finland." Jean melambai beberapa kali sebelum masuk melalui security check dan menghilang dari pandangan mereka.     

"Aku belum mengucapkan terima kasih karena kau berpikir cepat dan menyelamatkan nyawa Jean dengan memberikan obat ramuan abadi tersebut..." kata Finland kepada Caspar dengan nada haru. "Terima kasih..."     

Caspar menatap Finland dengan pandangan rumit, lalu seulas senyum jahil terukir di wajahnya,     

"Uhmm... kau bisa menunjukkan rasa terima kasihmu dengan menciumku..." katanya.     

Seketika sepasang pipi Finland bersemu merah dan tanpa sadar ia menunduk. Ia sudah lama sekali tidak mencium pria yang dicintainya ini dan ia sangat merindukannya.     

Caspar yang melihat ekspresi malu-malu Finland segera menyentuh dagu Finland dan mendekatkan wajahnya, kemudian mencium lembut bibir gadis itu dengan bibirnya yang basah, semakin lama semakin bersemangat. Ia sungguh merindukan bibir mungil merah ini, setiap hari, setiap malam.     

Aduh... apa kau tidak malu...? Ini di tempat umum...     

Finland ingin sekali protes seperti itu, tetapi tidak ada suara yang keluar dari bibirnya yang dilumat oleh Caspar dengan tidak puas-puasnya. Akhirnya ia hanya dapat memejamkan mata dan menikmati ciuman pemuda itu yang membuat pikirannya seketika terasa kosong.     

Ketika akhirnya Caspar melepaskannya, ia berbisik mesra di telinga gadis itu, "Aku sangat merindukanmu, aku merindukanmu setiap hari, aku merindukanmu setiap malam..."     

Finland tersipu dan menutupi perasaannya dengan menarik tangan Caspar ke tempat mobil mereka menunggu. Ia malu dilihat orang-orang yang berlalu lalang dan menatap mereka dengan pandangan iri.     

Di dalam perjalanan kembali ke Hotel Continental keduanya duduk di kursi belakang sambil berangkulan, seolah takut akan terpisahkan lagi. Ben yang melirik ke arah keduanya lewat kaca spion tampak tersenyum simpul. Ia sangat senang melihat majikannya telah kembali bersama dengan perempuan yang dicintainya.     

Setelah tiba di Hotel Continental, Finland segera mengambil Aleksis dari Lauriel dan bersiap-siap untuk berangkat ke Jerman bersama Caspar. Marion, Esso, dan Petra akan ikut dengan mereka, sementara Lauriel akan berangkat ke Amerika sendirian.     

"Sampai jumpa, Lauriel. Semoga berhasil..." kata Caspar saat mereka akan berpisah.     

"Sampai jumpa, Paman Rory." Aleksis mencium pipi Lauriel dan membuat seulas senyum terukir di wajah ayah angkatnya.     

"Sampai jumpa. Kita akan berhasil," kata Lauriel sambil mengacak rambut Aleksis hingga semakin mirip dengan rambutnya.     

Suara Lauriel yang penuh keyakinan memberi Finland pengharapan. Kalaupun mereka tak dapat memperoleh penawar racun Aleksis, Lauriel masih punya rencana cadangan untuk menyembuhkan Aleksis dengan racun Medusa yang disebutnya 'the mother of poison' itu. Finland dan Caspar sangat percaya akan kemampuan Lauriel dan mereka agak lega membayangkan ada alternatif lain seandainya mereka gagal menangkap Alexei dan mengadakan pertukaran.     

Setelah terbang 12 jam, pesawat mereka mendarat di Stuttgart dan dengan melalui jalur VIP rombongan itu lalu melanjutkan perjalanan dengan beberapa mobil yang sudah menjemput di lobi. Perjalanan ini membawa Finland pada kenangan masa lalu saat ia pertama kali mendarat di Eropa dan datang ke kastil keluarga Caspar, bertemu adik-adiknya, menikah, lalu melihat salju pertamanya...     

Sekarang sudah di akhir musim gugur dan suhu turun menjadi beberapa belas derajat, tetapi Finland yang sudah menetap beberapa tahun di San Francisco kini telah terbiasa dengan suhu dingin dan tidak perlu lagi berlindung di dalam mantel Caspar seperti waktu lalu. Padahal dalam hati ia merindukan saat ia kedinginan dan Caspar menutupinya di dalam mantelnya sendiri, romantis sekali.     

Caspar pun sedang memikirkan hal yang sama, karena ia menatap Finland dan terlihat sedikit kecewa karena gadis itu kini tidak kedinginan dan memerlukan perlindungan mantelnya. Saat keduanya bertatapan, Finland dan Caspar tahu mereka sedang berpikiran hal yang sama, dan tanpa dapat ditahan mereka pun tertawa bersama.     

"Hmm..." Caspar menggeleng-gelengkan kepalanya dan menarik tangan Finland masuk ke dalam mobil.     

Di sepanjang perjalanan mereka bercakap-cakap tentang apa yang terjadi selama keduanya berpisah. Finland menceritakan tentang kehidupannya di San Francisco dan bagaimana Lauriel banyak membantunya, terutama setelah Sophia menipu Finland di Singapura dan membuatnya berpikir Caspar telah melupakannya dan tinggal bersama Sophia.     

"Maafkan aku... Aku sungguh bodoh waktu itu..." kata Caspar dengan nada menyesal. "Untung ada Lauriel yang membantumu... Aku berutang budi kepadanya. Aku akan memberi pelajaran kepada Sophia, begitu aku menyelamatkannya dari Alexei."     

