The Alchemists: Cinta Abadi

Melarikan Diri



Melarikan Diri

0Aleksis memiliki kecepatan lari yang luar biasa untuk anak seumurannya, tetapi sayangnya, ia tidak familiar dengan area di Singapura. Ia baru beberapa kali datang ke kota ini dan tidak pernah bepergian sendiri sebelumnya.     

Ketika Terry melihat Aleksis mengejarnya, ia segera masuk ke kedai bubble tea kecil dan bersembunyi di bawah counter penjual. Dengan cepat ia melambaikan uang 50 dolar kepada penjual bubble tea dan pria itu segera maklum bahwa anak itu ingin bersembunyi dan pura-pura tidak melihatnya.     

"Ugh... kemana anak itu?" Aleksis bergumam kesal. Ia sangat yakin Terry berlari ke arah ini, tetapi dalam waktu sepersekian detik saja kakaknya itu telah menghilang. Pandangan Aleksis terarah kepada pedagang bubble tea di kios kecil yang tampak sedang sibuk menata perlengkapannya.     

"Paman, kau lihat ada anak laki-laki memakai kemeja hitam lewat sini?" tanyanya kepada si pedagang. Laki-laki itu mengangguk dan menunjuk ke arah barat. Aleksis mengucap terima kasih lalu melanjutkan larinya ke arah yang ditunjuk pedagang bubble tea.     

Satu menit kemudian setelah memastikan Aleksis menghilang dari pandangannya, Terry segera keluar dari persembunyiannya dan menaruh uang 50 dolar tadi di counter si pedagang dan kemudian menghilang.     

Jadeith dan seorang pengawal Caspar tiba 30 detik kemudian tetapi mereka tidak melihat siapa-siapa. Ugh... Jadeith segera menelepon ke sebuah nomor dan bicara dengan cepat.     

Sambil menunggu laporan dari orang yang barusan dihubunginya, Jadeith berjalan kembali ke arah Hotel Continental. Matanya awas memperhatikan sekelilingnya, dan wajahnya tampak sangat kuatir.     

Ia sungguh berharap tidak terjadi hal buruk kepada Aleksis maupun Terry.     

Ponselnya berbunyi ketika ia hampir tiba di Hotel Continental. Caspar masih berdiri menunggu di depan lobi sementara Finland dan kedua anaknya telah disuruh naik ke penthouse untuk segera makan karena Rune sudah kelaparan.     

"Bagaimana?" tanya Jadeith cepat.     

Jawaban dari teleponnya seketika membuat wajahnya menjadi pucat. Caspar yang memperhatikan perubahan ekspresinya segera menyadari ada hal buruk yang terjadi.     

"Beri tahu aku ada apa?" tanyanya.     

Jadeith tampak kalut, "Aku tidak berhasil menemukan mereka, maka aku menyuruh pusat keamanan untuk melacak semua CCTV di sekitar lokasi terakhir aku mengejar Aleksis. Mereka melihat ia dibawa masuk ke sebuah mobil dan bergerak ke arah Harbourfront. Anak buahku segera melacak mobil itu... Aku sedang menunggu kabar selanjutnya..."     

Caspar mengepalkan tangannya dengan murka.     

Anaknya dibawa orang asing...!! Ini sungguh merupakan mimpi buruk setiap orang tua.     

Awas kalau mereka berani menyentuh Aleksis..     

Caspar sangat murka, tetapi ia sadar tak ada yang bisa disalahkan di sekitarnya. Aleksis berniat baik hendak mengejar Terry, larinya saja yang terlalu cepat hingga Jadeith tak dapat mengejarnya... dan anak buahnya sudah melakukan yang terbaik dalam melacak keberadaan Aleksis.     

Sekarang ia hanya bisa menunggu...     

Ia benci menunggu tanpa dapat berbuat apa-apa dan situasi ini benar-benar membuatnya tersiksa.     

***     

Aleksis yang duduk di kursi belakang memperhatikan jalanan yang mereka lewati dan mengerutkan kening. Ia tidak ingat daerah ini.     

