The Alchemists: Cinta Abadi

Misteri Tato Naga



Misteri Tato Naga

0Sesampainya di penthouse, Caspar dan Finland membiarkan Aleksis segera beristirahat dan tidak mencecarnya dengan pertanyaan apa pun. Caspar memasakkan makanan kesukaan anak perempuannya itu dan Aleksis makan di kamar lalu segera tidur.     

"Aku lega sekali.. Aleksis tidak kenapa-kenapa..." kata Finland sambil memeluk Caspar setelah mereka menutup pintu kamar Aleksis.     

"Aku juga..." Caspar mengusap kepala istrinya. Beban di dadanya sudah terangkat dan ia merasakan kelegaan yang sama. Ia menggenggam tangan Finland dan mengajaknya ke dapur. Di sana Jean telah menunggu mereka dengan sebotol brandy yang terbuka.     

"Mau minum?" tanyanya sambil mengangkat botol.     

"Sampanye saja..." kata Caspar sambil berjalan ke kulkas dan mengambil sebotol sampanye Dom Perignon yang paling tua. "Ini patut dirayakan."     

"Baiklah." Jean bangkit dan mengambil tiga buah gelas sparkling wine untuk mereka dan Caspar menuangkan untuk mereka masing-masing segelas hingga penuh.     

"Untuk Aleksis!" Jean mengangkat gelasnya diikuti Finland dan Caspar.     

"Untuk Aleksis," sambut keduanya.     

"Kau sudah tahu siapa yang menyelamatkannya?" tanya Jean penasaran.     

Caspar menggeleng. "Tidak. Tidak ada ada mobil ataupun orang mencurigakan di seputar Hotel Rendezvous. Besok aku akan menanyakan kepada Aleksis dan Lauriel tentang orang misterius itu. Mereka pasti bisa memberikan keterangan."     

"Kenapa Lauriel bisa menghubungi orang itu?" Finland bertanya-tanya. Setahunya Caspar memiliki akses maha luas, tetapi kali ini justru Lauriel yang bisa mengetahui keberadaan Aleksis.     

Dan orang yang menolong anak mereka... siapa dia sebenarnya? Mengapa tidak ingin bertemu mereka sama sekali? Apa yang disembunyikannya?     

"Karena sekarang Aleksis sudah ditemukan, apakah kalian akan segera pulang?" tanya Jean. "Aku boleh ikut kalian selama seminggu? Aku masih ingin bersama Terry sedikit lebih lama. Kalian tahu, semua situasi menjadi ayah begini adalah hal asing bagiku. Tetapi aku ingin melakukan yang terbaik."     

Finland menoleh kepada Caspar sebelum kemudian mengangguk, "Tentu saja. Pertanian kami di New Zealand sangat luas. Kalian bisa lebih saling mengenal. Nanti Terry bisa tinggal bersamamu selama beberapa bulan kalau kau sudah tidak sibuk."     

"Terima kasih, aku senang sekali mendengarnya." Jean tersenyum canggung. "Billie sepertinya sudah ingin menikah dan punya anak... aku sedang ingin menghindar dari topik itu. Kau tahu orang tuaku bercerai sewaktu aku masih kecil, aku tak yakin bisa menjadi suami dan ayah yang baik..."     

Finland mengangguk. Ia sangat mengerti perasaan Jean. Pria ini sudah menjadi sahabat terdekatnya selama hampir 20 tahun dan mereka mengenal satu sama lain dengan sangat baik. Jean telah mengambil 'jatah' ramuan abadi untuk pasangannya dan memberikannya kepada Billie, setelah mereka menjalin hubungan cinta selama dua tahun.     

Pelan-pelan penampilan Billie akan terlihat lebih tua darinya, karena Billie adalah seorang manusia biasa yang akan menua sementara Jean sudah menjadi seorang alchemist di usia 25 tahun dan wajahnya tidak pernah berubah. Ia mencintai Billie, tetapi sama seperti Caspar terhadap Katia dulu, ia juga tidak yakin apakah ia mau bersama Billie selamanya, menikah dan memiliki anak darinya.     

Tetapi waktu terus berjalan, dan demi pertaruhan masa depannya, Jean meminta ramuan abadi kepada Aldebar untuk diberikan kepada Billie, tentu dengan dukungan Finland yang sangat menyukai Billie Yves. Ini berarti kelak Jean tidak akan memperoleh ramuan abadi untuk istrinya kalau ia jatuh cinta kepada manusia biasa selain Billie. Ia harus menikahi sesama alchemist.     

