The Alchemists: Cinta Abadi

Altair dan Vega **



Altair dan Vega **

0Mobil tiba di Harbourfront sepuluh menit kemudian. Alaric membawakan tas Aleksis sambil menggandeng tangannya berjalan menuju ke kapal catamaran-nya yang sekarang terlihat jauh lebih modern daripada yang dulu.     

Kedua anak buahnya membawakan barang-barangnya dan kotak pendingin berisi persediaan bahan makanan dan minuman untuk mereka nikmati di kapal. Setelah beres, mereka lalu pamit dan kembali ke mansion.     

Setelah mengatur barang-barang di kabin dan makanan di dapur, Alaric segera bersiap mengemudikan kapal untuk berlayar ke laut. Aleksis berdiri di sampingnya menikmati hembusan angin sore dan matahari terbenam di ujung barat.     

Rasanya indah sekali...     

Kalau ia boleh membekukan waktu, ia ingin tetap ada di momen ini untuk waktu yang lama...     

Setelah mereka berada di tengah laut, perasaan keduanya berubah menjadi syahdu. Tidak ada siapa pun di sekeliling mereka, hanya ada lautan dan langit malam di horizon. Milyaran bintang dari Bimasakti dan berbagai galaksi lainnya yang terlihat dari bumi, tampak begitu indah dan membuat mereka merasa seolah berada di alam mimpi.     

"Kau lapar?" tanya Alaric. "Mau bantu aku menyiapkan makan malam?"     

Aleksis mengangguk gembira. Ia memang sudah mulai lapar. Alaric lalu turun ke dapur dan memanaskan beberapa hidangan masak di microwave, Aleksis mengikutinya dan menyiapkan alat makan dan wine.     

Ia menaruh sehelai selimut piknik di dek dan mengatur alat makan mereka di sana. Beberapa menit kemudian Alaric datang dengan beberapa hidangan di mangkuk dan ikut menata makan malam mereka. Ia kemudian mengambil beberapa buah lilin dari kabin dan menyalakannya, lalu menaruhnya di tengah.     

"Wahh... romantis sekali!! Candle-light dinner!" seru Aleksis kagum. Sekarang ia percaya bahwa sesungguhnya Alaric adalah seorang pria yang romantis.     

Ha.. sungguh disayangkan kalau keromantisannya selama ini tersia-siakan karena ia belum pernah memiliki kekasih.     

Aleksis bertekad akan memanfaatkan hal ini sebaik mungkin. Ah, tadi Alaric sudah memberinya bunga, dan sekarang mereka makan malam sederhana dengan ditemani sinar lilin...     

Tak henti-hentinya ia mengagumi indahnya momen ini.     

Mereka makan sambil bercakap-cakap ringan. Keduanya masih membatasi topik pembicaraan seputar hal-hal umum, karena baik Aleksis maupun Alaric masih harus menyembunyikan jati diri mereka sebenarnya.     

Entah kapan kami akan bisa berterus terang... pikir Aleksis. Ia tahu cepat atau lambat ia harus mengungkapkan kepada Alaric bahwa ia adalah seorang alchemist, putri dari ketua klan Alchemist yang sangat berkuasa dan ia sendiri dapat hidup abadi.     

Sementara Alaric memikirkan kapan ia dapat berterus terang kepada Aleksis tentang siapa dirinya dan menunjukkan wajah aslinya. Ia menimbang-nimbang apa yang harus ia putuskan. Bisa jadi seumur hidupnya ia takkan membuka jati dirinya...     

Mereka makan malam dengan tenang dan dalam suasana romantis. Keduanya belum pernah memiliki kekasih sebelum ini, dan baik Alaric maupun Aleksis merasa heran sendiri melihat betapa mudahnya mereka bergaul akrab setelah satu hari.     

Rasanya seperti memakai sarung tangan yang melekat dengan sempurna, tak ada kesulitan dalam penyesuaian dan tak ada gesekan yang tidak perlu. Mereka merasa bagaikan kepingan puzzle yang menyatu dengan pas dan mengisi tempatnya dengan mudah.     

Setelah makan malam selesai, keduanya bekerja sama mencuci piring dan membereskan bekas makan mereka. Saatnya kemudian menikmati segelas red wine sambil berbincang-bincang mengamati langit.     