"Hei, Paman dan Bibi... rasanya aku tidak berlari terlalu jauh dari Hotel Continental... Kenapa kita berkendara lama sekali?" tanyanya kepada perempuan berusia 30-an yang duduk di sampingnya. "Apa kalian tersesat? Tadi kalian bilang bisa mengantarku kembali ke hotel... kenapa kita lewat sini?"     

Perempuan itu tersenyum menenangkan, "Tidak tersesat, kami hanya perlu ke suatu tempat dulu baru mengantarmu pulang..."     

Tadi Aleksis tiba di perempatan jalan setelah berputar-putar kehilangan arah dan tak juga menemukan Terry. Ia akhirnya menyerah untuk mencari kakaknyanya. Karena tidak familiar dengan kota Singapura, ia tak tahu sedang berada di mana.     

Saat melihat sepasang suami istri mengisi bensin di SPBU dekat tempatnya berada ia memberanikan diri untuk menanyakan arah. Kedua orang itu tampak ramah sekali dan mengatakan bahwa mereka kebetulan akan lewat Hotel Continental dan menawarkan untuk mengantarnya. Mendengar itu, Aleksis merasa sangat lega dan menerima tawaran mereka untuk ikut di mobil pasangan itu.     

Tetapi kini sudah 15 menit berlalu dan mereka belum juga sampai. Mereka melalui jalan yang sama sekali tidak diingatnya dan kini Aleksis mulai merasa cemas.     

"Tolong turunkan aku..." katanya kemudian. "Aku akan naik taksi saja..."     

"Tidak perlu, sayang. Kami akan membawamu..." kata perempuan itu lagi. Ia memberi tanda dan suaminya menginjak gas supaya mobil berjalan semakin cepat. Aleksis melihat gelagat tidak baik dari kedua orang ini akhirnya sadar bahwa mereka memang tidak berniat membawanya kembali ke hotel. Wajahnya menjadi pucat.     

"Lepaskan aku!! Kalau sampai ayahku menangkap kalian, penyesalan kalian tidak akan ada gunanya... Turunkan aku sekarang sebelum ayahku mengetahui kalian menculikku..." kata Aleksis dengan suara keras. "Aku tidak main-main."     

Wanita itu memandang Aleksis sambil tersenyum mencemooh, "Ha... kau kelihatannya liar juga. Pasti akan banyak yang mau membelimu... Anak sepertimu sangat laku di pasaran."     

Aleksis memukul wanita itu dan berusaha membuka pintu, tetapi suaminya yang mengemudi buru-buru mengaktifkan kuncian sentral pada mobil sehingga Aleksis tidak bisa keluar.     

"Aww... kau memukulku! Anak liar!!" Wanita itu berusaha memukul balik tetapi Aleksis telah menarik tubuhnya dan mengangkat kakinya menendang kepala wanita itu tanpa ampun berkali-kali, kemudian ia menghantamkan bahunya ke kursi pengemudi, membuat supir terkejut.     

Aleksis bergerak ke tengah mobil dan berusaha menarik kemudi dari penjahat laki-laki yang berusaha keras menyeimbangkan laju kendaraan dalam kondisi shock.     

"Hei, bocah!! Kau mau membunuh kita semua?!!" seru si pria sambil berusaha menyingkirkan tangan Aleksis dan mengemudikan mobil agar tidak oleng. Aleksis tidak menyerah, ia memaksa naik ke paha si pria dan menarik kunci sentral mobil agar terbuka. Semua terjadi dengan sangat cepat.     

Begitu kuncian sentral terbuka, ia dengan cepat pindah ke sisi penumpang dan membuka pintu. Mobil masih berjalan dengan kencang ketika Aleksis melompat keluar sehingga kecepatan mobil membuat tubuhnya terbanting keras saat menyentuh aspal.     

Darah mengalir dari pelipisnya dan Aleksis tidak sadarkan diri.     

