The Alchemists: Cinta Abadi

Menyamar



Menyamar

0Lima menit setelah Aleksis tiba kembali di penthouse, Terry datang.     

"Hey... selamat ulang tahun yang ke-22 untuk kakakku tersayang!" seru Aleksis gembira. "Aku punya hadiah yang sangat bagus untukmu..."     

"Apa itu?" tanya Terry dengan wajah was-was. Aleksis sangat sering mengerjainya.     

Gadis itu mengangkat Pangeran Siegfried Kecil dan menyerahkannya kepada Terry untuk digendong, "Kau boleh menghabiskan waktu setahun dengan Pangeran Siegfried, selama aku tinggal di asrama kampus. Yeayyyy!!"     

"Eh... Apa?" Terry secara refleks menghindar. Ia menyayangi anjing itu tetapi memeliharanya selama setahun bukanlah komitmen yang ingin ia setujui di saat ini. Ia sendiri adalah orang yang sangat sibuk.     

"Ayolah, Kak... Aku tidak boleh membawa hewan peliharaan ke asrama. Sementara kalau dia kutinggal di penthouse, dia akan merasa kesepian. Kau punya beberapa staf di rumah orang tuamu yang bisa bantu mengurus Pangeran Siegfried kalau kau tidak ada..." bujuk Aleksis. "Ayolah... gendong dulu, dia berat sekali."     

"Suruh siapa kau memanjakannya habis-habisan sampai anjingmu menjadi segemuk itu," kecam Terry. "Kalau dia tinggal di tempatku, aku akan menyuruh anjingmu itu olahraga dan diet ketat."     

"Aduh, kau jangan sekejam itu kepada Pangeran Siegfried..." Aleksis mencoba melunakkan hati Terry dengan pandangan mata anak anjing yang berkaca-kaca, "Nanti dia stress... Aku tidak mau memberikan hadiah ulang tahun dari Mama kalau kau masih sesinis itu kepada anjingku."     

Terry sudah hampir setahun tidak bertemu Finland dan ia merindukan sosok ibu biologisnya itu. Bibirnya mengkerut dan akhirnya ia mengangguk kalah, "Baiklah... tidak ketat, tapi dia tetap harus olahraga dan diet."     

Aleksis menyerahkan Pangeran Siegfried Kecil ke gendongan Terry lalu bergegas masuk ke kamarnya dan mengambil sebuah keranjang besar berisi beberapa kotak yang dibungkus kertas kado sangat indah.     

"Ini hadiah ulang tahun dari Mama, Papa, London, Rune, dan aku. Paman Rory dan Paman Aldebar bilang mereka sudah mengirim langsung hadiah ke alamat rumahmu dan kemungkinan akan tiba besok."     

Terry tampak senang sekali mendapat keranjang berisi berbagai hadiah dari keluarganya. Ia meletakkan Pangeran Siegfried Kecil di lantai lalu mulai membuka satu per satu hadiahnya. Setiap hadiah yang diperolehnya membuatnya terlihat sangat bahagia.     

Sejak menjadi bagian dari keluarga Schneider hampir 8 tahun yang lalu ia mulai merasakan bagaimana memiliki keluarga besar yang hangat. Finland dan Caspar memperlakukannya seperti anak sendiri. Ia juga bahkan sudah memanggil ayah kepada Jean, dan Lauriel serta Aldebar berlaku seperti paman yang keren baginya.     

Kadang Lauriel akan membawanya dan Aleksis bertualang bersama, sementara Aldebar senang menjadikannya sebagai kelinci percobaan untuk menguji berbagai penemuannya.     

Hm... tinggal hadiah dari ayahnya yang belum ada. Apakah Jean lupa? Terry bertanya-tanya dalam hati. Selama ini Jean tak pernah melupakan ulang tahunnya. Billie juga begitu.     

Ah, mungkin mereka akan memberikannya sebagai kejutan, pikirnya lagi.     