"Aku tidak keberatan. Aku kan sangat susah jatuh cinta," kata Jean sambil mengangkat bahu, saat Finland menanyakan keputusannya itu. Seumur hidupnya ia baru mencintai dua orang perempuan, yaitu Finland, sahabatnya sendiri, dan kemudian Billie, setelah mereka berteman beberapa tahun. Kedua gadis itu sangatlah istimewa, sehingga Jean tak yakin akan bertemu gadis seistimewa mereka lagi dalam masa hidupnya. Lagipula, Billie adalah seorang seniman yang sangat luar biasa dan Jean ingin melihat karya-karya terus dibuat olehnya saat ia menjalani hidup dalam keabadian.     

Billie sangat kaget tetapi bahagia ketika Jean membuka rahasia tentang kaum Alchemist dan menawarkan ramuan keabadian kepadanya. Sebagai manusia normal yang memiliki impian-impian, hidup abadi adalah suatu hadiah terindah yang tak pernah dibayangkannya. Ia menerima ramuan kehidupan abadi dan pertunangan dengan Jean sebagai sesuatu yang membahagiakan.     

Hubungan mereka menjadi semakin erat setelah Billie menjadi tunangan Jean, tetapi hingga kini, karena kesibukan keduanya Jean dan Billie masih tidak tinggal bersama. Mereka dikenal sebagai pasangan paling serasi di Hollywood dan banyak orang yang mengharapkan keduanya segera menikah, terutama Rosalind Marchal yang tidak habis pikir mengapa di usia yang hampir kepala 4 Jean masih betah melajang padahal ia sudah memiliki kekasih yang demikian cantik dan baik selama sepuluh tahun.     

Caspar ingat masa-masa dulu ketika ia masih menjadi seorang playboy. Menikah dan punya anak sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Ia sudah senang bisa berganti kekasih sebulan sekali, sehingga ia juga mengerti kenapa Jean masih tidak ingin mengikat diri dalam pernikahan. Semua orang Alchemist memiliki satu persamaan, mereka tidak terburu-buru, karena waktu ada di tangan mereka.     

"Kalau Billie menginginkan anak, tetapi kau tidak, maka dia tidak akan pernah hamil," kata Caspar. "Di antara kaum kita, semua anak hadir karena diinginkan oleh kedua orang tuanya."     

"Aku tahu." Jean mengangguk resah, "Setelah sepuluh tahun, ia pasti sudah menyadari bahwa aku tidak menginginkan anak, dan aku takut itu menyakiti perasaannya. Aku mencintai Billie, tetapi aku tidak siap dengan komitmen sebesar itu. Saat ini aku hanya ingin melihat Terry tumbuh dengan baik dan menjadi dewasa. Aku tak punya waktu dan energi untuk bayi... atau anak lainnya."     

Caspar mengisi kembali gelasnya yang sudah kosong, "Aku perlu waktu 400 tahun untuk sampai ke tahap itu... Umurmu baru 38 tahun lebih sedikit, kan? Bersabarlah..."     

Finland hanya memandang interaksi di antara kedua pria itu dengan hati yang dipenuhi kehangatan. Sejak Jean dan Caspar berbaikan, mereka kini sudah bisa menjadi teman yang baik, dan Caspar banyak membantu Jean dalam masalah-masalah sesama lelaki, sesuatu yang dulu Finland tak bisa lakukan karena ia adalah perempuan. Jean pun kini sudah sangat percaya dan akrab dengan Caspar. Ia juga menjadi paman keren untuk anak-anak mereka.     

Kalau mengingat dulu kedua laki-laki ini bersikap sebagai saingan dan membuat Finland sakit kepala, gadis itu tak putus-putusnya bersyukur mereka kini bisa menjadi sahabatnya dalam hidup. Ia tidak lagi harus dipaksa memilih antara cinta dan persahabatan.     

"Kita akan pulang ke New Zealand dalam dua hari. Besok kita menunggu kedatangan Lauriel dulu," kata Caspar kemudian.     

"Dari mana dia sekarang?" tanya Finland penasaran.     

"Dari Colorado. Dia sudah di pesawat sekarang. Dia langsung terbang ke sini begitu mendengar Aleksis menghilang."     

