The Alchemists: Cinta Abadi

Jalan-jalan Malam



Jalan-jalan Malam

0Aleksis merasa gundah gulana di penthouse. Ia tak habis pikir kisah cintanya akan mengalami antiklimaks dua kali di malam yang sama. Pertama ia mengira Pangeran Siegfried alias Alaric sudah meninggal. Kemudian ia mengetahui bahwa ternyata Alaric belum meninggal... tetapi pria yang sudah berumur 40'an dan berwajah buruk itu justru menolaknya.     

Ia sungguh tidak mengerti.     

Setelah air matanya habis ia lalu memutuskan menelepon Lauriel untuk mengadukan nasibnya. Saat ini Lauriel masih berada di konservasinya di Kenya dan waktu di sana masih sore. Tentu Aleksis tak akan mengganggu pamannya kalau ia menelepon sekarang.     

Aleksis segera memencet jam tangannya dan memasang mode proyektor agar dapat bicara kepada Lauriel dengan bertatap muka.     

"Hei, Sayang... tumben telepon jam segini...Apa kabar?" tanya Lauriel saat ia muncul di hadapan Aleksis. Ia tampak sedang sibuk di beranda bungalownya dengan dikelilingi beberapa anak macan yang dengan lincah berusaha merebut daging kambing dari tangannya.     

"Paman Roryyyy... aku sedang sedih. Bolehkah aku besok ke Kenya menemuimu?" tanya Aleksis cepat.     

Lauriel sudah melihat mata anak angkatnya yang sembap dan segera menghentikan pekerjaannya. Ia melempar sisa daging yang ada ke halaman sehingga semua anak macan segera meninggalkannya dan memburu daging itu.     

"Hei... kenapa sedih? Siapa yang menyakiti hatimu?" tanya Lauriel cepat. Ia sudah menatap tepat ke kamera, dan saat itu Aleksis merasa seolah sedang diinterogasi oleh seorang detektif ulung. "Apakah kau sudah menemukan si Siegfried itu dan ia menyakitimu?"     

"Astaga, Paman.... Kenapa Paman tahu aku ke Singapura untuk mencarinya? Apakah Terry yang mengadu??" tanya Aleksis kaget. Ia merahasiakan tujuannya pindah ke Singapura dari keluarganya, hanya Terry yang tahu. Tapi malam ini Lauriel dengan cueknya membahas itu.     

"Aleksis, kami tahu semua tentangmu," kata Lauriel sambil tersenyum kecil. "Jadi, apa yang terjadi? Kau menemukannya? Ia yang membuatmu menangis? Kalau iya, akan kubunuh dia!"     

Aduh...     

Aleksis tahu kedua ayahnya, baik yang kandung maupun ayah angkat, sangat over protektif dan akan melakukan apa pun untuk menjaganya. Membayangkan Lauriel membunuh Alaric, Aleksis menjadi tidak tega.     

Memang cintanya ditolak, tetapi itu bukan alasan untuk membunuh seseorang, pikirnya lesu. Dalam hal ini, sebenarnya Alaric sudah bertindak sebagai gentleman dengan tidak memberinya harapan palsu ataupun mempermainkannya.     

"Bukan itu... aku sedih karena kangen Paman," Aleksis berdalih. "Aku tidak suka di sini. Aku mau kembali ke Kenya saja..."     

"Kau kan baru dua hari di sana. Katanya kau mau mencari teman perempuan... Kenapa sekarang berubah pikiran? Paman akan sangat senang kau datang ke sini. Tapi kau sudah membuat komitmen untuk kuliah selama setahun, Paman ingin kau belajar untuk menghargai komitmenmu..." Lauriel menatap Aleksis baik-baik, "Kalau kau merindukan Paman, Paman akan mengunjungimu ke sana minggu depan. Bagaimana?"     

Aleksis hanya bisa mengangguk. Ia tiba-tiba memikirkan sesuatu.     

"Uhm... Paman, Paman kan ahli racun dan obat-obatan..." Suaranya berubah menjadi manja, "Apakah Paman bisa mengirimkan ramuan penyembuh lukamu yang ajaib itu? Aku di sini sering sekali terjatuh dan kulitku sekarang memiliki banyak bekas luka..."     