"Terima kasih, kau sudah membawakan hadiah-hadiah ini," kata Terry dengan puas setelah menaruh kembali semua hadiahnya di keranjang dan membereskan kertas pembungkus kado. "Baiklah... aku akan menampung Pangeran Siegfried di rumahku. Kau maunya dari kapan? Kau mulai kuliah hari Senin kan? Jadi masuk asrama hari Minggu?"     

Aleksis mengangguk. "Iya, mulai hari Minggu ya... Aku yang akan mengantar Pangeran Siegfried ke rumah Kakak."     

"Baiklah kalau begitu..." Akhirnya Terry mengalah.     

Aleksis membuka sebotol sampanye dan mengambil kue kecil dari kulkas. "Tolong ambilkan gelas untuk kita. Kita harus merayakan ulang tahunmu..."     

Terry mengambil dua buah gelas sampanye dan menuangkan minuman untuk mereka, sementara Aleksis menyalakan lilin di atas kue dan mengunjukkannya kepada Terry.     

"Make a wish...." katanya sambil tersenyum lebar, "dan tiup lilinnya."     

Terry menatap Aleksis dengan pandangan geli, sesaat kemudian ia memejamkan mata dan lalu meniup lilinnya.     

"Sudah..." Ia mengambil pisau kue dan membelah dua kue kecil itu, satu potong diberikan kepada Aleksis. "Makanlah... Aku sudah mendapatkan semua keinginanku, jadi tadi aku memanjatkan keinginan untukmu..."     

Aleksis terhenyak mendengar kata-kata Terry,     

"Keinginan untukku? Memangnya kau tahu apa yang aku inginkan?" tanyanya sambil mengerutkan kening.     

Terry melahap kuenya dan mendentingkan gelasnya ke gelas sampanye Aleksis.     

"Ya tahulah... Soalnya ituuuuu terus yang kau bicarakan selama setahun belakangan ini." Terry lalu memasang ekspresi jelek dan meniru suara Aleksis tapi dengan nada sangat tinggi, "Ahhh.. aku tidak sabar lagi... sebentar lagi aku akan berusia 20 tahun dan aku akan bisa bertemu Pangeran Siegfried... Ahh... aku tidak sabar lagi... Aku akan mengalahkannya dalam permainan Baduk..."     

"Kakak!!!" Aleksis merengut dan memukul bahu Terry keras sekali. "Aku tidak begitu ya!"     

Terry hanya tertawa gelak-gelak. Ia tahu inilah satu-satunya topik di mana ia bisa menggoda adiknya. Ia ingin sekali membalas godaan Aleksis tadi siang yang membuatnya sekarang tahu-tahu memiliki seorang kekasih.     

"Tapi serius, Aleksis, aku kagum kepadamu karena kau sangat setia. Aku ingin tahu bagaimana kisah cinta kanak-kanakmu itu akan berakhir... Aku memanjatkan keinginan agar kau bisa segera mendapatkan penyelesaian dan kemudian melanjutkan hidup (move on). Usiamu masih panjang, masih banyak laki-laki yang akan kau temui dalam hidup." Suara Terry kemudian terdengar semakin bersungguh-sungguh, "Jangan seperti Paman Rory... yang seumur hidupnya hanya mencintai satu perempuan dan karena itu sampai sekarang ia tidak bisa bahagia..."     

"Jangan berkata begitu, Paman Rory bahagia kok..." cetus Aleksis. "Kalau dia tidak bahagia, dia pasti sudah mengambil kematian."     

Terry mengangkat bahu, "Kau tahu maksudku."     

Aleksis tahu maksud Terry, tetapi ia menolak membahasnya. Paman Rory adalah seorang laki-laki normal dan ia tentu membutuhkan pasangan. Ia telah terlalu lama menutup diri dari cinta dan hanya mengabdikan hidupnya kepada alam. Saat ini ia sedang menyibukkan diri dengan program konservasi hewan-hewan liar di Afrika.     

