The Alchemists: Cinta Abadi

Yang kedua, ketiga... dan ini yang keempat...



Yang kedua, ketiga... dan ini yang keempat...

0Mereka tiba di mansion yang dulu pernah didatangi Aleksis saat ia masih kecil. Tidak banyak perubahan di sana dan semuanya hampir seperti yang diingat gadis itu. Bangunannya besar dan kokoh, dengan halaman luas dan taman di belakang yang dipenuhi tanaman bonsai yang cantik.     

Dengan gembira ia berkeliling ke ruang tamu, perpustakaan, dan keluar ke halaman belakang. Alaric hanya memandanginya dengan geli. Ia menaruh Pangeran Siegfried Kecil di keranjang yang dilapisi beberapa handuk lembut dan membiarkannya tidur di situ.     

Ia kemudian mendatangi Aleksis yang sedang berdiri di tangga pualam menuju halaman belakang, sedang memperhatikan taman berisi berbagai bonsai cantik buah karyanya.     

"Hmm..."     

Suaranya membuat Aleksis tergugah. Gadis itu segera menoleh dengan pandangan mata kagum.     

"Taman ini lebih bagus dari yang aku ingat. Kau masih mengerjakannya sendiri?" tanyanya.     

Alaric mengangguk.     

"Kau ini orang yang rumit..." komentar Aleksis.     

"Rumit?" Alaric mengerutkan keningnya.     

"Iya... dari apa yang aku tahu, kau ini terbiasa dengan kekerasan, kau memiliki level naga di Rhionen Assassins, tetapi di saat yang sama kau menyukai hal-hal yang penuh seni dan sikapmu sangat lembut. Permainan baduk dan menata bonsai adalah dua hal yang sangat membutuhkan ketelatenan dan kehalusan berpikir..." kata Aleksis menjelaskan maksudnya.     

Alaric tersenyum sedikit dan menggeleng, "Sebaliknya, justru menurutku ini adalah yin dan yang. Orang yang biasa hidup dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi akan mengkompensasinya dengan kelembutan. Kalau tidak, dia bisa gila... Orang yang hidupnya biasa saja, tentu tidak perlu mengkompensasi apa pun."     

"Menurutmu begitu?" Aleksis memikirkan baik-baik ucapan Alaric dan menyadari bahwa ia benar. Ayahnya sendiri adalah orang yang hangat dan hidupnya terlihat seimbang, ia tidak perlu mengkompensasi apa pun... Sementara Paman Rory yang terbiasa hidup sendiri dan dulu menjadi bajak laut, memang memiliki pembawaan yang lebih halus dari Caspar.     

"Kau tahu Oda Nobunaga*?" tanya Alaric.     

"Hmm... dia adalah panglima perang terbesar Jepang yang dianggap sebagai pemersatu Jepang. Dia sangat terkenal. Kenapa dengan Oda?" Aleksis bertanya balik.     

"Oda adalah seorang panglima perang yang sangat tangguh dan ditakuti, bahkan ia mendapat julukan sebagai Raja Iblis karena dianggap sangat kejam. Tetapi sesungguhnya, ia sangat gemar menulis puisi, menyanyi dan menari. Mungkin bagi orang lain, seorang panglima perang yang demikian kejam sehingga dijuluki Raja Iblis, tidak mungkin menyukai menyanyi dan menari... Tapi faktanya begitulah Oda." Alaric menjelaskan.     

"Oh..." Aleksis menatap Alaric, berusaha mengira-ngira apakah ia juga bermaksud mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Raja Iblis seperti Oda Nobunaga...     

Sudah berapa banyak orang yang dibunuhnya?     

Aleksis sulit mengasosiasikan identitas seorang pembunuh bayaran tingkat tinggi dengan pria yang berdiri di sampingnya ini... Dia menyelamatkan seorang anak perempuan dan anak anjing tanpa berpikir dua kali, serta selalu bersikap demikian lemah lembut...     

Bahkan Aleksis tak dapat membayangkan Alaric menyakiti seekor lalat pun... Benarkah ia sudah membunuh banyak orang..?     

