The Alchemists: Cinta Abadi

Terancam



Terancam

0Aleksis berhasil membaur dengan para pelayan di Sky Bar karena ia mengenakan seragam dan ia tidak datang dengan pakaian lusuh serta membawa anjing seperti sebelumnya. Bahkan Claudia yang tadi melayaninya tidak menoleh dua kali ketika mereka berpapasan.     

"Di mana kau?" bisik Aleksis ke jam ponselnya saat sedang berjalan membawa nampan berisi sebotol red wine dan gelas.     

Terry tidak menjawab panggilannya.     

Ugh... apakah terjadi sesuatu dengan pemuda itu? pikir Aleksis gelisah. Sejauh apa yang bisa dilihatnya, orang-orang dari Rhionen Industries terlihat normal. Sebagian berpenampilan serius dengan pakaian kerja resmi, sebagian tampak berpakaian kasual dan terlihat seperti tipikal para pakar teknologi. Ada juga beberapa yang terlihat kaku dan agak menyeramkan, berpakaian hitam-hitam, lalu para wanitanya terlihat resmi dan professional, sebagian besar berpenampilan menawan.     

Ia menghampiri pria bertopeng tadi dan menaruh wine dan gelas di meja di sampingnya. Dengan cekatan Aleksis membuka sumbat botol wine, menuangkan sedikit ke gelas dan menyerahkannya kepada pria itu untuk mencicipinya.     

"Hmm..." Pria itu mengendus gelasnya sedikit, memutarnya lalu meneguk wine di dalam gelas, "Ini enak."     

Ia mengangkat gelasnya dan memberi tanda agar Aleksis menuangkan lebih banyak.     

"Baiklah." Aleksis lalu menuangkan wine hingga setengah gelas dan meletakkan botolnya kembali. "Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?"     

Pria itu menatap Aleksis agak lama, ia sepertinya ingin agar Aleksis tetap di sampingnya, tetapi ia tak memiliki alasan untuk menahan gadis itu.     

Akhirnya ia menggeleng.     

Aleksis juga merasa kecewa. Tadinya ia berharap pria itu akan menyuruhnya tinggal di sana dan mereka bisa mengobrol, dan pelan-pelan Aleksis akan mengorek keterangan tentang Rhionen Assasins dan apa hubungannya dengan perusahaannya.     

Ugh... padahal malam ini Aleksis terlihat cantik, mengapa pria ini sepertinya tidak tertarik untuk berlama-lama minta dilayani olehnya? pikir Aleksis kecewa.     

"Baiklah... kalau begitu saya minta diri dulu." Aleksis berjalan pelan-pelan kembali ke tengah Sky Bar. Matanya awas mengamati semua orang yang ada di sana. Sepertinya perusahaan ini sedang merayakan sesuatu. Ia akan mencari tahu apa yang sedang mereka rayakan itu.     

Aleksis mengambil satu nampan berisi berbagai gelas koktail dari bar dan berjalan menghampiri kerumunan tamu yang tampak sedang berdiskusi dengan semangat.     

"Selamat malam semuanya... silakan diambil minumannya..." Ia menyeruak di antara rombongan itu sambil tersenyum lebar. "Sepertinya sedang ada perayaan penting yaa..."     

Orang-orang itu terkesima melihat seorang pelayan yang demikian cantik, dan para pria berebutan mengambil minuman dari nampan Aleksis.     

"Ya... kabar baik. Kami baru mendapatkan kontrak otomatisasi seluruh Uni Eropa dan China, produk artificial intelligence kami akan segera menguasai dunia," jawab seorang pria berkepala plontos dan berkacamata dengan nada bangga.     

"Oh... hebat sekali!" puji Aleksis. Ia mengerti betapa besarnya nilai kontrak itu. Uni Eropa dan China bisa dibilang menguasai 50 persen populasi dan kekayaan bumi. Jika mereka bisa mengendalikan teknologi AI di sana, mereka bisa memiliki kekuasaan yang sangat besar.     

Ia sama sekali tak menyangka Rhionen Industries sudah sedemikian maju. Mungkin kalau mereka terus bergerak seagresif ini, dalam waktu beberapa dekade saja mereka akan dapat menyusul Schneider Group yang sudah berdiri selama hampir 200 tahun.     

Hal ini membuat Aleksis semakin tertarik untuk mengetahui apa hubungannya dengan Rhionen Assasins.     

Aleksis mencoba memancing orang-orang itu untuk menceritakan lebih banyak tentang perusahaan mereka dan menambahkan gosip-gosip yang didengarnya, agar mereka membantah atau membenarkan.     