Kadang-kadang, saat Aleksis datang ke sana mengunjunginya dan mereka menikmati matahari terbenam berdua, Aleksis akan berpikir dalam hati bahwa matahari terbenam secantik ini seharusnya dinikmati bersama wanita yang dicintai, bukan dengan anak angkatnya begini.     

Aleksis pernah mendengar tentang Marion, salah seorang mantan anak buah Paman Rory yang sangat cantik dan tangguh, yang menaruh hati kepadanya selama puluhan tahun. Sayangnya sejak Paman Rory mengusirnya, tidak seorang pun mengetahui kabar Marion.     

Kedengarannya Marion adalah gadis yang hebat dan akan sangat cocok bersanding dengan Paman Rory. Duh, Aleksis ingin sekali mencari gadis itu dan mencomblangkannya dengan Paman Rory...     

"Uhm... sudah jam 9. Aku mesti menyiapkan video presentasi besok," kata Terry kemudian. "Aku sudah mulai pitching ide untuk film pendek ke TV nasional. Besok hari penting buatku."     

"Ah... padahal tadinya aku mau mengajakmu bertualang ke sebelah..." kata Aleksis kecewa. "Kok nggak bilang kalau besok ada presentasi penting?"     

"Petualangan apa di sebelah? Di situ kan cuma ada Sky Bar?" tanya Terry heran.     

"Psst... di Sky Bar sekarang sedang ada pesta korporat, Rhionen Industries. Kau tahu siapa mereka?"     

"Itu kan perusahaan teknologi yang salah satu divisi farmasinya sempat terkenal karena menemukan obat kanker? Mereka juga memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak di bidang Artificial Intelligence dan eksplorasi luar angkasa bersama Space X. " Terry mengerutkan keningnya, "Bukannya mereka basisnya di China dan Eropa?"     

"Mereka baru membuka kantor di Singapura. Mereka berhasil menyewa 10 lantai di gedung ini... Padahal semua lantai itu sudah ada tennant-nya." Aleksis mengangguk, "Aku penasaran, seperti apa orang-orang yang bekerja di sana."     

"Jadi apa yang mau kau lakukan?" tanya Terry.     

Aleksis membuka pintu ke taman dan menunjuk tembok tinggi pembatas penthouse dan Sky Bar sambil tersenyum jahil.     

"Aku akan masuk ke sana dan menyamar sebagai pelayan. Kau mau ikut? Aku sudah mencuri dua seragam untuk kita...hehehe..."     

"Ugh..." Terry merasa dijebak. Ia tentu takkan sampai hati membiarkan Aleksis pergi sendiri. Bagaimana kalau ia ketahuan? Tapi di sisi lain, ia benar-benar harus menyelesaikan video presentasinya. "Kau tidak bisa mengajak salah satu pengawalmu? Ada Carl dan Sasha kan di bawah?"     

"Aduh... nanti kalau mereka melapor kepada Papa, bisa-bisa aku dipanggil pulang ke rumah..." Aleksis tampak bergidik. Ia baru beberapa hari tiba di Singapura, ia tak mau pulang secepat ini.     

"Ugh..." Terry mendengus lagi, ia menepis kepala Aleksis dengan sedikit kesal tapi kemudian mengacungkan tangannya, "Mana seragamnya?"     

"Hihihi...." Aleksis buru-buru masuk ke kamarnya dan mengeluarkan dua buah seragam yang dicurinya di hari pertama ia tiba di Hotel Continental. Sejak semula ia telah berencana jahil untuk masuk ke Sky Bar dengan menyamar sebagai pelayan, tak disangka malam ini rencananya tersebut malah berguna untuk menyelidiki Rhionen Industries.     