"Astaga... Aleksis, kau itu masih saja ceroboh." Lauriel menepuk keningnya. "Kau sekarang di mana? Kalau kau di penthouse, Paman menyimpan beberapa botol persediaan di kabinet wine. Kau bisa mengambilnya di sana."     

"Wahhh... terima kasih, Paman Rory, Kau yang terbaik! Sekarang aku sudah tidak sedih lagi..."     

Melihat Aleksis sekarang sudah tersenyum lebar, Lauriel mengangguk senang. Mereka lalu berbincang-bincang sebentar dan kemudian membuat rencana agar Lauriel mengunjungi Aleksis di Singapura dalam beberapa hari. Melihat Lauriel sebenarnya sedang sibuk mengurusi beberapa anak macannya, Aleksis lalu menyudahi panggilan telepon. Ia tak ingin mengganggu lebih lama.     

Hatinya merasa sedikit lega setelah berbicara dengan Lauriel. Hmm... ia juga sudah mendapatkan obat penyembuh luka dari Lauriel, siapa tahu kalau Alaric menggunakannya, bekas luka-luka di wajahnya masih bisa disembuhkan atau berkurang, supaya ia tidak perlu bersembunyi lagi di balik topeng.     

Walaupun cintanya ditolak, Aleksis tidak bisa membenci Alaric. Pria itu tidak berbuat salah kepadanya. Alaric hanya bersikap jujur, walaupun kejujurannya itu menyakitkan.     

Aleksis menggigit bibirnya memikirkan peristiwa yang terjadi malam ini. Rasa sakit di hatinya masih terasa pedih.     

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk keluar dan mencari udara segar. Ia memasang tali anjingnya dan mengajaknya berjalan-jalan keluar gedung.     

Walaupun akhir-akhir ini Singapura sudah tidak seaman belasan tahun lalu, tetapi Aleksis tidak takut keluar lewat tengah malam begini. Selain sekarang sudah memasuki akhir pekan sehingga suasana cukup ramai, kedua pengawal setianya, Carl dan Sasha pasti dengan sigap membuntutinya.     

Seperti biasa agar tidak menarik perhatian ia mengenakan pakaian lusuh dan kaca mata besar yang menyembunyikan penampilannya. Walaupun ada Carl dan Sasha, ia tak berminat menarik perhatian laki-laki asing saat ini.     

Pernah di New York, saat ia sedang pulang dari restoran di malam hari sambil berjalan kaki, segerombolan pria iseng yang menganggunya habis dihajar Carl. Waktu itu Sasha bahkan tidak perlu turun tangan.     

Sejak itu Aleksis lebih nyaman berjalan dengan penampilan sejelek mungkin. Lagipula, selama ini ia tidak merasa perlu terlihat cantik untuk siapa pun. Di dalam hatinya hanya ada Pangeran Siegfried... Walaupun malam ini kisah cintanya ternyata sudah mengalami antiklimaks...     

Ugh...     

Udara malam terasa sangat dingin di Singapura, sehingga Aleksis menutupkan mantelnya rapat-rapat sambil membawa anjingnya berjalan-jalan. Sejak memburuknya pemanasan global beberapa tahun belakangan ini cuaca di berbagai belahan bumi memang mengalami perubahan drastis.     

Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang dulu dikenal sebagai wilayah tropis yang panas, mulai mengalami perubahan musim yang mencolok dan suhu di bulan-bulan ini sekarang justru menjadi sangat dingin.     

"Ayo Pangeran Siegfried.. kau perlu sedikit olahraga..." bisik Aleksis kepada anjingnya yang tampak enggan mengikutinya berjalan-jalan di malam hari.     

Saat mereka tiba di lobi, ia melihat sosok yang familiar sedang keluar dari lift dan sama-sama menuju pintu keluar, ini membuat Aleksis tertegun.     

Pria itu sudah melihat Aleksis dengan anjingnya dan seketika langkahnya terhenti. Mereka saling bertatapan dalam diam.     

Aleksis menjadi tersipu-sipu saat mengingat bahwa setengah jam yang lalu mereka berdua berciuman di kantor Alaric. Pria itu juga tampak agak salah tingkah.     

