The Alchemists: Cinta Abadi

Bertanding Baduk



Bertanding Baduk

0Karena Alaric tidak menjawab, Aleksis mendongak ke belakang dan tanpa sengaja kepalanya menyentuh dagu Alaric. Ia bisa merasakan napas pria itu menjadi berat.     

"Ada apa? Kau sakit?" tanya Aleksis lagi.     

Alaric akhirnya menarik napas panjang dan menggeleng. Ia pelan-pelan menggeser tubuhnya supaya Aleksis turun dari pangkuannya. Setelah ia berhasil membebaskan diri dari pesona gadis itu ia menepuk dadanya sambil batuk-batuk kecil.     

"Mau sarapan?" tanyanya mengalihkan perhatian. Ia lalu bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Aleksis bangkit.     

Gadis itu mengangguk, menerima tangan Alaric dan bersama mereka berjalan ke ruang makan yang besar dan di meja sudah tersedia berbagai hidangan hangat.     

"Kau sudah bisa masak sekarang?" tanya Aleksis ingin tahu. Ia ingat dulu Alaric membuat fish tartare yang cukup menyedihkan dari ikan yang ditangkapnya.     

Pria itu menggeleng.     

"Aku ini orang yang makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan," Ia mengaku. "Pelayanku yang menyiapkan semuanya."     

"Ahh... kalau di rumahku, Papa yang jago masak. Mama juga sih, tapi Papa lebih jago dan ia sangat senang memasak untuk kami," kata Aleksis sambil menyiapkan piringnya dan mulai mengambil irisan buah. Saat ini ia tiba-tiba merindukan ayahnya.     

"Ayahmu terdengar sangat mengesankan," komentar Alaric. Ia menuang teh ke cangkir untuk mereka berdua, "Mau susu dengan tehmu?"     

Aleksis mengangguk. "Ayahku memang mengesankan. Kau akan menyukainya kalau kalian bertemu. Dalam beberapa hal kalian mirip."     

Kalian berdua sama tergila-gila akan privasi, pikirnya.     

Alaric terbatuk kecil mendengar kata-kata Aleksis tentang bertemu ayahnya. Mereka baru menjadi pasangan kekasih selama satu hari dan Aleksis dengan kasual sudah membicarakan untuk mempertemukannya dengan ayahnya.     

Hm... gadis ini tidak suka membuang waktu rupanya.     

"Mungkin justru ayahmu yang tidak akan menyukaiku," kata Alaric kemudian.     

"Tentu saja," kata Aleksis cepat, "Ayahku hanya menyukai ibuku..."     

"Bukan itu maksudku..." kata Alaric sambil memutar bola matanya.     

"Ahahaha... aku tahu, tadi aku hanya bercanda." Aleksis menyuapkan sepotong strawberry ke mulut Alaric. Pria itu menerimanya dengan canggung. Ia belum pernah berlaku seperti ini dengan seorang wanita sebelumnya. Aleksis tersenyum melihat sikap Alaric yang agak kaku menerima perlakuannya. Ia menjadi yakin bahwa pria itu memang belum pernah memiliki kekasih sebelumnya. Aleksis melanjutkan bicaranya sambil mengupas apel, "Kalaupun Papa tidak menyukaimu, tidak apa-apa, aku yakin ayah angkatku pasti akan menyukaimu. Kalian pernah bertemu sebelumnya, ia banyak memujimu, dan menurut pengamatanku kalian berdua itu sangat mirip."     

"Ayah angkat?" Alaric mengerutkan kening. "Ada berapa ayah yang kau punya?"     

Aleksis mengangkat dua jarinya, "Aku punya ayah kandung, dan ayah angkat... Aku memanggilnya Paman Rory."     

"Oh... Paman Rory yang itu?" Alaric seketika ingat pria yang ditemuinya 17 tahunan lalu di Thailand dan memberinya botol obat luka ajaib yang sekarang kembali diperolehnya dari Aleksis. Paman Rory adalah orang yang sangat kaya, karena waktu itu ia dengan mudah akan memberikan satu juta dolar kepada Alaric karena telah menolong Aleksis.     