Semua orang di ruangan itu tahu betapa sayangnya Lauriel kepada Aleksis dan tidak heran pria itu bergegas ke Singapura begitu mendengar terjadi sesuatu kepada anak angkatnya.     

***     

Lauriel tiba saat semua orang baru bersiap untuk sarapan. Ia buru-buru mendekati Aleksis dan memeluknya erat-erat.     

"Paman Rory.... aku merindukanmu!!" seru Aleksis saat menyadari Lauriel yang memeluknya. "Paman dari Colorado?"     

"Benar... Kau baik-baik saja?" Lauriel melepaskan pelukannya dan mengamati Aleksis dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. "Kau tahu siapa yang menolongmu?"     

"Pangeran Siegfried..." kata Aleksis. "Uhmm... aku memanggilnya begitu karena dia tidak mau memberitahuku namanya. Apa Paman kenal dia? Paman tahu siapa namanya? Katanya dia sudah menyelamatkanku dua kali... hmm... padahal aku kan baru sekali bertemu dengannya... Mengherankan..."     

Caspar tertegun mendengarnya, "Dua kali menyelamatkanmu? Bagaimana bisa? Apa yang terjadi?"     

Lauriel akhirnya terpaksa menceritakan peristiwa yang terjadi sepuluh tahun lalu di atas kereta menuju Chiang Mai. Wajah Caspar dan Finland tampak shock mendengarnya.     

"Astaga... Aleksis PERNAH HILANG saat bersamamu??" Suara Caspar terdengar meninggi. Ia kembali cemas membayangkan anaknya sudah pernah hilang sebelum ini. Tanpa sadar ia juga ingin membalas kecaman Lauriel kemarin lewat telepon saat mengetahui Aleksis hilang di bawah pengawasan Caspar.     

"Itu hanya kesalahpahaman," kata Lauriel kesal, "Yang penting ia sekarang baik-baik saja. Aku bersyukur Aleksis diselamatkan oleh orang yang baik. Aku tidak memperhatikan wajahnya waktu itu karena sudah malam, tetapi kalau aku bertemu lagi dengannya mungkin aku bisa mengingatnya.."     

"Pangeran Siegfried sangat tampan," kata Aleksis tiba-tiba. "Ia mengingatkanku padamu, Paman Rory. Rambutnya sedikit lebih terang dari warna rambutmu, dan matanya biru keunguan. Di tubuhnya banyak bekas luka dan ada tato naga menyeramkan..."     

Lauriel mengangguk, "Ya itu dia orangnya... Orang yang sama dengan yang menolong Aleksis di kereta saat dia berusia dua tahunan. Sayangnya aku juga tidak mengetahui namanya. Kau beruntung sekali, Aleksis... kembali bertemu dengan orang baik seperti itu. Paman tak dapat membayangkan kalau kau ditemukan orang lain. Kau itu sangat cantik... Sebaiknya kau jangan berkeliaran sendirian."     

"Ugh... lalu kenapa kalau aku cantik?" tukas Aleksis. "Apa itu berarti aku tidak boleh keluar rumah sama sekali?"     

Lauriel menoleh ke arah Caspar, "Kalau tidak ada aku, sebaiknya kau selalu siapkan pengawal untuk menjaga Aleksis dari jauh. Kecantikannya juga harus disembunyikan..."     

"Bagaimana cara menyembunyikannya?" tanya Finland heran. Kecantikan Aleksis, walaupun ia masih kecil, sudah sangat menonjol. Bagaimana bisa mereka menutupi wajah cantik yang bagaikan dipahat khusus oleh para dewa dengan garis-garis simetri sempurna, bibir mungil berwarna merah alami, sepasang mata besar berwarna hijau dan biru cemerlang, serta rambut panjang yang tergerai demikian indah?     

Lauriel mengambil sepasang kacamata kebesaran yang terlihat kuno sekali dari sakunya dan memasangkannya ke kepala Aleksis, "Kacamata ini tidak ada minusnya, sehingga kau bisa mengenakannya dengan baik. Tetapi bentuknya yang jelek akan menutupi wajahmu yang cantik itu..."     

Ia lalu mengacak-acak rambut anak itu dan sesaat kemudian Aleksis sudah terlihat seperti anak kutu buku yang berpenampilan kuno.     