"Sshhh... aku mendengar bahwa pemilik perusahaan Rhionen Industries ini dulu mendirikan perusahaannya dengan uang yang diperolehnya saat menemukan Satoshi Nakamoto*. Apakah itu benar?" tanyanya dengan wajah sepolos mungkin. "Satoshi Nakamoto adalah penemu bitcoin dan tak seorang pun mengetahui identitasnya selama puluhan tahun. Bitcoin miliknya membuatnya menjadi orang yang sangat kaya dan banyak pemburu harta yang mengincar jati dirinya. Aku pernah membaca gosip yang beredar bahwa ada orang yang berhasil mengetahui identitas Satoshi yang sebenarnya dan mengambil semua bitcoinnya 8 tahun yang lalu."     

Orang-orang itu seketika bertukar pandang saat mendengar perkataan Aleksis, bahkan ada yang menyemburkan minumannya.     

"Astaga... gosip murahan dari mana itu?" tanya salah seorang di antaranya dengan wajah kesal. "Bos kami adalah pengusaha jujur. Kami menemukan obat kanker dan mendapatkan banyak uang. Ini tidak ada hubungannya dengan Satoshi Nakamoto."     

Tentu saja tidak ada hubungannya, karena Aleksis barusan mengarang sendiri gosip itu. Ha ha. Ia hanya ingin mendengar langsung dari mereka tentang pemilik perusahaan yang misterius itu.     

"Oh, ya? Kalian menemukan obat kanker? Luar biasa! Apakah pemilik perusahaan itu seorang ilmuwan? Aku tidak bisa menemukan wajahnya di internet... Apakah beliau pernah datang ke kantor Singapura ini? Pasti akan keren sekali kalau aku bisa bertemu dengan sang penemu obat kanker..." cetus Aleksis riang. "Aku akan pamer kepada teman-temanku..."     

Seorang pria berbaju serba hitam tiba-tiba menarik kerah seragamnya dan menatap Aleksis dengan sorot mata tajam, "Untuk seorang pelayan kau ini terlalu banyak pertanyaan. Apa kau ini mata-mata korporat?"     

'Aku bukan mata-mata korporat!" Aleksis yang tidak terima diperlakukan seperti itu segera menepis tangan pria berwajah kaku dan bertubuh penuh otot itu. "Mentang-mentang aku hanya pelayan, jangan kira kau bisa memperlakukanku seenaknya, ya..."     

Pria itu hendak melayangkan tangannya memukul Aleksis tetapi gadis itu dengan cepat telah menahan tangannya di udara.     

"Eh... kau? Jangan kurang ajar ya... Kami ini tamu di sini!" seru pria itu.     

"Di mana-mana, yang namanya tamu harus bersikap hormat kepada tuan rumah!" tukas Aleksis. "Kalau kalian mau membuat keributan, aku akan melaporkan kepada bosku dan...."     

"Laura! Kau ini baru bekerja sudah membuat keributan!" Tiba-tiba terdengar suara gusar seseorang yang memecah perhatian kerumunan itu. Ternyata Terry datang di saat tepat dan berpikiran cepat dengan berpura-pura menjadi supervisor pelayan, segera menarik Aleksis dan mendorongnya untuk berdiri di belakang punggungnya. Ia lalu membungkuk berkali-kali. "Maafkan anak buah saya, dia masih baru... Saya akan beri dia teguran. Silakan lanjutkan acara Anda... Permisi."     

Dengan cepat ia telah menarik tangan Aleksis ke arah kamar mandi, meninggalkan kelompok tamu yang segera melupakan peristiwa barusan.     

"Astaga... kau ini senang sekali mencari keributan..." omel Terry saat mereka sudah ada di kamar mandi. Ia buru-buru melepaskan seragam atasan yang dikenakannya, hingga kini ia hanya mengenakan t-shirt dan tidak lagi terlihat seperti pelayan. "Sebaiknya kita pulang. Aku sudah mendapat sedikit informasi dari para pengunjung perempuan yang tadi mengerubungiku. Aku mesti menyiapkan presentasi videoku..."     

Ah, pantas saja tadi Terry tidak bisa dihubungi. Ia sedang dikerubungi para tamu perempuan.     

"Aduh... aku tadi hampiiir mendapatkan informasi," keluh Aleksis. "Kalau saja orang brengsek itu tidak memancingku, aku pasti bisa menahan diri tidak marah-marah..."     

"Ugh... lalu bagaimana? Kau sudah menarik terlalu banyak perhatian..." kata Terry kuatir.     

"Ya sudah. Kau pulang saja dulu, aku akan kembali ke penthouse lewat tembok tadi," kata Aleksis akhirnya, mengalah.     

"Baiklah. Jangan berlama-lama di sini. Kita besok ketemu sesudah aku selesai presentasi untuk bertukar informasi ya..."     

"Oke."     