Alaric menatap Aleksis dengan pandangan rumit. Gadis ini ternyata memiliki ayah angkat yang sangat kaya, lalu mengapa penampilannya sehari-hari lusuh?     

Uhm... aku tidak yakin ayah-ayahmu akan dengan senang hati menerima bahwa kekasih anaknya seumuran dengan mereka. Mungkin mereka akan lebih menyukaimu berhubungan dengan laki-laki seusiamu," kata Alaric pelan.     

Ia ingat pria di kereta itu, 17 tahun lalu saja mereka terlihat sudah seumuran. Rory pasti sekarang sudah berumur sekitar 45 tahun, dan Rory, seperti Aleksis, akan mengira ia adalah seorang Om-Om yang genit dan memacari gadis muda yang bahkan belum genap berusia 20 tahun.     

Pikiran itu membuatnya sedikit frustasi. Kalau ia punya anak seperti Aleksis, ia juga takkan mau anaknya memadu kasih dengan laki-laki yang jauh lebih tua.     

Aleksis melihat sikap Alaric yang gundah hanya bisa tersenyum sendiri. Alaric pasti akan sangat terkejut kalau ia bertemu Paman Rory dan menyadari bahwa Paman Rory sama sekali tidak menua setelah 17 tahun. Dan saat itulah Aleksis akan memberitahunya rahasia keluarga yang disimpannya dengan sangat rapat selama ini.     

Bagi kaum Alchemist, perbedaan usia bukanlah hal yang besar. Paman Rory sebenarnya sekarang sudah berusia hampir 6 abad. Kalau sekarang Alaric berusia 40'an... masih tidak ada apa-apanya dengan Paman Rory... ha ha.     

"Kau kenapa malah tersenyum senang begitu?" tanya Alaric kebingungan melihat Aleksis mengangguk-angguk sendiri sambil tersenyum lebar, "Kau tidak kuatir ayah-ayahmu akan menentang hubungan kita? Ingat mereka seusia denganku dan aku sendiri kalau punya anak cantik dan muda sepertimu, tidak akan mau anakku berhubungan dengan laki-laki tua."     

Aleksis menyuapi Alaric lagi, kali ini dengan potongan apel. Ia menggeleng, "Umur itu kan cuma angka, tidak ada artinya. Kalau kau tidak percaya, kau bisa tanyakan sendiri kepada Paman Rory. Ia akan datang mengunjungiku ke Singapura minggu depan."     

Alaric menerima apel dari Aleksis dengan pikiran yang tiba-tiba menjadi kusut. Astaga... gadis ini bergerak cepat sekali. Dalam waktu satu malam saja ia berhasil membuat Alaric jatuh cinta dan kini mereka pun menjadi pasangan kekasih, lalu minggu depan Alaric sudah akan bertemu ayah angkatnya??     

"Apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Alaric buru-buru. "Maksudku... mungkin minggu depan kau sudah akan bosan kepadaku, atau kita bertengkar hebat dan mengakhiri hubungan... bukankah memalukan untuk memperkenalkanku kepada orang tuamu secepat ini?"     

"Tidak juga. Paman Rory tidak tahu apa-apa. Ia kebetulan akan berkunjung saja dan menjengukku. Aku belum bilang apa-apa tentangmu. Akan sangat menyenangkan kalau saat ia datang, kau kebetulan bisa bertemu dengannya, itu saja. Aku tidak ingin membuatmu stress dengan bertemu dengannya secepat ini," Aleksis tidak tega melihat Alaric kelimpungan, akhirnya buru-buru menjelaskan, "Aku tadi hanya bilang, kalau kau merasa tidak enak berhubungan denganku karena merasa ayahku keberatan dengan jarak usia kita yang cukup jauh, kau bisa bertanya sendiri kepada Paman Rory apakah ia keberatan atau tidak. Biar hatimu tenang."     

