The Alchemists: Cinta Abadi

Pulang



Pulang

Aleksis telah selesai membersihkan ikan dan ia memanggil pria itu untuk memasak ikan tangkapannya.     

"Kakak Pangeran SIegfried!! Ikannya sudah siap. Kau bilang mau memasaknya...!!"     

Pemuda itu tergugah dari lamunannya dan seulas senyum menghiasi wajahnya saat mendengar dirinya kembali dipanggil Pangeran Siegfried oleh Aleksis. Ia bergegas ke dapur dan melemparkan ponsel kepada Aleksis. Walaupun kaget, anak itu bisa menangkapnya dengan mudah.     

"Terima kasih untuk ponselnya, Aleksis. Sekarang siapkan wine untukku, aku akan membuat fish tartare dengan.... entah ikan apa yang kau tangkap ini..." katanya sambil lalu.     

"Kau tidak tahu ini ikan grouper (kerapu)?" tanya Aleksis keheranan seolah semua manusia di dunia ini seharusnya mengenal jenis-jenis ikan di laut. "Ini salah satu ikan tropis paling umum."     

'Pangeran Siegfried' tidak menjawab. Ia hanya mengacak rambut Aleksis dan mulai bekerja.     

"Ouchh.. kau mengelap tanganmu di rambutku, ya? Kau pikir rambutku lap???" protes Aleksis sambil mengebas-kebaskan rambutnya yang menjadi berantakan. "Tadi kau belum pegang ikan, kan?"     

Ia mencium-cium rambutnya dan mencoba mencari bau ikan di sana. Ketika tidak menemukan bau ikan, barulah ia mendengus puas.     

Aleksis lalu berdiri di samping pemuda itu dan mengamatinya bekerja. Ternyata pemuda itu tidak terlalu pandai memasak, ia hanya memasak seadanya dan fish tartare yang dibuatnya tampak agak menyedihkan. Untung saja baunya tidak amis.     

Aleksis hanya menggeleng-geleng. Dalam hati ia mulai mensyukuri kehadiran ayahnya yang sangat jago memasak dan sering memanjakan mereka sekeluarga dengan hidangan-hidangan yang bahkan namanya sangat susah disebut.     

Ternyata tidak semua pria pandai memasak, pikirnya.     

"Bagaimana fish tartare-nya?" tanya pemuda itu sambil menyuapkan sesendok ke mulut Aleksis untuk meminta pendapatnya.     

"Uhmm..." Aleksis melahap ikan mentah di sendok tersebut dan memutar-mutar matanya mencoba mencari kalimat yang tepat. "Hmmm.... bisa dimakan sih."     

Seketika wajah pemuda itu berkerut karena kecewa, "Hmm... berarti tidak enak, ya?"     

"Bukan begitu... ayahku sangat jago memasak, jadi aku terbiasa menikmati masakannya atau hidangan buatan chef restoran Michelin. Jadi standarku agak tinggi...." Aleksis menatapnya dengan pandangan meminta maaf, "Sejujurnya masakan Kakak masih jauh lebih enak dibandingkan masakanku...hehehe..."     

Pemuda itu mengangguk-angguk. "Baiklah... terima kasih sudah menangkap ikan untuk makan siang kita."     

"Dan terima kasih karena sudah memasak untuk makan siang kita." Aleksis mengangkat telapak tangan kanannya mengajak high five (tos) dan pemuda itu menyambutnya sambil tertawa.     

Mereka lalu makan dengan tenang. Setelah membereskan piring bekas makan siang mereka dan memberi makan anak anjing yang mereka selamatkan, tibalah saatnya kedua orang itu harus pulang ke daratan.     

"Aleksis... aku sudah menemukan keluargamu," kata pemuda itu tiba-tiba saat ia sedang merapikan dek dan bersiap untuk mengembangkan layar. "Kau akan diantar pulang nanti malam."     

Aleksis terkesiap mendengarnya. Ia sadar bahwa Aleksis memang namanya. Panggilan itu rasanya sangat familiar.     

"Ah... itu benar! Namaku memang Aleksis... Dari mana kau tahu?" tanyanya penuh perhatian.     