Setelah Aleksis pergi ia minum banyak sekali karena ingin meredakan keresahan hatinya. Saat tadi ia menolak gadis itu, semuanya semata-mata karena logikanya berusaha mengambil alih kendali pikirannya dalam mengambil keputusan.     

Tetapi setelah Aleksis pergi meninggalkannya dengan ekspresi kecewa dan sedih, hatinya pelan-pelan bangkit dan memprotes tindakannya. Ia sangat sangat menyukai gadis cantik periang yang datang dan pergi bagaikan badai itu...     

Setelah Aleksis pergi, hatinya dilanda kesedihan yang tidak dapat ia jelaskan. Alaric sudah lama sekali menutup hati dan tidak membiarkan emosi menguasai dirinya, karena tuntutan pekerjaan. Sehingga perasaan sedih yang dirasakannya ini cukup asing baginya.     

Kini tiba-tiba saja gadis itu muncul lagi di hadapannya, tanpa terduga. Alaric tadinya hanya ingin pulang dan beristirahat menenangkan pikirannya. Tetapi kini ia tak mampu bergerak. Hanya dapat berdiri diam dan saling memandang dengan Aleksis.     

"Hai..." sapa Aleksis canggung. Ia meremas-remas tali anjingnya tanpa sadar. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap di depan pria yang menjadi obsesinya selama bertahun-tahun dan malam ini baru saja menolak cintanya.     

"Kau mau kemana larut malam begini?" tanya Alaric penuh perhatian.     

Pertanyaan bodoh, pikirnya kemudian. Tentu saja gadis itu akan mengajak anjingnya berjalan-jalan.     

Anjing yang dinamai Pangeran Siegfried Kecil, seperti dirinya.     

Tanpa terasa, seulas senyum tipis terukir di wajah Alaric. Hmm... melihat betapa gemuk dan bahagianya anjing itu, tentu Aleksis sangat menyayangi dan memanjakannya selama delapan tahun ini.     

"Pangeran Siegfried perlu olahraga..." gumam Aleksis dengan suara tidak jelas. Ia masih merasa canggung, "Dia sudah terlalu gemuk."     

"Kau tidak takut pergi malam-malam begini?" Alaric bertanya lagi. "Anjingmu bukan tipe anjing penjaga yang akan dapat menolongmu dari penjahat."     

Memang benar. Seandainya saja Pangeran Siegfried Kecil adalah seekor pitbull atau herder, tentu tampangnya yang garang sudah akan membuat takut orang yang berniat jahat kepada Aleksis. Namun, sayangnya anjing bulldog ini gemuk sekali dan sama sekali tidak menggetarkan hati orang yang melihatnya untuk merasa takut.     

"Aku bisa menjaga diriku baik-baik," jawab Aleksis. Ia tentu takkan menceritakan bahwa ada dua orang pengawal pribadi, mantan kapten pasukan khusus Russia yang sangat tangguh, yang selalu mengikutinya dan menjaga keselamatannya.     

Alaric menghela napas, "Kau ini perempuan, tapi sangat sembarangan dalam bertindak. Tadi saja kau tidak berkutik menghadapi Pavel, padahal Pavel itu masih di level serigala. Bagaimana kalau kau bertemu penjahat yang selevel dengan harimau, phoenix atau naga di Rhionen?"     

Aleksis ingat ayahnya pernah membahas Rhionen Assassins bersama Jadeith dan ia mendengar bahwa di dalam kelompok itu ada beberapa level pembunuh bayaran, yang tertinggi adalah naga, diikuti phoenix, harimau dan terakhir serigala.     

Pavel itu masih di level serigala? Sungguh mengejutkan... padahal dia kuat sekali....!     

Aleksis menjadi bergidik membayangkan Alaric sendiri sudah ada di level naga delapan tahun yang lalu. Apakah... apakah itu berarti dia adalah pimpinan Rhionen Assassins itu sendiri? Mengingat mereka menggunakan namanya...     

"Apakah kau pimpinan Rhionen Assassins?" tanya Aleksis kemudian. "Namamu Alaric Rhionen, kan?"     