Lima menit kemudian Terry dan Aleksis telah bersalin rupa menjadi dua orang pelayan Sky Bar dengan seragam hitam-hitam yang elegan. Aleksis mengikat rambutnya dan kali ini tidak mengenakan kacamata untuk menyembunyikan matanya. Ia merasa kacamata hanya merepotkan penyamarannya karena rentan jatuh saat ia memanjat.     

"Kita memanjat tembok lewat sini..." kata Aleksis dengan riang.     

"Uhm... kenapa harus memanjat tembok? Kita masuk saja lewat pintu depan. Ada begitu banyak pelayan di sana, mereka tak mungkin mengenali setiap pelayan yang keluar masuk," kata Terry.     

Aleksis garuk-garuk kepala yang tidak gatal, "Err... aku sudah tidak bisa lewat pintu depan, tadi aku baru dari sana dan minum sebentar, sampai menelepon GM Lin... Mereka pasti akan mengenaliku sekarang.... Aku harus lewat tembok..."     

"Astaga, Aleksis!" omel Terry, "Kalau begitu kau saja yang memanjat tembok. Aku lewat depan, karena mereka belum mengenaliku."     

"Baiklah. Kita ketemu di dalam ya...." Aleksis segera bersiap menaruh kursi di pinggir tembok pembatas dan pelan-pelan menyembulkan kepalanya mengamati situasi di Sky Bar.     

Terry mendesah dan segera keluar dari penthouse menuju lift untuk turun ke lantai 99.     

Bagian tembok pembatas itu memang sengaja dibuat gelap oleh Caspar di sisi Sky Bar dan ditutupi dengan beberapa pot besar berisi tanaman, agar pengunjung Sky Bar tidak terpikir untuk berjalan ke sana dan mengintip sisi penthouse.     

Aleksis mengamati sekelilingnya dan melihat di bagian tengah dan ujung Sky Bar yang mengarah ke tembok kaca tinggi tempat orang-orang dapat menikmati pemandangan langit Singapura dari puncak gedung di lantai 100 banyak dipenuhi pengunjung yang sedang menikmati makanan dan minuman, dan suasana pesta yang meriah tampak membuat semua orang bersenang-senang. Tidak ada satu pun yang memperhatikan ke arah sini.     

"Baiklah... Aku bisa lompat sekarang..." gumam Aleksis.     

Ia sudah berhasil mengangkat tubuhnya ke atas tembok dan bersiap untuk meloncat ketika tiba-tiba terdengar suara panggilan yang membuatnya kaget dan kehilangan keseimbangan.     

"Siapa di situ?!!"     

"Aaaahhhhh....!!!"     

Tubuh Aleksis terbanting ke bawah dan hampir menghajar pot tanaman besar dari pualam yang keras ketika sesosok tubuh menghalangi jatuhnya. Akhirnya tubuh keduanya bertimpaan di lantai di samping sebuah pot besar.     

"Astaga.. maafkan aku..." Aleksis buru-buru berusaha bangkit. Tubuhnya tidak merasakan sakit akibat jatuh karena menimpa tubuh orang yang menolongnya dalam waktu sepersekian detik tadi. Tapi ia bisa membayangkan betapa orang itu tentu akan mengalami rasa nyeri yang hebat akibat dampak dari berat tubuh Aleksis yang jatuh begitu cepat dan hantaman lantai di bawahnya. Ia berusaha membantu orang itu untuk berdiri sambil mengusap-usap tangannya. "Maafkan aku..."     

Pria itu memegangi keningnya yang sakit dan pelan-pelan bangkit. Wajahnya tampak mengernyit dan sepasang matanya berkilat marah ketika menatap gadis ceroboh yang membuatnya terjatuh seperti ini.     