Finland menekap bibirnya dan mendesah setuju, "Bagus sekali.. Nanti kalau Aleksis mau keluar sendirian, dia bisa berdandan seperti itu dan pengawal akan selalu menjaganya dari jauh."     

Aleksis yang tidak peduli pada penampilannya hanya mengangkat bahu. Apa pun itu ia tidak keberatan asalkan orang tuanya tidak menjadi kuatir.     

"Kau bisa menceritakan apa yang terjadi sejak kau diculik dua penjahat itu hingga kau bertemu si.. er.. Pangeran Siegfried ini?" tanya Caspar kemudian.     

"Uhmm.. aku tersesat dan menanyakan jalan pulang ke Hotel Continental kepada sepasang suami istri di pom bensin. Mereka bilang mereka sedang menuju ke sana dan menawarkan untuk mengantarku..." kata Aleksis menjelaskan, "Tetapi di perjalanan aku sadar mereka hendak membawaku ke tempat lain. Aku memukuli mereka dan berhasil membuka pintu mobil, lalu keluar saat mobil sedang melaju kencang, Kak Pangeran Siegfried kebetulan lewat. Ia lalu menolongku dan membawaku ke rumahnya. Rumahnya besaaar sekali dan di taman belakangnya ada banyak tanaman bonsai, ia ahli menata bonsai... bagus-bagus lhooo.... Dia juga mengobatiku hingga sembuh. Sebenarnya ia ingin mengantarku pulang... tapi sayangnya karena kepalaku terbentur aspal aku tidak ingat apa-apa. Ia lalu membawaku berlayar dan saat sedang memasak ikan aku memanggilnya Pangeran Siegfried.. lalu sepertinya ia menelepon Paman Rory..."     

"Memasak ikan?" Finland tampak keheranan, tidak melihat hubungan antara ikan dan Pangeran Siegfried. "Apa hubungannya?"     

"Oh... sebenarnya aku pura-pura tenggelam, karena ingin mengganggunya.. Pangeran Siegfried kemudian terjun ke air untuk menolongku... Pakaiannya menjadi basah dan saat ia membuka bajunya untuk mengeringkannya aku melihat tato naganya... dan spontan aku memanggilnya Pangeran Siegfried... mungkin saat itu dia menjadi teringat kepada Paman Rory..."     

Lauriel mengangguk, "Sepuluh tahun lalu Aleksis juga memanggilnya Pangeran Siegfried di kereta. Mungkin itu membuatnya teringat... lalu ia menghubungiku."     

"Kalau dia menghubungimu, maka kau pasti punya nomor teleponnya... Kita bisa menghubunginya untuk mengucapkan terima kasih..." kata Finland.     

Lauriel menggeleng, "Aku pikir dia tidak akan seceroboh itu."     

Ia mengangkat ponselnya dan menghubungi nomor yang kemarin mengirimnya SMS. Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel dari kamar Aleksis.     

"Eh...itu ponselku. Kak Pangeran Siegfried yang memberikannya kepadaku. Katanya ia menaruh nomornya di situ agar aku bisa menghubunginya... tetapi tadi malam aku periksa, ia sudah menghapus nomornya..." Aleksis mengambil ponselnya dari kamar dan menunjukkannya kepada keluarganya dengan ekspresi sedih.     

"Dia tidak menghubungiku dengan ponselnya sendiri, melainkan ponsel yang diberikannya kepada Aleksis," kata Lauriel dengan nada: 'apa kubilang?'.     

"Hmmm... orangnya sangat mencurigakan... Kenapa ia begitu merahasiakan dirinya?" tanya Caspar keheranan.     

Jadeith yang dari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka tiba-tiba mendeham.     

"Uhm... tato naga ini... apakah tato naganya terletak di dada kanan?" tanyanya kemudian.     

Lauriel dan Aleksis menoleh ke arahnya dan serempak mengangguk.     

"Benar. Kau tahu tentang itu?" tanya Lauriel.     

Jadeith mengangguk pelan, "Aku tidak tahu apakah ini ada hubungannya... Tetapi Famke juga memiliki tato naga di dada kanannya... Aku sering bekerja bersamanya dulu, sehingga cukup dekat dengannya dan ia pernah menunjukkan tato itu."     

"Famke?"     

Semua saling pandang keheranan. Apa hubungan pemuda itu dengan Famke?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.