The Alchemists: Cinta Abadi

Penolong Misterius



Penolong Misterius

0Motor besar itu berhenti di depan gerbang sebuah mansion, sesaat kemudian pintu gerbang terbuka otomatis memberi jalan dan motor itu melanjutkan perjalanan masuk ke dalam halaman sebelum gerbang kembali menutup di belakangnya.     

Setelah motor diparkir dengan baik, pengemudinya melepaskan helm yang menutupi kepalanya dan melemparkannya ke tanah. Ia lalu turun dengan hati-hati masih sambil menggendong anak perempuan yang terluka di pangkuannya.     

"Selamat datang, Tuan. Siapa ini?" tanya seorang pelayan yang datang tergopoh-gopoh menghampirinya.     

"Aku tidak kenal, tapi kondisinya sangat berbahaya. Aku akan mengobatinya." Pengemudi motor itu ternyata adalah seorang pemuda berusia 20-an yang memiliki rambut ikal berwarna keemasan, membingkai wajah yang sangat tampan dengan garis-garis simetri yang sempurna. Sepasang matanya berwarna biru keunguan cemerlang dan terlihat sangat serius. Ia melangkah panjang-panjang masuk ke dalam mansion sambil menggendong Aleksis dan menuju sebuah kamar besar di bagian depan rumah.     

Aleksis dibaringkannya di tempat tidur dan kemudian ia buru-buru pergi ke sebuah ruangan dan mengambil botol kecil dari dalam lemari bersama kotak P3K. Ia dengan telaten membersihkan semua luka yang ada di tubuh Aleksis dengan alkohol lalu mengambil botol kecil tadi dan mengamati isinya.     

"Hmm... kau sungguh beruntung, bocah. Aku masih mempunyai sedikit obat ajaib ini... Kalau tidak, mungkin kau tak akan selamat." Ia bergumam sendiri saat memicingkan mata melihat seberapa banyak isi botol yang tersisa. Ia lalu membuka botol dan menuangkan isinya ke telapak tangannya.     

Minyak berwarna jernih dan berbau khas dari botol itu lalu ia usapkan ke berbagai luka yang ada di kepala, tangan, kaki, dan bahu Aleksis hingga isi botolnya habis. Ia lalu menunggu lima menit dan memeriksa kondisi anak itu. Bibirnya mengeluarkan suara desahan lega saat melihat luka-luka Aleksis berhenti mengeluarkan darah.     

Pria itu menaruh botol kosongnya di meja samping tempat tidur lalu menyelimuti Aleksis dan membiarkannya beristirahat. Ia kemudian memanggil seorang pelayan perempuan dan memberikan beberapa perintah sambil menyerahkan uang.     

"Tolong belikan pakaian dan berbagai perlengkapan anak perempuan. Nanti kalau anak ini sudah bangun, kau urusi dia dan beri tahu aku perkembangannya."     

"Baik, Tuan," Pelayan perempuan itu menerima uangnya dan bergegas pergi ke luar.     

***     

Jean tiba di Hotel Continental dan menemukan keluarga sahabatnya sedang duduk di ruang tamu di penthouse mereka dengan wajah cemas.     

"Aku langsung ke sini dari bandara... Ada apa?" tanyanya keheranan. Perasaannya seketika menjadi tidak enak. Finland menggeleng, tidak sanggup bicara. Akhirnya Caspar yang menjelaskan apa yang terjadi.     

"Aleksis menghilang... Kami masih mencarinya."     

"Astaga.. apa yang terjadi? Mengapa ia bisa hilang?" Jean seketika ikut menjadi cemas. Rune yang baru keluar dari kamar segera memeluknya.     

"Paman Jean... Aku rindu. Kenapa datangnya lama sekali? Terry dan Aleksis bertengkar, kemudian mereka menghilang dan sampai sekarang belum pulang..." katanya dengan suara agak mengantuk, "Dari tadi Mama menangis..."     

Jean mengangkat Rune ke udara dan mencium rambutnya, "Ada badai di Amerika sehingga penerbangan Paman tertunda. Kau kenapa belum tidur? Sekarang sudah jam 9."     