Setelah Terry pergi, Aleksis berjalan berjingkat-jingkat menuju tempat gelap di sisi tembok dari mana ia datang. Ia tidak ingin langsung pulang ke penthouse. Ia akan mencari alasan untuk duduk dan mengobrol dengan pria bertopeng yang tadi menolongnya.     

Semoga ia masih di sana, pikirnya.     

Setelah tiba di tempat gelap di mana ia terakhir meninggalkan pria itu, Aleksis menjadi kecewa. Pria bertopeng itu tidak ada di sana. Hanya ada botol wine dan gelas bekas minumnya di meja samping kursi. Padahal laki-laki tadi sepertinya ramah dan mau diajak mengobrol.     

"Ahh... dasar bodoh, seharusnya tadi aku ajak dia bicara dulu." omelnya kepada diri sendiri.     

Ia akhirnya menyerah dan bersiap untuk memanjat tembok kembali ke penthouse ketika tiba-tiba saja sepasang tangan yang kuat menarik bahunya dengan kasar.     

"Heiii... ternyata kau ini memang mata-mata!" seru suara berat dan napas berbau alkohol dari belakangnya. Aleksis berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini laki-laki itu sudah marah akibat dipermalukan Aleksis di depan teman-teman kerjanya tadi, dan ia mencengkeram semakin kuat. "Heh... kau ini berani sekali ya? Siapa yang mengutusmu?"     

"Tidak ada...!" bantah Aleksis. Ia berusaha meronta, tetapi rupanya lelaki ini sangat kuat. Walaupun Aleksis bertubuh kuat dan menguasai bela diri, ternyata lelaki yang menangkapnya ini jauh lebih kuat darinya.     

Apakah... apakah orang ini juga seorang pembunuh bayaran dari Rhionen Assasins? Jangan-jangan mereka memang berhubungan.     

"Kau harus menjawabku dengan jujur, kalau tidak aku akan melemparmu ke bawah..." Pria itu mengangkat tubuh Aleksis yang berusaha meronta sekuat tenaga, seolah membawa karung beras saja dan membawanya ke arah tembok kaca di pinggir Sky Bar. Tembok itu tingginya hanya 1,5 meter, berfungsi untuk menghalangi angin dan mencegah agar pengunjung tidak ada yang melompat bunuh diri dari lantai 100 itu...     

Tetapi kini ia telah mengangkat Aleksis yang bergidik ngeri, mendekati tembok kaca itu... Ancamannya ini benar-benar sangat menakutkan. Manusia yang dijatuhkan dari puncak bangunan setinggi ini bisa dipastikan tubuhnya akan hancur berserakan...     

"Ada apa ini, Pavel?" tiba-tiba tanpa diketahui kapan datangnya, pria bertopeng yang tadi menolong Aleksis telah tiba di samping pria yang mengancam Aleksis dan memposisikan dirinya menghalangi di depan tembok kaca.     

"Ini ada mata-mata korporat, Tuan. Dari tadi ia mengajukan banyak pertanyaan mencurigakan dan aku memergokinya mau kabur lewat tembok situ...!" tukas pria pengancam.     

Pria bertopeng menyipitkan matanya mengamati Aleksis baik-baik. Ia segera mengenali gadis itu sebagai gadis pelayan yang tadi jatuh dari tembok menimpanya.     

"Benarkah kau ini mata-mata korporat?" tanyanya dengan suara halus. Sesaat Aleksis seperti mengenali suaranya, entah dari mana.     

"Bu... bukan... aku tidak ada hubungannya dengan perusahaan atau apa pun... Tolong lepaskan aku..." Saat ini bukan waktunya untuk bersikap seperti perempuan tangguh, pikir Aleksis. Ia harus menggunakan air mata buayanya untuk menyelamatkan diri. Pria bertopeng itu sepertinya lebih halus sikapnya daripada temannya yang kasar ini.     

"Lalu mengapa kau bertindak mencurigakan seperti ini?" tanya pria itu dengan sabar.     

"A... aku..." Aleksis menatap matanya dan entah kenapa saat itu ia menjadi tidak berani berbohong. "Maaf... aku sedang mencari seseorang. Makanya aku masuk ke pesta kalian..."     

Suaranya terdengar lemah dan mengundang kasihan, tetapi pria itu bisa menilai bahwa Aleksis tidak berbohong.     

"Kau punya waktu satu menit untuk meyakinkanku bahwa kau bukan mata-mata korporat," kata pria itu kemudian. Ia mengangguk kepada pria yang dipanggilnya Pavel itu, "Kalau tidak, dia akan melemparkanmu ke bawah..."     