"Oh..." Terdengar desah kelegaan dari bibir Alaric. Syukurlah... Aleksis ternyata tidak memaksanya bertemu ayah angkatnya secepat ini. Ia tidak siap. Semua yang terjadi berlangsung terlalu cepat dan Alaric masih merasa seolah ia sedang bangkit memulihkan diri dari hantaman badai. Badai yang bernama Aleksis. "Aku rasanya tidak siap bertemu keluargamu. Lagipula minggu depan aku ada perjalanan bisnis ke Inggris, untuk bertemu partner lokal dalam proyek otomasi di Uni Eropa. Kau pernah mendengar Group Meier?"     

Aleksis ingat Group Meier adalah salah satu grup perusahaan besar berbasis di Inggris yang dimiliki keluarga Meier, anggota klan Alchemist yang sering menunjukkan sikap bermusuhan kepada keluarganya. Bahkan 17 tahun lalu kepala keluarga Meier menculiknya dan memberinya racun yang hampir membuatnya terbunuh hanya untuk membalas dendam kepada ayahnya.     

"Aku pernah dengar," kata Aleksis. Ia mengangkat sebelah alisnya, berusaha terlihat polos dan tidak mengerti banyak hal tentang bisnis. Ia ingin tahu apa rencana yang dimiliki Group Meier dengan Rhionen Industries, "Mereka cukup terkenal, aku baca gosip kalau pemiliknya punya hubungan cukup dekat dengan keluarga kerajaan."     

"Kurasa gosip itu benar," kata Alaric mengangguk. "Mereka adalah salah satu alasan kami mendapatkan kontrak untuk Uni Eropa. Group Meier menyatakan dukungan kepada perusahaanku secara terbuka. Kau tahu, setelah Inggris kembali bergabung dengan Uni Eropa beberapa tahun lalu, peran mereka cukup signifikan."     

"Oh..." Aleksis mengerutkan keningnya. Ini adalah hal yang sama sekali tidak ia duga. Mengapa keluarga Meier menyatakan dukungan kepada Rhionen Industries? Mereka pasti tahu bahwa perusahaan itu punya hubungan dengan organisasi pembunuh nomor satu dunia, Rhionen Assassins, lalu mengapa mendukung perusahaannya? "Ini sangat menarik. Kenapa mereka mendukung perusahaanmu? Apakah kalian punya hubungan baik?"     

"Aku belum pernah bertemu pemilik Group Meier, tetapi tentu saja aku tidak menolak dukungan dari mereka. Aku hanya perlu bertemu mereka dan mencari tahu apa yang mereka inginkan. Tidak ada dukungan yang diberikan secara cuma-cuma, aku yakin mereka punya suatu rencana di balik ini," jawab Alaric tegas.     

Aleksis mengangguk. Duh, ia ingin sekali memberi tahu Alaric siapa keluarga Meier itu, dan betapa dulu mereka pernah hampir membunuhnya...     

Tetapi saat ini ia hanya bisa menahan diri. Alaric belum boleh mengetahui identitasnya yang sebenarnya.     

"Kalau ternyata mereka menginginkan hal yang buruk, bagaimana?" tanya Aleksis kemudian.     

"Kita lihat saja nanti," Alaric mengangkat bahu. "Hmm... ngomong-ngomong kau ini tahu banyak ya? Kau tahu gosip tentang Group Meier segala."     

Aleksis terbatuk kecil dan buru-buru minum menghabiskan teh-nya. "Ayahku bekerja untuk Schneider Group. Ia sering membahas tentang dunia bisnis, dan ia sempat menyinggung nama Meier."     

"Bukankah kau bilang ayahmu tidak bekerja? Mana yang benar? Dia tidak bekerja tapi juga merupakan seorang dokter, dan sekarang ia bekerja untuk Schneider Group... Aku tidak bisa mengikuti lagi, mana yang benar..." kata Alaric keheranan.     

Aleksis menggeleng-geleng sambil tertawa rikuh. Duh, memang sulit sekali menjelaskan apa profesi ayahnya sebenarnya kepada orang luar begini.     

"Maksudku ayahku dulu bekerja untuk Schneider Group. Sekarang sudah pensiun..."     

"Oh... Aku mengerti." Alaric tersenyum dan mengangguk. "Nah, seperti yang tadi kau bilang, kalau keluarga Meier menginginkan hal yang buruk, aku akan menimbang kembali untung ruginya bekerja sama dengan mereka."     