Aleksis menelan ludah memikirkan ini.     

Alaric, seolah membaca pikiran gadis itu, tersenyum tipis dan menatapnya dengan pandangan penuh perhatian, "Kalau aku bilang aku ini memang seperti Raja Iblis, apakah kau masih mau menjadi kekasihku?"     

"Uhmm... kenapa kau melakukan itu? Apakah tidak ada pekerjaan lain?" tanya Aleksis pelan.     

"Hmm... pada mulanya, itu bermula dari situasi membunuh atau dibunuh. Aku hanya mencoba bertahan hidup di dunia yang keras ini. Semakin lama, aku semakin ahli melakukannya dan akhirnya itu menjadi bagian dari hidupku."     

"Tapi sekarang kau sudah tidak di Rhionen Assassins lagi, kan? Kau sudah punya perusahaan yang besar dan bahkan menemukan obat kanker... Kalian juga baru mendapatkan kontrak otomatisasi Uni Eropa dan China... Semua itu sekarang hanya menjadi bagian dari masa lalu..."     

Alaric hanya tersenyum, tidak menjawab.     

Pria ini benar-benar misterius, pikir Aleksis.     

Mereka lalu berdiri dalam diam, memandangi taman yang begitu cantik dan memancarkan suasana damai dan teduh seperti pemiliknya.     

"Bisakah kita tidak membicarakan profesiku malam ini? Aku tidak mau merusak suasana," kata Alaric kemudian. Ia menggenggam tangan Aleksis dan membawanya kembali ke ruang duduk.     

Aleksis hanya bisa mengangguk.     

Tanpa sengaja ia melihat jam tangannya, sudah hampir pukul 1 dini hari. Carl dan Sasha pasti kuatir kalau ia tidak memberi kabar, dan lebih parahnya lagi mereka bisa melaporkan apa yang terjadi kepada ayah ibu Aleksis. Ia tidak bisa membiarkan itu terjadi.     

Aleksis buru-buru mengetik pesan di tangannya dan mengirim lewat jam ponselnya kepada Carl, sambil berjalan mengikuti Alaric.     

[Aku menginap di rumah teman. Kalian tidak usah menungguku. Selamat beristirahat.]     

Sepuluh detik kemudian Carl membalas pesannya.     

[Baik, Nona. Tapi tolong kabari kami besok pagi kalau Anda baik-baik saja.]     

Aleksis hanya mengirim emotikon OK.     

Mereka lalu duduk di sofa ruang tamu yang besar dan nyaman. Tempat ini sudah memiliki perabotan yang lebih baru dan modern dibandingkan dulu, tetapi tetap memancarkan suasana teduh seperti yang selalu diingat Aleksis. Rupanya kepribadian Alaric tercermin dalam penataan barang-barang dan desain setiap ruangan di mansion.     

Satu kata yang terpikir oleh Aleksis saat menggambarkan mansion itu adalah: Zen.     

Hmm... kalau kami menikah, aku akan menyerahkan semua urusan penataan rumah kepada Alaric, pikir Aleksis dalam hati. Seleranya lebih bagus dariku.     

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Alaric tiba-tiba. Ia melihat Aleksis mengangguk-angguk sendiri dengan ekspresi penuh persetujuan, dan ia menjadi penasaran apa yang ada di kepala gadis itu.     

"Eh... apa?" Aleksis terkesiap. Ia malu karena terpergok sedang melamunkan sesuatu yang tidak seharusnya.     

Astaga... mereka baru bertemu beberapa kali, tetapi Aleksis sudah mengkhayal akan menikah dengan orang ini.     

Semburat merah di pipi Aleksis membuat Alaric sadar gadis itu tadi membayangkan hal yang tidak-tidak.     

"Uhm... kau sedang berpikir jorok ya?" tanyanya dengan nada menggoda. "Kalau tidak, kenapa wajahmu merah sekali?"     