"Aku punya caraku sendiri." Pemuda itu tersenyum simpul. "Apakah kau senang bisa segera bertemu keluargamu?"     

Aleksis mengangguk. "Aku senang sekali! Aku sudah tidak sabar. Papa akan memberimu sangat banyak hadiah. APA PUN yang kau inginkan ia akan berikan."     

Pemuda itu menggeleng pelan, senyumnya tambah lebar, seolah anak perempuan di depannya ini sedang membesar-besarkan kehebatan orang tuanya, sebagaimana biasanya anak kecil. "Tidak ada manusia yang seberkuasa itu untuk mengabulkan apa pun keinginan orang lain."     

"Itu karena kau belum kenal ayahku..." kata Aleksis sambil mengangkat bahu. "Nanti aku akan bilang Papa bahwa kau menolongku dan sangat baik kepadaku. Pasti ada sesuatu yang kau inginkan suatu hari nanti, kau bisa memintanya kapan pun itu."     

"Adik kecil, sebaiknya kau jangan berbicara mewakili orang dewasa. Ayahmu pasti punya pemikirannya sendiri." Pemuda itu gemas melihat Aleksis benar-benar keras kepala dan kembali mengacak rambutnya hingga benar-benar kusut.     

Aleksis kini sudah tidak tahan lagi dan akhirnya menarik tangannya dan menggigitnya.     

"Rambutku sangat gampang kusut, kenapa kau harus mengacaknya seperti itu!!? Kau sama saja dengan Paman Rory..." keluh Aleksis setelah menggigit tangan pemuda itu. "Kau harus tanggung jawab merapikannya!"     

Pemuda itu tertawa gelak-gelak dan ia mengakui bahwa dengan rambut berantakan seperti itu memang Aleksis tampak sangat menggelikan. Akhirnya ia mengalah.     

"Baiklah... karena kau sudah menjadi teman menyenangkan selama satu minggu ini, dan kau menangkap ikan untuk kita, aku akan merapikan rambutmu. Ayo duduk yang manis, aku akan mengepangnya." Pemuda itu bergerak ke belakang Aleksis dan dengan telaten mulai merapikan rambut anak perempuan itu dan mengepangnya menjadi dua kepangan. Ia kemudian menyobek kain serbet dan menjadikannya pita untuk mengikat dua kepangan itu dengan cantik, "Nah, sudah... kalau kau rapi begini orang tuamu tidak akan kuatir dan mengira aku memperlakukanmu dengan buruk..."     

Aleksis buru-buru melihat bayangannya di cermin di kamar mandi dan mengangguk puas.     

"Terima kasih, Kak... uhm... Kau sudah tahu namaku, saatnya kau memberitahuku namamu..." kata Aleksis saat kembali ke dek, "Ini tidak adil. Aku belum tahu namamu. Masa aku memanggilmu Pangeran Siegfried terus?"     

Pemuda itu tersenyum simpul dan mengangguk-angguk, "Aku suka nama itu. Kau boleh memanggilku Siegfried."     

"Astaga... kenapa aku tidak boleh tahu namamu? Apakah namamu sangat jelek dan memalukan? Aku tidak akan menghinanya.. aku bersumpah!"     

'Siegfried' menggeleng, ia tetap tak mau memberikan namanya. "Orang yang mengetahui namaku biasanya harus mati. Aku tak ingin kau terlibat denganku lebih jauh dan mengalami bahaya, Adik kecil. Kau terlalu manis."     

Sepasang mata Aleksis membulat besar. Ia tak pernah menyangka kata-kata semacam itu akan keluar dari bibir Siegfried. Penampilannya sangat halus dan gerak-geriknya lembut. Wajahnya selalu tersenyum dan memancarkan keteduhan. Aleksis juga sudah melihat betapa baik hatinya saat menyelamatkan Aleksis dan anak anjing dari jalanan. Orang yang mengetahui namanya harus mati? Mengapa? Seram sekali.     

"Aku tidak mengerti...." Aleksis menggumam pelan. Ia tak dapat memahami maksud pembicaraan Siegfried. "Apakah ini karena aku masih kecil, sehingga kau tak mau berkata jujur kepadaku?"     

"Mungkin. Yang jelas aku tidak merasa perlu menyebutkan namaku. Saat ini kau boleh memanggilku Siegfried."     