Ugh... semoga kalian tidak jadi bekerja sama, pikir Aleksis. Ia benci melihat Alaric terlibat dengan keluarga musuh ayahnya.     

Mereka melanjutkan sarapan dan tidak lagi membicarakan bisnis. Aleksis takut kalau ia akan kelepasan bicara dengan mulut besarnya dan membuka rahasia tentang keluarganya sendiri. Sementara Alaric tampak menyukai makan pagi dalam suasana yang tenang dan tidak terlalu riuh.     

Setelah makan mereka akhirnya ke perpustakaan dan Alaric mengeluarkan perangkat baduknya. Ia akan memenuhi janjinya kepada Aleksis untuk bertanding baduk dan ia akan bermain jujur, tidak lagi mengalah demi memberi kemenangan kepada gadis itu.     

"Kalau aku menang, aku dapat apa?" tanya Aleksis yang tidak mau rugi, saat mereka mulai menaruh bidak pertama. "Aku kan sudah tahu namamu..."     

Alaric mengangkat wajahnya dan menatap Aleksis sejurus, "Kau mau apa? Aku akan mengabulkan apa pun itu, asalkan tidak melihat wajahku."     

Aleksis sudah menduga itu akan menjadi jawabannya. Ia sudah menyerah untuk meminta Alaric membuka topengnya. Hmm.. mungkin suatu hari nanti ia akan bisa membuat Alaric minum alkohol kebanyakan, hingga ia mabuk, lalu membuka sendiri topengnya.     

Hmm... ia harus mengajukan permintaan yang lain.     

"Kalau aku menang... bolehkah aku menyimpan satu permintaan yang dapat kutukar kapan saja? Aku tahu.. asalkan tidak untuk melihat wajahmu," kata Aleksis setelah berpikir lama. "Sekarang aku tidak menginginkan apa pun.. Tapi mungkin sepuluh tahun lagi ada yang ingin kuminta darimu..."     

"Ini permintaan yang sangat besar. Bagaimana kalau sepuluh tahun dari sekarang kita menjadi musuh dan kau memintaku untuk mati? Apakah kau akan melakukan hal semacam itu?" Alaric menaruh bidak kedua di papan. Ia menatap Aleksis yang kaget mendengar ucapannya, "Ini sama saja seperti aku menyerahkan hidupku ke dalam tanganmu."     

"Astaga... kenapa kau berpikiran sejauh itu?" Aleksis menekap bibirnya kaget, "Aku tidak mungkin menginginkan kematianmu. Aku hanya kepikiran mungkin beberapa tahun lagi kalau kau tidak juga melamarku, aku bisa memintamu untuk menikahiku.. hahaha.. Tapi anehnya kau justru takut kalau aku akan menginginkan agar kau mati. Sungguh pikiran kita sangat bertolak belakang dalam hal ini..."     

Alaric menggeleng-geleng, "Kau akan memaksaku menikahimu? Aleksis... kau ini perempuan, jangan terlalu agresif."     

"Menurutmu aku terlalu agresif?" tanya Aleksis kecewa. "Kau tidak suka?"     

Alaric tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil menunjuk kotak berisi bidak putih Aleksis. Akhirnya gadis itu menaruh bidak keduanya di papan sambil merengut.     

Alaric tidak keberatan bahwa Aleksis memiliki selera fashion yang buruk. Ia juga menerima Aleksis yang blak-blakan dan agresif. Tetapi ia tidak mau menyatakannya secara terbuka, karena ia senang melihat ekspresi Aleksis yang merengut dengan bibir agak mengerucut itu. Gadis ini sangat menggemaskan kalau ia sedang kesal.     

Sikap diam Alaric membuat jiwa kompetitif Aleksis menjadi membara. Ia bertekad akan memenangkan pertandingan baduk mereka kali ini untuk mendapatkan hadiah satu permintaan dari Alaric.     

Ia akan membuat pria itu menderita dengan meminta Alaric bertemu Paman Rory. Kalau perlu Aleksis akan menyusulnya ke Inggris bersama Paman Rory. Alaric tidak akan bisa menghindar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.