"Deknya keras, mau minum wine sambil ngobrol di kabin?" tanya Alaric setelah menuangkan wine untuk mereka.     

Seketika wajah Aleksis bersemu merah. Ia mengerti maksud Alaric. Di kabin ada tempat tidur, berarti mereka akan melanjutkan apa yang tadi hampir mereka lakukan di kantornya, di kabin kapal.     

"Uhm... tapi kalau di kabin, kita tidak bisa melihat langit... Padahal langitnya cantik sekali dengan begitu banyak bintang yang gemerlap di saat cuaca begini cerah..." kata Aleksis sedikit protes.     

Bukankah tadi Alaric membiarkannya memilih tempat indah sesuai keinginannya? Mengapa sekarang ia malah mengajak mereka ke kabin, pikir Aleksis.     

"Masuklah ke kabin, akan kutunjukkan sesuatu," kata Alaric sambil tersenyum simpul. Ia menggengam tangan Aleksis dengan tangan kirinya dan tangan kanan membawa gelas wine dan botolnya. Gadis itu mengikuti dengan langkah ragu.     

Mereka turun ke kabin dan Aleksis melihat sebuah tempat tidur yang nyaman dan meja kecil. Alaric menaruh botol wine dan gelasnya di meja lalu duduk di tempat tidur. Ia memberi tanda agar Aleksis duduk di pangkuannya.     

"Uhm..." Kedua pipi Aleksis sudah bersemu merah sekali, saat ia menghampiri Alaric dan duduk di pangkuannya.     

Ia yang biasanya agresif dan blak-blakan malam ini tiba-tiba merasa seperti anak kecil yang tertangkap mencuri permen dan tersipu-sipu malu.     

Alaric tampak begitu tenang dan percaya diri. Mungkin karena ia sudah berpengalaman dan tahu apa yang harus dilakukan, sementara Aleksis hanya mengetahui tentang hubungan seksual dari buku pendidikan dan edukasi dari orang tuanya. Di saat ini, rasanya semua yang diketahuinya itu tak ada artinya sama sekali.     

"Di bawah bintang-bintang...!" protesnya pelan sambil menatap Alaric dengan sepasang mata berkaca-kaca seperti anak anjing.     

Alaric tersenyum simpul melihat ekspresi Aleksis lalu mengambil sebuah remote dari kabinet di samping tempat tidur. Ia memencet beberapa tombol dan tiba-tiba saja atap kabin bergerak membuka, menunjukkan pemandangan angkasa yang begitu cantik.     

"Di bawah bintang-bintang..." kata Alaric mengiyakan. Ia menunjuk ke atas mereka.     

Aleksis sampai berseru tertahan. Ia tak menyangka kapal ini sangat modern dan memiliki atap seperti mobil convertible yang bisa terbuka. Ini tentu jauh lebih menyenangkan bagi mereka, untuk duduk atau bersantai di tempat tidur yang empuk, menikmati wine, sambil memandangi cakrawala malam berisi milyaran bintang, daripada duduk di dek yang keras dan berangin.     

"Ini... indah sekali..." bisik Aleksis kagum.     

"Hmm..." Alaric tampak puas melihat reaksi Aleksis, "Bukan hanya kau yang suka melihat bintang-bintang di malam yang cerah,"     

"Kau juga?" tanya Aleksis. Ia tak percaya mereka ternyata memiliki kesukaan yang sama. Alaric bahkan sampai membeli kapal yang membuatnya dapat melihat langit seperti ini.     

Alaric mengangguk. "Aku dari dulu menyukai astronomi."     

"Aku juga!" seru Aleksis. "Apa bintang favoritmu?"     

Alaric menunjuk ke atas, "Kau lihat rasi bintang Altair di sana?"     

"Astaga....!" Aleksis berbalik menghadap Alaric dan wajah mereka menjadi dekat sekali. Wajah gadis itu tampak sangat terkejut, "Kau juga menyukai Altair dan Vega???"     

Alaric mengangguk.     