"Bagaimana kalau 8 tahun lagi sesudah aku dewasa? Apakah kau akan memberitahuku namamu?" Aleksis masih berusaha.     

"Hmm... kalau kau mengalahkanku di pertandingan baduk, aku akan memberitahumu namaku..." Akhirnya Siegfried mengangguk.     

"Baiklah... kalau begitu, aku tidak akan kalah..." Aleksis menetapkan hati. Ia selalu mendapatkan keinginannya, dan kalau hanya demi sebuah nama ia harus mengalahkan orang ini dalam pertandingan baduk, maka biarlah ia bertanding. Ia akan belajar lebih keras kepada Paman Rory.     

"Bagus. Delapan tahun lagi, kalau begitu..." Pemuda itu mengangguk, masih sambil tersenyum simpul. Dalam hati ia sudah tahu bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi dan tidak akan ada pertandingan baduk di antara keduanya delapan tahun lagi. Ia tidak dapat terlibat lebih jauh dengan anak ini. Mereka tidak boleh bertemu lagi.     

Mereka kembali ke daratan saat hari mulai sore. Pukul 4 keduanya sudah tiba di mansion dan Aleksis segera membereskan barang-barangnya.     

Ia sendiri tak menyangka pakaian dan barang-barang yang dibelikan untuknya ternyata sangat banyak hingga berisi dua duffel bag besar.     

"Uhm... aku tidak perlu semua barang ini, rasanya... di rumah aku punya banyak pakaian..." kata Aleksis kemudian.     

"Bawa saja... di sini tidak ada anak perempuan. Tidak ada yang menggunakan. Kalau kau tidak membawanya, aku akan menyuruh pelayan membuangnya," kata Siegfried saat melihat kebingungan Aleksis dengan dua tasnya. "Kalau kau tidak suka, nanti kau bisa menyumbangkannya."     

"Hmm... baiklah." Aleksis menurut. "Bagaimana dengan anak anjing yang kita selamatkan?"     

"Tolong bawa dia juga. Aku sedang tidak bisa memelihara anjing di rumah, aku sering bepergian dan tidak bisa berkomitmen pada hewan peliharaan."     

"Uhm... baiklah. Aku akan membawanya." Aleksis setuju. Ia sudah jatuh sayang kepada anak anjing itu dan dalam hati ia pun akan meminta membawanya kalau Siegfried tidak menyuruh.     

Aleksis selesai berkemas satu jam kemudian dan mereka segera keluar mansion untuk berangkat menemui orang tua anak itu.     

"Eh... ini mobil siapa? Aku tidak lihat mobil ini di garasi," komentar Aleksis saat tiba di luar. Ia menunjuk pada mobil toyota van biasa yang terparkir di halaman. Seingatnya kedua mobil di garasi Siegfried adalah mobil mewah, tetapi kini sepertinya mereka akan berangkat menggunakan mobil biasa.     

"Kenapa? Kau hanya mau naik mobil mewah?" tanya Siegfried.     

"Bukan... aku hanya heran." Aleksis tidak mengerti tujuan Siegfried mengantarnya dengan mobil biasa yang kemungkinan besar dipinjam atau disewa dari tempat lain, seolah ia tak ingin orang melihatnya datang mengantar dengan mobilnya sendiri. "Kakak tidak ingin dikenali, dengan tidak menggunakan mobilmu sendiri.. Kenapa?"     

"Ahahaha... kau memang cerdas sekali, Adik kecil. Ayo naik. Aku sudah bilang, kan... Kalau kau mengalahkanku dalam pertandingan baduk 8 tahun lagi, aku akan menjawab semua pertanyaanmu, yang paling aneh sekalipun." Siegfried menghalau Aleksis agar masuk ke bangku belakang setelah memasukkan tasnya ke bagasi, kemudian menaruh anak anjing di pangkuannya. Ia lalu menyusul duduk di samping Aleksis. Seorang supir telah siap di bangku kemudi untuk menyetiri mereka. Setelah semuanya siap, pemuda itu memberi perintah agar supir segera membawa mereka pergi dari situ, "Pak, tolong ke Hotel Rendezvous ya..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.