The Alchemists: Cinta Abadi

Si Pembenci Manusia



Si Pembenci Manusia

0Setelah bertanding berjam-jam hingga lewat jam makan siang, akhirnya Aleksis kalah. Jiwa kompetitifnya yang tinggi membuat gadis itu kesal bukan main.     

"Ugh... padahal aku sudah berlatih cukup lama. Aku berlatih dengan Paman Rory, aku juga berlatih dengan komunitas online, dan posisiku sudah sangat tinggi..." Aleksis mengomel-ngomel sendiri. "Aku kesaaalll... seharusnya aku bisa mendapatkan satu permintaan darimu..."     

Alaric hanya tertawa sambil mengacak rambut Aleksis. "Kau ini serakah, ya... Kau kan sudah punya satu permintaan dariku."     

Aleksis mengerutkan keningnya keheranan, "Yang mana? Kita kan baru bertanding baduk sekali ini...?"     

Alaric membereskan perangkat baduknya lalu sambil mendeham ia menjawab, "Aku sudah bilang akan mengabulkan apa pun permintaanmu, karena aku sudah mengambil ciuman pertamamu. Kau sudah lupa?"     

Seketika wajah Aleksis bersinar-sinar gembira. "Ah, benar juga!! Terima kasih kau sudah mengingatkanku!"     

Dengan antusias ia memeluk Alaric, yang kini sudah terbiasa dengan tingkahnya dan tidak lagi merasa canggung, dan membalas memeluk gadis itu.     

"Simpan permintaanmu baik-baik, untuk hal yang benar-benar penting. Aku tidak pernah memberikan permintaan seperti itu kepada siapa pun sebelumnya, dan aku rasa tidak akan pernah lagi melakukannya," kata Alaric.     

Ucapannya membuat Aleksis termenung sesaat. Alaric benar, ia harus menyimpan permintaan itu untuk momen yang benar-benar berharga. Ia jangan menggunakannya sembarangan, seperti memaksanya bertemu Paman Rory hanya karena tadi ia sebal kepada Alaric.     

Baiklah... ia akan menyimpannya baik-baik untuk momen penting. Mengenai Paman Rory dan Alaric, suatu saat nanti pasti mereka akan bertemu, Aleksis memutuskan.     

"Kau lapar? Mau makan siang sekarang?" tanya Alaric setelah Aleksis melepaskan pelukannya.     

Aleksis mengangguk. "Aku lapar."     

"Baiklah... mari kita makan."     

Saat mereka kembali ke ruang makan, Aleksis menerima pesan dari Terry yang menanyakan keberadaannya. Pemuda itu baru selesai presentasi di TV nasional dan ia ingin bertemu Aleksis untuk membahas informasi yang didengarnya dari pesta Rhionen Industries tadi malam.     

"Uhm... sebentar aku perlu menelepon kakakku..." kata Aleksis kepada Alaric. Ia lalu permisi ke taman belakang dan menelepon Terry.     

Ucapannya membuat Alaric tertegun, sambil memperhatikan Aleksis yang beranjak pergi. Dalam hati ia iri kepada gadis itu, yang sepertinya memiliki keluarga yang sangat hangat. Gadis itu bahkan memiliki dua ayah dan seorang kakak.     

Sementara ia tidak punya siapa-siapa.     

"Kak, aku sedang ada keperluan... Kita ketemu besok malam saja saat aku mengantar anjingku ke rumahmu, ya?" kata Aleksis lewat telepon. Ia ingin menghabiskan waktu bersama pangerannya selama mungkin, sebelum ia harus pindah ke asrama.     

Tadinya malah Aleksis sudah hampir membatalkan niatnya kuliah karena toh tujuannya pindah ke Singapura sudah tercapai, yaitu mencari 'Pangeran Siegfried', dan kini ia sudah menemukan Alaric.     

Tetapi Paman Rory sudah membuatnya berjanji untuk melanjutkan komitmennya... Ugh..     

"Oke. Tapi informasi yang kuperoleh tentang perusahaan itu sangat menarik, kau pasti penasaran..." kata Terry. "Tadi aku iseng-iseng mencari informasi tambahan, dan sekarang aku malah jadi berniat untuk menyelidiki mereka lebih jauh. Ini bisa menjadi bahan film dokumenter yang sangat menarik."     

"Oh ya? Apa yang begitu menarik tentang mereka?" tanya Aleksis mulai penasaran.     

"Pemilik perusahaan sangat misterius. Ia tak pernah menunjukkan diri di muka umum. Aku juga hanya tahu namanya dan tidak bisa menemukan informasi tentangnya di media, padahal perusahaannya menemukan obat kanker! Bayangkan itu!" Terry terdengar sangat bersemangat, "Karena itulah aku mulai menyelidiki berbagai sumberku dan aku menemukan fakta bahwa tujuh tahun lalu ada selentingan bahwa mereka berkontribusi pada krisis psikologis yang membuat banyak sekali orang bunuh diri."     