"Ugh..."Aleksis tahu ia tak akan menang melawan mereka. Dalam hati ia merutuki diri sendiri, seharusnya ia membawa Carl dan Sasha ke Sky Bar untuk ikut menyamar. Mereka tentu akan bisa melindunginya dalam situasi seperti ini. Ia akhirnya menghela napas panjang, "Aku mencari temanku... Kemungkinan ia adalah anggota Rhionen Assassins. Aku menduga karena namanya sama, Rhionen Industries mungkin memiliki hubungan dengan Rhionen Assassins... aku tadinya berharap bisa bertemu orang yang mengenalnya... Aku sangat ingin bertemu dengannya..."     

Pria bertopeng itu mengerutkan keningnya. Ia tampak terkejut karena Aleksis bahkan tahu tentang Rhionen Assassins. Orang biasa hanya mengetahui Rhionen Industries, dan tidak mengetahui yang satu lagi.     

"Siapa namanya? Dan dari mana kau tahu ia berhubungan dengan Rhionen Assassins?" tanya pria itu dengan nada tertarik. Ia memberi tanda agar Pavel menurunkan Aleksis ke lantai dan kemudian melepaskannya.     

Aleksis memperbaiki kerahnya dan bajunya yang kusut, sebelum menjawab dengan suara agak malu, "Uhm... aku tidak tahu namanya. Aku memanggilnya Pangeran Siegfried karena tato naga di dadanya... Dia bilang aku harus mati kalau aku mengetahui namanya..."     

Pria bertopeng itu dan Pavel saling pandang. Pavel tampak hendak mengucapkan sesuatu tetapi pria bertopeng mengangkat tangannya dan menyuruhnya pergi. Dengan tampang bersungut-sungut Pavel lalu pergi.     

"Kenapa dia?" tanya Aleksis keheranan.     

Pria bertopeng tidak menjawab. Ia menatap Aleksis baik-baik selama beberapa saat, lalu pelan-pelan seulas senyum terkembang di bibirnya.     

"Rasanya aku tahu siapa orang yang kau maksud. Aku mengenal Pangeran Siegfried-mu."     

"Oh... benarkah?" Aleksis seketika dipenuhi kegembiraan yang meledak-ledak, dan tanpa sadar ia langsung memeluk pria bertopeng itu dengan antusias. "Astaga... tidak sia-sia aku datang kemari... Aku bisa menemukannya..."     

Pria itu tertegun melihat kegembiraan Aleksis yang tidak diduganya. Saat gadis itu memeluknya tanpa sadar tangannya bergerak hendak mengusap kepala Aleksis.     

Saat tangannya masih di udara, Aleksis sudah melepaskan diri dan memegang kedua bahunya dengan haru. Akhirnya pria itu menurunkan tangannya pelan-pelan.     

"Kau senang sekali rupanya?" tanyanya sambil tersenyum tipis. "Apa yang akan kau lakukan kalau bertemu dengannya?"     

"Oh, aku sudah berlatih keras. Aku akan mengalahkannya dalam pertandingan baduk dan dia harus memberitahuku siapa namanya..."     

"Hmm... begitu ya?" Pria itu mengangguk-angguk. Seketika ekspresinya berubah menjadi gelap dan ia menghela napas panjang. "Maaf, aku harus menjadi pembawa berita buruk untukmu. Orang itu sudah mati."     

Aleksis terpaku mendengar perkataan si pria bertopeng. Ia mengira telinganya salah mendengar, maka ia minta pria itu mengulangi ucapannya.     

"A... apa kau bilang tadi?"     

"Namanya Alaric, dan ia sudah mati," jawab pria bertopeng itu dengan suara penuh penyesalan.     

Seketika Aleksis merasa dunianya runtuh begitu saja. Ia tak mengira saat akhirnya mengetahui nama penolongnya, pria itu telah mati. Tanpa mereka sempat bertemu kembali. Air mata tak terasa meleleh turun ke pipinya...     

"Ti.. tidak mungkin..." bisiknya sedih.     

Tiba-tiba ia merasa sekelilingnya berubah menjadi gelap.     

.     

.     

*Satoshi Nakamoto adalah nama samaran seseorang atau sekelompok orang yang mengajukan konsep bitcoin sebagai uang digital pengganti uang konvensional seperti dolar, rupiah, dll, karena mereka menganggap bank dan pemerintah terlalu mengatur keuangan manusia dan mengambil keuntungan dengan biaya transaksi yang mahal.     

Banyak kontroversi seputar bitcoin hingga belasan tahun kemudian, tetapi pelan-pelan orang di seluruh dunia mulai menggunakannya sebagai alat transaksi digital pengganti uang.     

Identitas asli Satoshi Nakamoto tidak pernah diketahui. Diperkirakan ia memiliki bitcoin senilai 19 milyar dolar Amerika (setara 266 Triliun Rupiah) per tahun 2017. Ia tidak pernah menguangkan bitcoinnya, sehingga banyak yang mengira telah terjadi sesuatu kepada dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.