The Alchemists: Cinta Abadi

Bertemu Nicolae



Bertemu Nicolae

0Setelah mereka selesai makan, Terry mengajak Aleksis berkeliling kampus dan menunjukkan tempat-tempat penting.     

"Aku masih menjadi ketua klub drama sampai tahun ini, dan kami sedang merencanakan pertunjukan besar. Kau berminat gabung klub apa?" tanya Terry saat mereka akhirnya duduk di lapangan rumput sambil beristirahat.     

"Klub apa yang banyak perempuannya?" tanya Aleksis balik. "Aku mau punya teman perempuan."     

"Hm.. ya klub drama banyak perempuannya sih. Koran kampus juga banyak perempuannya. Tapi kau kan tidak suka menulis?"     

"Hmm... kalau begitu aku masuk klub drama saja."     

"Oke, Senin depan saat perkuliahan dimulai kita ada acara pertemuan sore hari di auditorium." Terry menggigit sebatang rumput dan menyandarkan dirinya di pohon sambil membuka-buka bukunya dan menulis sesuatu. "Oh, ya... kau jadi tinggal di asrama?"     

Aleksis mengangguk. "Iya, aku kan belum pernah tinggal di asrama sebelumnya. Pasti menyenangkan. Aku bisa berteman dengan sesama perempuan."     

"Apa sih enaknya berteman dengan perempuan?" tanya Terry sambil mengangkat bahu, "Mereka ribut, kalau ketawa cekikikan, obrolannya hanya seputar makeup dan cowok... Kau pasti akan cepat bosan."     

"Astaga... pantas saja kau tidak punya pacar!" cela Aleksis. "Pandanganmu terhadap perempuan begitu skeptis."     

"Kau tidak memperhatikan bahwa aku bisa dengan mudah mendapatkan kekasih?" tanya Terry sambil tersenyum simpul.     

Tentu saja Aleksis memperhatikan hal itu. Ia masih ingat tatapan penuh pemujaan gadis-gadis di kafetaria tadi, dan betapa mereka menatap Aleksis dengan pandangan benci karena mengira ia adalah kekasih Terry.     

Tapi dasar Aleksis tidak puas kalau belum mengganggu kakaknya. Ia hanya menggeleng dan mengerutkan kening dengan ekspresi polos, seolah tidak mengerti maksud pertanyaan Terry.     

"Masa sih? Aku tidak percaya kau bisa dengan mudah mendapatkan kekasih... Kau menilai dirimu terlalu tinggi," katanya acuh.     

Terry menatapnya baik-baik dengan pandangan tidak percaya. "Astaga... kau pikir aku bohong?"     

Aleksis mengangguk. "Kau begini skeptis terhadap perempuan, pasti itu karena tidak ada perempuan yang mau denganmu."     

Terry terpancing dan segera bangkit berdiri. Ia menunjuk seorang gadis sangat cantik yang sedang lewat dengan setumpuk buku.     

"Hei... siapa namamu?" tanya Terry sambil menghampiri gadis itu.     

Orang yang ditanya seketika membeku di tempatnya, tak mengira sama sekali salah satu pemuda paling populer di kampus akan menegurnya.     

Dengan terbata-bata ia menjawab, "A.. aku Rosemary..."     

"Hallo, Rosemary. Namaku Terrence Chan. Apakah kau mau menjadi kekasihku?" tanya Terry tanpa basa-basi.     

Rosemary membelalakkan matanya lebar sekali dan tanpa sadar ia menjatuhkan buku-bukunya.     

Terry tertawa kecil melihat kejadian itu. Ia membungkuk dan membantu memunguti buku-buku Rosemary dan menyerahkannya kepada gadis yang berdiri terpukau menatapnya tanpa berkedip itu. Rosemary terlalu terkesima untuk menerima buku-bukunya dari tangan Terry.     

"Jadi...? Maukah kau menjadi kekasihku?" tanya Terry sekali lagi.     

Rosemary seketika tersadar, segera mengangguk malu-malu.     

Aleksis yang melihat kejadian itu hanya bisa menepuk keningnya.     

Astaga... Terry sungguh-sungguh ingin membuktikan bahwa ia bisa dengan mudah mendapatkan kekasih.     

Terry menoleh sekejap kepada Aleksis seakan menunjukkan kemenangannya, lalu mendekat ke arah Rosemary dan menyentuh dagunya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih membawakan buku-buku gadis itu, dan dengan begitu ahli ia telah memiringkan wajahnya dan mencium lembut bibir Rosemary.     