Keduanya saling bertatapan lekat-lekat, dengan tatapan kagum, terpukau, dan bahagia, menemukan satu lagi persamaan mereka. Keduanya ternyata sama-sama menyukai pasangan rasi bintang Altair dan Vega.     

Semuanya terasa begitu sempurna. Setelah makan malam diterangi cahaya lilin yang romantis, suasana sepi di tengah lautan, hanya ada satu sama lain, lalu wine yang mencairkan suasana, dan milyaran bintang di angkasa malam yang bercuaca cerah, ditambah dengan kenyataan bahwa keduanya sama-sama menggemari astronomi dan menyukai pasangan rasi bintang yang sama... Suasana terasa sempurna bagaikan dalam mimpi...     

Rasanya seolah Alaric dan Aleksis tercipta untuk satu sama lain.     

Sesaat kemudian dada keduanya dipenuhi emosi yang mendalam dan begitu kuat, Sepasang mata biru hijau Aleksis tampak berkaca-kaca saat ia menatap Alaric dan menyadari bahwa ia belum pernah merasakan perasaan sekuat ini untuk manusia mana pun.     

Inikah yang dinamakan jatuh cinta itu?     

Alaric menelan ludah. Ia tersentuh melihat cara Aleksis menatapnya dengan sepasang mata yang dipenuhi berjuta kasih sayang yang melimpah. Ia belum pernah melihat ada orang yang menatapnya seperti ini, begitu penuh kasih dan begitu hangat serta mengharukan.     

Pertama kalinya dalam hidup, ia merasakan dicintai.     

Mungkin kalau ia memiliki ibu, tatapan Aleksis kepadanya ini akan sebanding dengan tatapan penuh cinta dari ibunya.     

Kalau ia memiliki ibu, mungkin Alaric akan dapat membandingkan...     

Sayangnya Alaric tak pernah bertemu ibunya, karena manusia-manusia jahat dan bodoh yang terlalu gemar berperang dan merusak dunia, mengakibatkan kematian ibunya...     

Ia masih tak dapat memaafkan mereka.     

Alaric memejamkan mata, berusaha mengusir bayangan kebenciannya sendiri. Ia sadar saat ini Aleksis-lah yang ada di hadapannya, dan gadis itu mencintainya dengan sepenuh hati.     

Ia tak boleh merusak suasana.     

Meskipun mereka baru bertemu beberapa kali, dan setelah Aleksis dewasa mereka baru resmi bertemu kembali selama 24 jam, tetapi ia merasa seolah telah mengenal gadis itu seumur hidupnya. Aleksis begitu hangat, terbuka, dan dipenuhi semangat hidup yang menular.     

"Aleksis..." bisiknya, akhirnya membuka sepasang matanya, "Aleksis..."     

"Ya...?" tanya Aleksis dengan suara yang terdengar semanis madu di telinga Alaric. Ia tak percaya keberuntungannya sendiri. Gadis seluar biasa ini jatuh cinta kepadanya, bahkan tidak mempedulikan usia dan penampilannya...     

"Aleksis...." panggil Alaric lagi. Ia sangat menyukai nama gadis itu.     

"Ya...?" tanya Aleksis lagi.     

"Aku mencintaimu." Akhirnya pengakuan itu keluar dari bibir Alaric tanpa dapat ditahannya lagi.     

Ia membingkai wajah Aleksis dengan kedua tangannya dan mendekatkan bibirnya untuk mencium bibir merah kekasihnya yang ranum.     

Aleksis terharu mendengar pernyataan cinta yang akhirnya datang itu. Ia pun memegang wajah Alaric dan membalas ciumannya dengan sangat lembut. Mereka mulai dengan sangat perlahan dan sangat lembut, seolah takut permainan cinta mereka akan berakhir.     

"Aku juga mencintaimu, Alaric... Aku mungkin masih sangat muda... tapi aku cukup dewasa, dan aku belum pernah punya perasaan begini kepada siapa pun..." kata Aleksis di sela-sela desah napasnya yang semakin memburu, "Aku sudah bertahun-tahun ini terus memikirkanmu... Rasanya memang gila, padahal kita hanya bertemu sebentar..."     