"Hah? Apa maksudmu? Kita tahu waktu itu banyak orang bunuh diri karena krisis pekerjaan akibat perkembangan AI (Artificial Intelligence)," tukas Aleksis setengah berbisik. Ia tak mau menarik perhatian Alaric di dalam rumah kalau ia bicara terlalu keras dengan nada kaget.     

"Itulah. Teknologi AI yang mereka miliki sepertinya difokuskan untuk menggantikan posisi pekerja manusia sebanyak mungkin, dan teknologi mereka itu sangat maju. Maksudku... perusahaan ayahmu juga menekuni AI tapi lebih bertujuan untuk memudahkan kehidupan manusia, bukan untuk menggantikan peran pekerja manusia... Benar kan?" Terry mendesah dan berdecak beberapa kali, terdengar gundah dan kuatir, "Pemilik Rhionen Industries ini, dalam pandanganku, sepertinya sangat membenci manusia dan ingin menggantikan manusia dengan teknologi sebisa mungkin."     

Aleksis tertegun dan tangannya hampir terjuntai jatuh saat panggilan teleponnya terputus. Ia sangat terkejut mendengar informasi dari Terry. Ia buru-buru menghubungi Terry kembali dan meminta maaf karena kekagetannya menyebabkan panggilan terputus.     

"Maaf, aku tidak sengaja memutus panggilan. Aku mengerti. Besok malam aku akan ke tempatmu dan membawa Pangeran Siegfried, lalu kita membahas masalah ini..."     

"Oke. Kau sekarang di mana, sih? Kok ngomongnya pakai bisik-bisik segala?" tanya Terry.     

"Aku di rumah kekasihku..." jawab Aleksis cepat. "Oh... kau tidak tahu ya? Aku sudah menemukan Pangeran Siegfried. Permohonanmu saat meniup lilin ulang tahun tadi malam langsung terkabul! Aku berutang budi kepadamu... hahahaha..."     

"A.. apa?" Terry awalnya mengira Aleksis bercanda. Tetapi sesaat kemudian ia sadar Aleksis tidak pernah bercanda soal Pangeran Siegfried. Terry akhirnya batuk-batuk hebat, "Uhukk... uhuk.. astaga.. kau baru bertemu dengannya dan sekarang memanggilnya kekasih? Dia pasti sudah tua, kan? Apa tidak aneh rasanya memanggil Om-Om sebagai kekasihmu? Siapa dia?"     

"Besok akan kujelaskan. Awas kalau kau cerita duluan kepada Ayah, Ibu dan Paman Rory! Aku akan mengirim ular berbisa ke rumahmu!"     

Terry mendengus, tetapi ia tak bisa membantah. Ia sangat takut ular, apalagi yang berbisa.     

Setelah menutup telepon, Aleksis termenung mengingat pembicaraannya dengan Terry.     

Pemilik Rhionen Industries sepertinya membenci manusia? Dan ia berusaha menyingkirkan manusia lewat bisnisnya di bidang AI? Ini pasti hanya teori konspirasi yang banyak beredar di luar sana. Terry terlalu menggemari konspirasi dan hal-hal absurd semacam itu.     

Orang sebaik dan selembut Alaric, tidak mungkin membenci manusia...     

Kenapa ia begitu misterius? Siapa dia sebenarnya? Benarkah ia membenci manusia seperti dugaan Terry...? Kalau iya, kenapa ia membenci manusia...?     

Aleksis seketika teringat Lauriel, ayah angkatnya itu juga tidak menyukai manusia dan lebih memilih menyepi dan hidup dengan alam. Hanya sedikit manusia yang ia toleransi.     

Tetapi Lauriel mempunyai alasan kuat mengapa ia tak menyukai manusia, sentimennya bisa dipahami. Keluarganya semua mati dalam perang akibat kejahatan manusia yang senang berperang dan saling menghancurkan. Lauriel menjadi sebatang kara di dunia karena manusia yang tamak saling berperang dan merusak bumi..     

Namun demikian, Lauriel tidak membenci manusia sampai ingin menyingkirkan mereka...     

Tanpa sadar Aleksis sudah melangkah masuk ke ruang makan dan matanya terpaku menatap pria bertopeng yang sedang duduk di meja makan, dengan sabar menunggunya kembali agar mereka dapat makan bersama.     

Ia mengenal pria ini sebagai Pangeran Siegfried, yang telah berkali-kali menolongnya, dan nama aslinya adalah Alaric Rhionen, salah seorang pembunuh berlevel paling tinggi di Rhionen Assassins dan juga pemilik Rhionen Industries yang bisnisnya berfokus pada AI dan pengotomatisan industri untuk menggantikan manusia. Tetapi lebih dari itu, Aleksis tidak tahu apa-apa tentang dirinya.     

Apakah pria itu memang membenci manusia sebegitu rupa? Kenapa? Siapa dia sebenarnya...?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.