Finland bangkit dan menerima Rune dari Jean, "Rune, kau harus tidur. Dengarkan kata Paman Jean. Anak kecil tidak boleh begadang..."     

Finland menggendong Rune agar kembali ke kamar untuk tidur.     

"Aku bisa jalan sendiri..." protes bocah itu, tetapi Finland tidak mendengarkannya. Saat ini ia hanya ingin bersama anak-anaknya dan memastikan mereka aman dalam dekapannya.     

Caspar menuang brandy ke gelas dan menyerahkannya kepada Jean, baru menceritakan apa yang sudah terjadi.     

"Astaga... aku tak tahu mengapa Terry akan berbuat seperti itu..." Jean meneguk habis brandy-nya dengan perasaan kalut. Ia tidak menyangka begitu tiba di Singapura ia harus menghadapi situasi yang membuat cemas seperti ini. "Mungkin Terry masih tertekan karena kematian orang tuanya... Apa rencanamu sekarang?"     

"Orang-orangku masih mencari Aleksis, sedangkan untuk Terry, kami sudah mencari ke semua tempat yang mungkin didatanginya. Kemungkinan besok ia akan datang ke krematorium untuk kremasi orang tuanya. Kita akan menemuinya di sana. Saat ini aku akan membiarkan dia sendiri," jawab Caspar.     

Jean menghela napas dan mengangguk tanda mengerti.     

***     

Aleksis membuka matanya dan menemukan dirinya terbaring di sebuah kamar besar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit sekali, dan ia mengerang sambil memegangi keningnya.     

"Jangan banyak bergerak..." Tiba-tiba terdengar sebuah suara halus dari arah jendela. Seorang pria yang sedari tadi duduk melamun sambil memperhatikan keluar jendela tiba-tiba menoleh karena mendengar suara Aleksis. "Bagaimana perasaanmu?"     

Aleksis memicingkan mata memandang ke arah asal suara dan melihat laki-laki yang mengajaknya bicara. Sinar matahari dari jendela menghalangi pandangan Aleksis sehingga ia tak dapat melihat wajah orang itu dengan baik. Ia jadi terlihat seperti memancarkan sinar halo di seputar kepalanya.     

"Kau siapa? Aku di mana?" tanya Aleksis dengan suara lemah.     

"Kau di rumahku. Aku melihatmu jatuh dari sebuah mobil yang sedang melaju kencang semalam dan aku membawamu ke sini untuk dirawat. Kau beruntung masih hidup." Pria itu berjalan mendekati Aleksis dan duduk di pinggir tempat tidur. Ia meletakkan tangannya di kening anak perempuan itu dan memeriksa suhu tubuhnya, "Hmm... sudah tidak demam."     

"Kau menyelamatkanku...?" Aleksis akhirnya dapat melihat wajah pria itu dengan baik dan sesaat ia terkesima. Ia belum pernah melihat wajah demikian lembut dan memiliki ekspresi tenang meneduhkan seperti ini. Kini rasanya lingkaran cahaya dari sinar matahari yang masuk lewat jendela tadi terasa sangat cocok menaungi wajahnya.     

"Hmm..." Pria itu menatap Aleksis baik-baik, "Siapa namamu dan di mana orang tuamu? Aku tidak suka berhubungan dengan polisi, karena itu aku tidak bisa membawamu ke rumah sakit, tetapi aku bisa menghubungi keluargamu..."     

Aleksis mengerutkan kening. Ia berusaha mengerahkan seluruh daya ingatnya tetapi ia sama sekali tidak bisa mengingat apa pun yang berarti. Akhirnya, setelah berpikir keras selama beberapa menit, ia hanya bisa menggeleng lemah.     

"Aku tidak tahu..."     

"Hmm... Mungkin karena kepalamu terbentur aspal, daya ingatmu mengalami gangguan..." Pria itu menghela napas. Wajahnya tampak sangat kasihan melihat keadaan Aleksis. "Aku akan mencoba mencari tahu siapa orang yang bersamamu di mobil kemarin. Mereka mungkin bisa memberi keterangan tentang keluargamu."     