Gadis itu seakan tersihir dan menerima ciuman Terry dengan pasrah. Beberapa detik kemudian ia telah membalas ciuman pemuda itu dan mereka segera berpagutan mesra, membuat Aleksis harus membuang muka dan menahan mual.     

Bah....     

Terry terlalu serius menanggapi godaannya....     

Aleksis yang tidak ingin menonton kemesraan kakaknya dengan perempuan lain buru-buru membawa tasnya dan kabur dari situ. Ia sudah cukup disiksa dengan kemesraan ayah dan ibunya di rumah selama ini. Setidaknya saat ia kuliah dan jauh dari rumah, ia tidak perlu mengalami siksaan yang sama dari Terry, kan?     

Ugh...     

Karena buru-buru ia tak melihat jalan dengan baik dan menubruk punggung seorang pemuda yang sedang berjalan sambil menunduk memperhatikan ponselnya.     

"Aw! Sakit..." Aleksis terbanting ke tanah karena tubrukannya begitu kuat dan punggung pemuda itu bagaikan dinding baja yang sangat keras menahan hantamannya.     

"Heii.. kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu sambil berbalik berusaha menolong Aleksis. Ia buru-buru menyimpan ponselnya di saku dan menghampiri Aleksis di tanah.     

"Pantatku sakit.." keluh Aleksis sambil mengebas-kebaskan tangannya di paha dan bokongnya. "Astaga... untung aku tidak jatuh duduk, kalau kena tulang ekor aku bisa lumpuh..."     

Wajahnya seketika tampak dipenuhi horor. Untung saja ia tidak kenapa-kenapa. Ia tak dapat membayangkan kalau tadi terbanting hingga jatuh dan menimpa tulang ekornya, bisa dipastikan ia akan menjadi lumpuh atau buta. Memikirkan ini membuatnya bergidik.     

"Makanya hati-hati kalau berjalan..." kata pemuda itu sambil geleng-geleng.     

"Kamu makan apa sih, kok badannya keras sekali?" omel Aleksis. "Aku biasa menabrak orang dan tidak pernah sampai terbanting begini...."     

Aleksis yang ceroboh memang bukan pertama kalinya menabrak orang atau sesuatu benda sambil berjalan, tetapi fisiknya sendiri sangat kuat sehingga ia tidak pernah sampai terluka atau terbanting begini. Makanya ia sendiri keheranan karena kali ini ia seperti menabrak dinding tebal dan keras yang membuat tubuhnya terpelanting saat menabraknya tidak sengaja.     

"Makan apa?" Pemuda itu sebenarnya tidak terima ia dan apa yang dimakannya harus menanggung kesalahan akibat kecerobohan seorang gadis yang berjalan dengan tidak memperhatikan jalan. Ia memutuskan untuk membalas gadis itu, "Tergantung mood. Kalau mood-ku jelek aku bisa makan orang, tahu! Menu favoritku adalah gadis ceroboh yang suka berjalan sambil menabrak orang lain dan tidak mau disalahkan."     

"Astaga...!!" Aleksis mendongak marah mendengar ucapan si pemuda yang menurutnya bertanggung jawab menyebabkannya jatuh. "Kau...!"     

Kata-katanya terhenti di udara. Ia telah melihat wajah si pemuda di depannya.     

Sebentar... rasanya Aleksis pernah melihatnya sebelum ini.     

"Ada apa? Kenapa melihatku begitu? Ada apa di wajahku?" Pemuda itu menjadi salah tingkah karena Aleksis menatapnya dengan pandangan seperti orang lapar.     

"Kakak Pangeran Siegfried....!" gumam Aleksis. Ia buru-buru bangkit dan memeluk pemuda itu dengan haru, "Astaga... Sudah lama sekali!!"     

"Eh... apa-apaan ini?" tanya pemuda itu kebingungan. "Siapa itu Kakak Pangeran Siegfried?"     

Ia berusaha mendorong Aleksis menjauh tetapi pelukan gadis itu sangat kuat.     

"Sudah delapan tahun. Aku sengaja pindah ke Singapura supaya bisa mencarimu...." kata Aleksis. "Kita harus bertanding baduk, dan aku akan mengalahkanmu. Lalu kau harus memberitahuku namamu..."     

Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak mengerti maksud gadis aneh ini.     

"Kau mahasiswa sini? Kalau kau tidak tahu namaku, rasanya kau udik sekali. Semua orang tahu namaku," kata pemuda itu. Ada sedikit nada bangga terselip dalam ucapannya. "Namaku Nicolae*."     

Aleksis tertegun. Ia melepaskan pelukannya dan mengamati pemuda itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.     

Astaga... ini cowok yang tadi menggodanya makan lalat saat ia sedang menguap. Aleksis tadi tidak memperhatikan wajahnya karena ia berlalu dengan begitu cepat.     

Tetapi sekarang Aleksis menjadi sadar, ini adalah pemuda yang dipuja-puja segerombolan groupies tadi. Pemuda ini memang tampan sekali, dengan rambut panjang berwarna pirang diikat dengan pita merah. Tubuhnya tinggi besar dengan penampilan yang sangat modis.     

Matanya biru gelap dan sangat cemerlang, terlihat seperti lautan yang begitu dalam menghanyutkan. Tadi ia menutupi matanya dengan sepasang kacamata hitam yang berukuran besar, sehingga Aleksis tidak memperhatikan.     

Untuk sesaat Aleksis merasa shock. Ia telah dengan berani begitu saja memeluk seorang pria asing. Tadi ia sungguh mengira pria ini adalah Pangeran Siegfried yang dicarinya, tetapi sekarang ia menyadari mereka memiliki warna mata berbeda. Pangeran Siegfried memiliki warna mata biru keunguan, Nicolae memiliki sepasang mata biru gelap.     

"Kau pakai lensa kontak?" tanya Aleksis dengan nada menyelidik.     

Pemuda itu mengangkat bahu, "Mungkin."     

"Ugh..." Aleksis menatap Nicolae selama beberapa lama, dan kemudian ia menghela napas panjang. "Kau benar. Aku salah orang. Tidak mungkin Pangeran Siegfried masih terlihat sepertimu... Seharusnya sekarang umurnya sudah 30an..."     

Dengan bahu lesu ia berjalan meninggalkan Nicolae yang terheran-heran melihat tingkahnya, Gadis ini tadi menabraknya keras sekali, lalu memeluknya, dan sekarang dengan acuh meninggalkannya tanpa penjelasan. Ia merasa dipermainkan.     

"Heiii... jangan pergi dulu! Aku mau bicara..." panggil Nicolae. Aleksis menoleh pun tidak. Ia hanya mengangkat satu tangannya dan melambai tanpa melihat ke arah Nicolae. Pemuda itu menjadi penasaran. "Gadis aneh..."     

Sesungguhnya, sejak bertemu 'Pangeran Siegfried' delapan tahun yang lalu, Aleksis tidak dapat melupakannya. Perlahan-lahan memang ingatannya akan wajah si penolongnya itu mulai terkikis oleh waktu, tetapi Aleksis bertekad untuk kembali ke Singapura delapan tahun kemudian untuk menemukannya, bertanding baduk dengannya, lalu menanyakan namanya...     

Dan mungkin...     

Ah, memang usia mereka terpaut jauh, tetapi kalau Aleksis sudah berusia 20 tahun dan pria itu di umur 33 tahun, tentu mereka masih akan terlihat serasi.     

Aleksis tak bisa mengerti apa yang dirasakannya dulu, tetapi sekarang ia tahu bahwa 'Pangeran Siegfried' adalah cinta pertamanya. Ia sangat ingin kembali ke Singapura agar bisa menemukannya lagi.     

Itulah sebabnya ketika ada kesempatan untuk kuliah setahun di luar negeri saat ayah dan ibunya berbulan madu untuk kesekian kalinya, ia memaksa agar diizinkan kuliah di kampus yang sama dengan Terry. Ia tidak terlalu peduli sebenarnya dengan perkuliahan. Asalkan ia bisa tinggal di Singapura dan mencari 'Pangeran Siegfried', ia sudah senang.     

Nicolae menatap gadis yang pergi itu dengan pandangan rumit. Ia mengakui bahwa walaupun terlihat seperti kutu buku, sebenarnya gadis tadi cantik sekali. Tubuhnya pun menguarkan aroma wangi yang khas yang tadi sempat membuatnya terpukau saat gadis itu memeluknya.     

Ia belum tahu siapa namanya...     

.     

*Nicolae = dibaca Nikolei     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.