"Kau ini sedang apa sih di sini mengendap-endap? Kau ini pencuri ya?" Saat matanya menatap wajah Aleksis yang tertunduk karena merasa bersalah, seketika pandangannya yang berkilat-kilat tampak berubah menjadi seperti terpukau. Aleksis memang sangat sangat cantik kalau ia tidak dengan sengaja berpenampilan seperti kutu buku kuno dengan kacamata besar dan pakaian lusuhnya. Suara laki-laki itu berubah lembut, "Uhm... kau tidak apa-apa?"     

Aleksis mengangguk, "Iya, aku baik-baik saja... Terima kasih karena kau telah menolongku..."     

"Hmm..." Pria itu lalu mengebas-kebaskan pakaiannya yang kotor. "Sedang apa kau di tembok tadi?"     

Aleksis sadar bahwa ia sudah ketahuan. Ia harus mengarang alasan yang masuk akal.     

"Uhm... aku terlambat masuk kerja. Kalau aku lewat pintu depan, bosku akan tahu aku datang terlambat. Jadi tadi aku sengaja lewat jalan belakang..." katanya pura-pura sedih, masih dengan wajah tertunduk seolah ketakutan. "Tolong jangan laporkan aku... Aku tidak boleh dipecat, aku sangat membutuhkan pekerjaan ini...."     

Pria itu mengamati Aleksis baik-baik dan setelah beberapa lama, akhirnya ia mengangguk. "Hmm.. jadi kau pelayan di Sky Bar ini?"     

"Benar, Tuan. Apakah tuan tamu dari Rhionen Industries?" tanya Aleksis kemudian. "Anda mau saya ambilkan minuman?"     

"Hmm... tolong ambilkan red wine," kata pria itu.     

Aleksis mengangguk. Sebelum pergi, ia mengangkat wajahnya dan berusaha mengamati wajah dan penampilan pria itu baik-baik. Nanti ia tidak boleh salah memberikan minuman kepada orang lain. Aleksis merasa pria ini cukup ramah dan mungkin dapat memberikan banyak informasi yang ia butuhkan. Ia hanya perlu berbaik-baik.     

"Eh..." Tiba-tiba saja ia tertegun ketika matanya sudah melihat jelas penampilan pria tadi.     

Orang ini tidak punya wajah!     

Maksudnya, orang itu punya wajah, tetapi separuhnya ditutupi oleh topeng kulit berwarna hitam yang menyembunyikan mata dan hidungnya. Rambutnya panjang diikat dengan pita merah, ia mengenakan pakaian resmi berupa kemeja tipis berwarna biru tua dan celana hitam yang menunjukkan bentuk tubuh tinggi besar dan kukuh. Topengnya membuat ia tampak seperti tokoh misterius dalam novel-novel.     

Apakah ini pesta topeng? pikir Aleksis. Ia melayangkan pandangannya ke arah tamu-tamu yang lain di tengah ruangan. Tidak ada satu pun yang mengenakan topeng.     

Pria itu menyunggingkan senyum melihat ekspresi terkejut Aleksis. "Kau ingin memastikan bahwa nanti kau tidak salah memberikan red wine kepada orang lain. Jangan kuatir, hanya aku yang memakai topeng di pesta ini."     

"Ma... maafkan kalau aku lancang." Aleksis buru-buru membungkuk. "Tadinya aku pikir ini pesta topeng atau apa..."     

"Tidak masalah. Aku mengenakan topeng ini karena wajahku terlalu mengerikan untuk dilihat. Aku tidak mau membuat orang takut," Pria itu mengangkat bahu acuh. "Aku akan menunggu di sini."     

Ia lalu berjalan santai ke kursi terdekat dan duduk sambil memejamkan mata. Aleksis terpesona melihat gerak-geriknya yang begitu percaya diri dan seperti penuh kuasa, dan untuk sesaat hampir lupa bahwa ia sekarang sedang menyamar sebagai pelayan dan orang itu memintanya membawakan red wine.     

Siapa orang ini sebenarnya? pikir Aleksis sambil bergerak ringan menuju bar untuk meminta sebotol red wine dan gelas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.