Aleksis menggigit bibirnya. Mula-mula ia merasa takut karena berada di tempat asing dan tidak dapat mengingat apa-apa, tetapi saat melihat wajah pria itu hatinya perlahan mulai menjadi tenang. Ia tidak merasakan adanya aura jahat sama sekali dari orang yang menolongnya ini.     

"Te... terima kasih, kau sudah menyelamatkanku..." katanya pelan.     

"Hmm..." Pria itu mengangguk. Ia meraba kening Aleksis yang terluka dan memeriksa kondisi lukanya, "Kau beruntung karena aku masih punya obat luka yang sangat bagus, luka di keningmu akan segera sembuh dan tidak akan meninggalkan bekas luka. Anak perempuan tidak boleh punya bekas luka di tubuhnya..."     

Ia lalu berjalan keluar dan memanggil seseorang, sesaat kemudian seorang pelayan datang membawa nampan berisi makanan dan minuman ke dalam kamar.     

"Kau harus makan biar cepat sembuh. Nanti kita pikirkan bagaimana caranya menemukan keluargamu. Aku akan meninggalkanmu dan memberimu privasi, kalau perlu memanggilku, kau bisa menggunakan ponsel ini, ada nomorku di dalamnya."     

Pria itu menaruh sebuah ponsel di meja samping tempat tidur lalu melangkah keluar kamar. Aleksis menatapnya pergi hingga menghilang dari pintu dan kemudian merenung. Ia kembali berusaha mengingat siapa dirinya dan apa yang terjadi semalam. Tak ada yang berhasil diingatnya.     

Ugh... Ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Menangis tidak akan ada gunanya, pikir Aleksis. Ia lalu memakan makanan yang disediakan di nampan dan mulai memikirkan cara untuk mencari informasi tentang dirinya.     

Setelah selesai makan, Aleksis memperhatikan pakaiannya. Baju yang dikenakannya terlihat bersih dan baru, kemungkinan baru dibelikan untuknya oleh penyelamatnya tadi. Ia akan meminta pakaiannya yang lama, siapa tahu ada informasi yang bisa diperolehnya dari situ.     

***     

Pria yang menyelamatkan Aleksis sedang duduk di perpustakaan dengan laptopnya dan berusaha mencari beberapa informasi. Di depannya berdiri dua orang lelaki berwajah kaku dan berpakaian hitam-hitam.     

"Tuan... kami menemukan mobil yang mirip dengan mobil yang tuan cari. Mobil itu dibuang di pelabuhan dan baru diangkat dari air tadi pagi." Laki-laki berbaju serba hitam yang pertama memberikan laporannya.     

Orang yang dipanggil tuan itu mengangguk pelan. Matanya telah menatap ke layar laptopnya dan melihat video berita di internet tentang mobil yang ditemukan tenggelam di kawasan pelabuhan. Matanya tajam mengamati model dan warna mobil tersebut dan menyadari itu adalah mobil yang semalam dilihatnya.     

Ia berusaha mencari-cari berita tentang korban tenggelam di mobil tersebut ataupun berita tentang anak yang hilang, tetapi tidak menemukan berita apa pun tentang anak perempuan misterius yang ditolongnya itu.     

"Ada berita tentang pengemudinya?" tanyanya sambil mengangkat wajah, menatap laki-laki kedua, "Kemungkinan ini adalah kasus penculikan. Anak itu mengenakan pakaian yang sangat mahal, jadi aku menduga dia anak orang kaya yang diculik penjahat dan ia berusaha melarikan diri."     

"Kami menemukan dua mayat ditinggalkan di sebuah gudang, di dekat pelabuhan. Kondisinya sangat mengerikan." Pria kedua tampak mengernyitkan kening menahan mual, "Mungkin mereka sudah membuat marah suatu kelompok mafia atau pejabat berpengaruh... Kami masih memeriksa apakah mereka ada hubungannya dengan penculik. Mobil yang tenggelam itu dokumennya palsu jadi kami belum dapat mengetahui siapa pemilik sebenarnya."     

"Baiklah. Kalian terus cari informasi di bawah tanah dan segera laporkan kepadaku kalau ada hal yang penting."     

Kedua pria itu mengangguk hormat lalu segera pergi melakukan tugasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.