Alaric menggeleng. "Rhionen Assassins didirikan oleh ayahku. Dialah pimpinannya, walaupun sekarang ia sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dan tidak mengurusi hal-hal semacam itu lagi. Aku sendiri lebih menyukai bisnis dan mendirikan Rhionen Industries 10 tahun lalu. Jadi, walaupun masih berhubungan, keduanya adalah organisasi berbeda..."     

"Oh..." Aleksis mengangguk mengerti. Ia merasa kehidupan Alaric sangat penuh misteri dan berbahaya. "Terima kasih atas perhatianmu, tetapi aku tahu menjaga diri."     

Ia membungkuk sedikit dan berjalan ke arah pintu untuk keluar lobi.     

"Sebentar...!" Tiba-tiba saja Alaric berlari mengejarnya dan berjalan di sampingnya. "Aku juga perlu udara segar. Aku akan berjalan denganmu membawa anjingmu berolah raga..."     

Aleksis menoleh ke arahnya dengan pandangan rumit. Ia tahu Alaric mengkuatirkannya berjalan sendiri di luar saat tengah malam begini, makanya ia mencari alasan untuk mencari udara segar agar dapat menjaganya.     

Ugh... kau kan tadi sudah menolakku? Kenapa kau masih bersikap begini baik??? Omel Aleksis dalam hati.     

Ia tidak berkata sepatah kata pun dan membawa Pangeran Siegfried Kecil berjalan keluar dan melintasi taman. Alaric setia berjalan di sampingnya, juga tidak berkata apa-apa.     

Rasanya agak aneh, mereka berjalan berdua, berdampingan tetapi tidak saling bicara, dan tidak ada satu pun yang sepertinya ingin pergi meninggalkan yang lain.     

Setengah jam kemudian mereka sudah kembali ke lobi.     

"Terima kasih tadi kau menemaniku membawa anjingku berjalan-jalan," kata Aleksis kemudian. Ia tak enak kalau sama sekali tidak mengucapkan terima kasih, karena ia tahu Alaric sengaja mengikutinya untuk menjaganya. "Aku tadi perlu menenangkan diri dengan mencari udara segar."     

"Hmm.." Alaric tersenyum dan mengangguk. "Kau sudah mau beristirahat? Kalau begitu aku pulang dulu."     

Aleksis tentu akan memilih untuk tidak beristirahat, kalau itu berarti Alaric tidak jadi pulang.     

"Eh... tunggu dulu..." Aleksis bergerak ke lift dengan Pangeran Siegfried Kecil. "Aku hendak memberimu sesuatu.."     

Sedetik kemudian ia kembali dan menyerahkan anjingnya ke gendongan Alaric. "Tolong pegang anjingku sebentar. Lima menit lagi aku akan kembali..."     

Aleksis hendak mengambil obat luka dari Paman Rory, tetapi ia takut Alaric akan pergi saat ia kembali, makanya ia sengaja menaruh anjingnya di gendongan Alaric agar pria itu tidak bisa kemana-mana sementara ia pergi ke atas dan mengambil obatnya.     

Sebelum Alaric bisa protes, Aleksis telah menghilang di balik pintu lift. Akhirnya karena tidak punya pilihan, Alaric menggendong Pangeran Siegfried Kecil dan menggeleng-geleng.     

Aleksis tiba enam menit kemudian dengan napas terengah-engah. Ia menyerahkan sebuah botol kepada Alaric.     

"Ini... terimalah... obat luka ajaib dari Paman Rory... Aku ingin kau memilikinya..."     

Alaric terkejut melihat pemberian Aleksis, yang tersenyum kepadanya dengan sepasang mata penuh kasih sayang. Ia tahu betapa berharganya obat itu, karena dulu ia pernah menggunakannya.     

Hatinya tergetar karena gadis di depannya ini masih saja bersikap baik kepadanya, walaupun tadi ia sudah membuatnya menangis dengan menolak cintanya...     

Ia belum pernah bertemu orang yang demikian tulus dan tanpa pamrih memperlakukannya dengan penuh kasih sayang seperti ini.     

Alaric terpaku, kehilangan kata-kata.     

"Ke.. kenapa kau memberiku obat ini? Aku tadi sudah menolakmu..." katanya pelan, setelah ia menemukan suaranya.     