Aleksis buru-buru mengangkat hidungnya dan menggeleng, "Tidak, kok. Aku hanya sedang mengagumi rumahmu, kau punya selera yang bagus. Aku hanya berpikir kalau nanti sudah menikah, kau saja yang menata rumah kita..."     

Sepersekian detik kemudian ia baru menyadari mulut besarnya justru membongkar rahasia hatinya yang tadi ingin ia sembunyikan.     

Aleksis menekap bibirnya dan membuang muka, berusaha menyembunyikan wajahnya yang semakin memerah.     

Alaric tampak tercengang melihat kelakuan Aleksis dan sesaat kemudian ia pun tertawa terbahak-bahak.     

"Pikiranmu sudah jauh sekali, Aleksis... Astaga... Kau ini sangat terus terang, ya?" Alaric sama sekali tidak menganggap ucapan Aleksis sebagai tanda bahwa gadis itu gampangan. Ia malah merasa terhibur karena Aleksis ternyata sangat blak-blakan. Rasanya ia belum pernah bertemu perempuan seterus terang dan semenyenangkan begini.     

"Ugh... aku punya obat menghilangkan ingatan di rumah..." kata Aleksis kemudian. "Aku bisa membuatmu melupakan momen ini..."     

"Oh... jangan!" Alaric menggeleng cepat. Ia tidak ragu Aleksis memiliki obat seperti itu. Aleksis memiliki Paman Rory yang memberinya obat luka ajaib, tidak mustahil ia juga memiliki berbagai macam obat lainnya. Suara Alaric kemudian terdengar sangat serius, "Tolong jangan pernah memberiku obat penghilang ingatan. Aku ingin mengingat semua yang terjadi di antara kita."     

Aleksis mengerucutkan bibirnya dan protes, "Kau hanya ingin mengingat betapa ada seorang gadis yang terobsesi kepadamu dan kau menolak perasaannya..."     

"Bukan itu..." kata Alaric. Ia tersenyum agak malu, "Aku ingin mengingat ciuman pertama kita."     

Kata-katanya membuat pipi Aleksis kembali bersemu merah dan menjadikan gadis itu tampak semakin menggemaskan di mata Alaric, sehingga pria itu pun tak tahan lagi untuk tidak meraih wajah Aleksis ke dekatnya, lalu bibirnya dengan refleks mencari bibir gadis itu dan menciumnya, mula-mula lembut dan kemudian menjadi semakin kasar.     

"Juga yang kedua... dan ketiga..." bisiknya dengan suara parau. "Dan ini yang keempat..."     

Aleksis sudah melupakan kekesalannya barusan karena ciuman Alaric telah membuatnya melayang dalam euphoria yang membuatnya kecanduan. Ia pernah mencoba DMT iseng-iseng bersama Terry saat mereka berwisata ke Portugal dan merasakan sensasi euphoria mirip ini, tetapi yang ini lebih menghanyutkan dan hadir secara alami tanpa ia perlu mengkonsumsi apa pun.     

Inikah yang disebut dopamin? Perasaan bahagia yang dihasilkan otak ketika manusia jatuh cinta?     

.     

*Oda Nobunaga = Seorang daimyo (kepala keluarga bangsawan) di Jepang yang sangat terkenal dalam sejarah. Ia hidup pada 1534-1582. Ia dianggap sebagai jenderal pemersatu Jepang. Nobunaga juga bisa dianggap sebagai peletak dasar kekuatan Toyotomi dan Tokugawa.     

Oda Nobunaga adalah suatu pribadi yang unik. Ia dikenal kejam dalam perang dan mendapatkan julukan Raja Iblis. Sewaktu muda, ia terkenal memiliki wajah sangat tampan sehingga sering dikira sebagai wanita. Nobunaga membenci teater noh, tetapi ia sangat menyukai puisi, menyanyi, dan menari.     

Ia mati dalam insiden Kuil Honnoji dengan melakukan seppuku (bunuh diri demi kehormatan) setelah dikhianati oleh salah seorang anak buahnya Mitsuhide Akechi. Kisah hidupnya banyak dijadikan sumber novel dan film sejarah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.