"Aku tahu ..." Alaric mencium Aleksis dengan semakin bergairah. Bibirnya mulai menjelajah turun dan mengecup telinga, leher, dan cekungan leher Aleksis yang seksi. Perlahan, ciuman-ciuman Alaric bergerak ke dada dan perut Aleksis, sementara tangannya dengan ahli menjelajahi tubuh kekasihnya dengan penuh kelembutan, seolah-olah gadis itu adalah keramik China yang sangat berharga.     

Alaric tahu bahwa Aleksis tidak berpengalaman, maka ia menetapkan diri untuk memimpin kegiatan bercinta mereka yang pertama dan ia melakukannya dengan sangat, sangat lambat dan sangat, sangat lembut.     

Alaric tak ingin pengalaman pertama Aleksis diwarnai rasa sakit sedikit pun.     

Dengan sangat ahli ia menyatukan tubuh mereka sehingga Aleksis bisa mengikuti gerakannya secara perlahan dan menjadi terbiasa dengan tubuh Alaric di atas tubuhnya.     

Begitu gadis itu terbiasa dengan setiap sentuhannya dan bertemunya kulit mereka yang terasa sangat menyenangkan, Alaric meningkatkan ritme bercinta mereka.     

Dia menciumi, membelai, merangsang semua titik sensitif Aleksis, dan perlahan-lahan melepas pakaian mereka, satu per satu, tanpa berhenti bekerja memuaskan gadis itu. Aleksis berkali-kali meregangkan tubuhnya dan mendesah puas bahkan sebelum Alaric memasukinya.     

Aleksis belum pernah merasakan kenikmatan yang begini memabukkan sebelumnya. Bercinta ternyata terasa seribu kali lebih menyenangkan daripada berciuman, pikirnya.     

Aleksis sangat menyukai aroma tubuh Alaric yang enak, ia menyukai kulit Alaric yang sehalus salju, dan betapa setiap sentuhannya memberikan kenikmatan yang tak terlukiskan kata-kata bagi Aleksis.     

Gadis itu tidak dapat menahan bibirnya yang terus-menerus mengerang dan mendesah setiap kali Alaric menyentuhnya dengan tangan, bibir, dan lidahnya, dan ketika kejantanan Alaric akhirnya memasuki liang kewanitaannya yang basah, Aleksis merasa dibawa ke langit ketujuh.     

Mereka bercinta dengan penuh gairah selama beberapa jam, yang entah bagaimana terasa seperti beberapa menit saja. Tubuh mereka bertautan dengan nyaman, dan bersatunya jiwa dan raga mereka disaksikan oleh miliaran bintang di langit malam.     

Aleksis diam-diam memuji di dalam hati betapa kekasihnya sangat memuaskan di tempat tidur. Alaric baru mengakhiri kegiatan bercinta mereka ketika ia melihat Aleksis telah puas dan lelah. Ia melepaskan benih cintanya di dalam Aleksis, dengan perasaan haru dan penuh kasih sayang, lalu mencium Aleksis sebelum kemudian berguling ke sampingnya.     

Ketika mereka selesai, waktu sudah lewat tengah malam. Sungguh tidak terasa beberapa jam sudah berlalu, padahal rasanya mereka baru saja selesai makan malam beberapa menit yang lalu.     

Keduanya berbaring bersisian dengan napas tidak teratur dan pandangan masing-masing tertuju ke arah galaksi Bimasakti di atas mereka. Bibir keduanya secara kompak menyunggingkan senyum puas, dan saat keduanya menoleh ke samping untuk saling menatap, Alaric dan Aleksis melihat ada cinta yang besar di mata masing-masing.     

Alaric menggenggam tangan Aleksis dan memejamkan matanya, seolah ingin membekukan momen ini selamanya.     

Ini adalah malam paling indah dalam hidupnya.     

.     

.     

*Altair & Vega = Dua rasi bintang yang terpisahkan oleh konstelasi Bimasakti. Menurut Dongeng, Vega adalah bidadari yang tugasnya menenun awan untuk raja langit, sementara Altair adalah penggembala kerbau yang jatuh cinta kepadanya.     

Cinta mereka berdua ditentang raja langit dan mereka dipisahkan menjadi bintang di langit yang hanya dapat bertemu setahun sekali, setiap tanggal 7 Juli.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.