Aleksis berusaha tersenyum, "Karena aku mengagumi kebaikan hatimu, Kakak Pangeran Siegfried... Kau pasti punya alasan untuk menolak perasaanku, dan itu tidak menjadikanmu orang jahat. Kalau aku mau jujur kepada diriku sendiri, kau sebenarnya bersikap sebagai seorang gentleman dengan menolakku, karena kau tidak ingin mempermainkan perasaanku atau memberi harapan palsu. Aku menghargai itu... Aku berharap, kalaupun aku tidak bisa menjadi kekasihmu, kita tetap bisa berteman..."     

Aleksis sudah memikirkan ini selama mereka berjalan-jalan di luar tadi.     

Alaric adalah seorang pria yang baik. Kalaupun ia memang tidak membalas cinta Aleksis, ia tetap laki-laki yang baik dan Aleksis akan merasa senang bila bisa menjadi temannya...     

Mungkin setelah beberapa lama, perasaan cintanya akan bisa menghilang sepenuhnya dan mereka dapat menjadi teman baik.     

Alaric menelan ludah, ia merasa terharu.     

"Aleksis... aku belum pernah bertemu orang sepertimu, yang begitu tulus kepadaku," kata Alaric pelan-pelan. "Aku belum pernah merasa disayangi seperti ini. Terima kasih..."     

Aleksis tersenyum hangat. Gadis itu punya sangat banyak cinta dalam hidupnya, sehingga sikapnya selalu hangat dan tulus kepada semua orang. Sejak masih kecil, Aleksis menikmati curahan cinta yang sangat berlimpah dari orang tua, saudara, dan paman-pamannya. Ini membuatnya selalu dipenuhi cinta dan malam ini, kasih sayang yang keluar dari dirinya menyentuh hati Alaric yang biasanya selalu tertutup dan beku.     

"Aleksis... " Alaric mengulang-ulang nama gadis itu, seolah itu adalah nama paling indah di dunia, "Aleksis... Aleksis..."     

"Ya?" tanya Aleksis keheranan.     

"Menurutku kau adalah gadis yang luar biasa... Besok logikaku akan kembali mengambil alih, tetapi malam ini, aku ingin mengikuti kata hatiku... " kata Alaric sambil mendekati Aleksis. Suaranya terdengar serak dipenuhi emosi, "Aku ingin merasakan bagaimana menjadi kekasihmu... "     

Aleksis terhenyak mendengar kata-kata Alaric yang tidak disangkanya.     

"A... apa maksudmu?" tanyanya terbata-bata. Tubuh mereka telah saling bersentuhan, dan Aleksis merasakan jantungnya berdetak sangat kencang.     

"Kau mau ikut ke rumahku? Aku mau menunjukkan taman bonsaiku yang terbaru, dan kita bisa bertanding baduk seperti perjanjian kita dulu..." kata Alaric.     

Pelan-pelan senyum lebar terkembang di wajah Aleksis dan gadis itu mengangguk kuat-kuat. "Aku mau!"     

Alaric tersenyum senang mendengar jawabannya. Tangan kirinya menggenggam tangan Aleksis sambil menggendong Pangeran Siegfried Kecil di tangan kanannya, ia membawa mereka ke tempat parkir dan menunjuk sebuah motor besar.     

"Tidak hujan, jadi kita naik motor. Kau tidak keberatan?" tanyanya.     

Aleksis menggeleng. Ia sangat suka naik motor bersama Alaric.     

Alaric menyalakan motornya, lalu mengancingkan jaketnya setengah, sehingga ia bisa menaruh Pangeran Siegfried Kecil di dadanya dengan aman. Ia menunggu Aleksis naik ke bangku belakang lalu menyerahkan helm kepadanya.     

Setelah semuanya siap, ia memacu motornya dengan kecepatan sedang menuju ke Timur.     

"Pegangan di pinggangku," katanya kepada Aleksis sambil menoleh sedikit ke belakang. Gadis itu menurut. Ia melingkarkan sepasang tangan mungilnya ke pinggang Alaric dan menempelkan tubuhnya ke punggung pria itu. Detak jantungnya yang cepat dan tidak beraturan terasa oleh Alaric yang tidak dapat menahan senyumnya.     

Keduanya tampak bahagia sekali malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.