"Mengapa Sophia membelot dari kakaknya dan membelamu?" tanya Finland sedikit cemburu.     

"Famke adalah kekasih Alexei yang dikirimnya untuk menjebakku. Sophia merasa Alexei sudah berubah karena pengaruh Katia dan ia takut kalau Famke saja dikorbankan olehnya, nanti ia juga akan mengorbankan adiknya sendiri... Karena itulah Sophia meninggalkannya..."     

"Lauriel bilang Sophia menaruh hati padamu sejak dulu... Pasti ia menolongmu karena ia ingin mendapatkanmu..." kata Finland lagi.     

"Mungkin." Caspar mengangkat bahu. "Yang jelas aku adalah milikmu dan aku tidak pernah mencintai dia ataupun perempuan lainnya."     

Ia lalu menatap Finland lekat-lekat, "Sayangku... aku ingin kita berjanji tidak akan cemburu membuta dan tanpa menggunakan akal sehat. Walaupun Sophia jatuh cinta kepadaku, tolong jangan cemburu kepadanya kalau aku menyelamatkan dan melindunginya. Aku terikat janjiku kepadanya saat ia membersihkan namaku di sidang 5 keluarga. Aku juga tidak akan cemburu kepada Lauriel yang mencintaimu dan melakukan begitu banyak hal untukmu... Karena aku sekarang tahu bahwa kau hanya mencintaiku..."     

Finland mengerutkan keningnya mendengar ucapan Caspar, "Cemburu kepada Lauriel? Oh... jangan begitu lagi. Ingat apa yang terjadi terakhir kali saat kau cemburu kepada Jean?"     

"Aku tahu... makanya aku bilang aku belajar dari pengalaman dan tidak akan cemburu kepada Lauriel walaupun aku tahu pasti ia menaruh hati kepadamu. Aku telah mengenalnya selama ratusan tahun dan aku tahu bagaimana wajahnya kalau ia jatuh cinta..." kata Caspar pelan. "Aku tahu kau wanita luar biasa, dan tidak heran kalau ia jatuh cinta kepadamu... tetapi aku bertemu kau duluan, dia harus mengalah karena kau adalah milikku."     

Finland tahu Lauriel sudah jatuh cinta kepadanya tetapi ia tidak menduga Caspar juga akan mengetahui hal itu dengan mudah. Tadinya ia takut pemuda itu akan berlaku cemburuan lagi seperti waktu dulu ia cemburu kepada Jean, tetapi ternyata kali ini Caspar telah bersikap lebih bijak dan mengerti bahwa perasaan seseorang adalah hak prerogatif orang tersebut dan ia tak bisa memaksa mereka untuk menghilangkannya hanya karena ia mencintai orang yang sama. Ia sudah melihat Lauriel yang kini selalu menjaga jarak dengan baik dari Finland dan baginya itu sudah cukup.     

Mereka tiba di kastil keluarga Caspar saat hari sudah larut malam. Kara menyambut di depan pintu dan segera menjadi akrab dengan Aleksis.     

"Ahh.. Putri Aleksis, kau cantik sekali. Kau akan suka kamar tuan putri yang disiapkan papamu di istana ini..." katanya dengan penuh semangat.     

Finland menoleh ke arah Caspar, "Kau menyiapkan kamar untuk Aleksis?"     

"Aku memesan beberapa barang kemarin dan meminta Kara menyiapkan kamarnya..." jawab Caspar sambil tersenyum lebar, "Kamar yang layak untuk seorang putri cilik."     

Saat ia melihat kamar yang disiapkan untuk Aleksis, seketika Finland teringat kamar Aleksis di rumah Lauriel yang sangat kental bernuansa dongeng Disney dan ia tak bisa menahan senyumnya. Baik ayah kandung maupun ayah angkat Aleksis mempunyai selera yang sama dalam perabotan anak perempuan.     

"Setelah makan malam, kita harus beristirahat," kata Caspar setelah mereka membereskan barang-barang mereka di kamar. Finland mengangguk setuju. Perjalanan dari Singapura memang cukup melelahkan walaupun mereka terbang dengan pesawat pribadi yang nyaman.     

Makanan telah disiapkan di ruang makan dan mereka makan malam dengan cepat lalu membacakan dongeng sebelum tidur bagi Aleksis dan memastikan ia tidur pulas sebelum keduanya masuk ke kamar mereka sendiri.     

Namun saat keduanya berdiri berpandangan di depan tempat tidur untuk beristirahat, seketika keinginan untuk tidur menghilang, seiring dengan menghilangnya rasa lelah mereka setelah terbang belasan jam.     

Caspar tidak dapat lagi menahan diri dan segera mencium bibir Finland dengan rakus. Ia menahan kepala dan punggung gadis itu dengan sangat hati-hati seolah takut ia akan menghilang bagaikan bayangan.     

Finland yang sangat merindukan tubuh suaminya tanpa sadar bergerak membuka kancing kemeja Caspar dan menyusupkan tangannya ke dada dan punggung pemuda itu, membuatnya menghentikan ciumannya, dan setelah terpaku dua detik Caspar segera menggendong Finland dan membaringkannya ke tempat tidur lalu melanjutkan mencumbunya di sana.     

Mereka tidak jadi beristirahat setelah makan malam seperti rencana semula. Kerinduan keduanya selama bertahun-tahun ditumpahkan semua malam itu dengan tiada puas-puasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.