Sebuah motor besar berhenti tiba-tiba beberapa cm dari tubuh anak perempuan itu dengan pengereman mendadak yang dilakukan pengemudinya. Rupanya motor itu sedang melaju di belakang mobil pasangan penculik ketika tubuh Aleksis tiba-tiba terbanting keluar. Seandainya pengemudinya tidak sangat mahir, tentulah motor itu sudah melindas Aleksis.     

Mobil penjahat berhenti beberapa puluh meter di depan, tetapi saat si pengemudi melihat bahwa ada motor yang berhenti di dekat Aleksis, mereka tidak berani mundur untuk mengambil anak itu. Beberapa detik kemudian dengan gerakan tiba-tiba mobil si penjahat langsung dikebut meninggalkan tempat itu.     

Pengemudi motor mengambil keputusan cepat dalam waktu sepersekian detik, antara mengejar mobil pelaku kejahatan atau menyelamatkan anak perempuan yang terbaring di depannya dengan pelipis berdarah. Ia turun dari motornya dan buru-buru memeriksa keadaan Aleksis untuk mengetahui kondisinya.     

"Ugh..." Suara desahannya terdengar kuatir. Ia melihat luka di kepala anak itu cukup parah. "Kasihan sekali kau..."     

Jalanan itu sepi karena mengarah ke pelabuhan dan kalau sudah malam seperti ini memang tidak banyak orang yang lewat. Ia tak yakin akan dapat segera mendapatkan mobil atau taksi untuk membawa anak ini. Akhirnya si pengemudi motor menggendong Aleksis, lalu menyeimbangkan tubuh anak itu di bagian depan motornya dan kemudian melaju membawa Aleksis untuk mencari pertolongan.     

Membawa seorang anak yang pingsan sambil mengendarai sepeda motor bukanlah hal yang mudah, tetapi orang itu berhasil melakukannya tanpa kesulitan sama sekali. Ia bahkan memacu kendaraannya dua kali lipat batas kecepatan yang diizinkan karena ingin segera menyelamatkan anak itu. Ia sudah memeriksa sekilas dan menyadari kondisi Aleksis cukup parah.     

***     

Jadeith mengetuk pintu ruang kerja Caspar dan segera menyampaikan laporannya.     

"Kedua pengendara mobil yang membawa Aleksis sudah ditemukan. Anak buahku mengurung mereka di sebuah gudang di Harbourfront dan menyiksa mereka untuk mendapatkan keterangan, tetapi mereka bilang tidak memiliki Aleksis..."     

Caspar menggebrak meja dengan gusar.     

"Kemana Aleksis mereka bawa?" tanyanya dengan suara marah yang membuat bahkan Jadeith merasa jerih. Ia sangat jarang melihat pamannya ini marah, tetapi sekali ia marah Caspar dapat menjadi sangat mengerikan. Apalagi ini menyangkut anak perempuan satu-satunya.     

"Mereka bilang Aleksis melarikan diri di tengah jalan dan terjatuh..." jawab Jadeith, "Kami sudah menelusuri lokasi terakhir mereka melihat Aleksis, sayangnya di daerah itu tidak ada CCTV dan suasana sangat sepi sehingga kami tidak berhasil memperoleh informasi. Tapi aku sudah menyebarkan 100 orang untuk menyisir daerah sekitarnya untuk mencari Aleksis. Kita pasti akan segera menemukannya...."     

"Hmm... baiklah. Kalau begitu kita hanya bisa menunggu..." kata Caspar dengan suara berat. Ia berusaha keras menahan emosinya agar tidak meledak di penthouse, ia tak mau membuat Finland takut. "Aku tidak mau kedua orang itu mati dengan mudah. Kau tahu apa yang harus kau lakukan."     

Jadeith mengangguk.     

Tentu saja pasangan suami istri pedagang manusia yang tadi hendak mengambil kesempatan menculik seorang anak, yang dengan polosnya menanyakan arah, tidak boleh diberi keringanan.     

Entah sudah berapa yang menjadi korban mereka selama ini. Apalagi kini mereka berurusan dengan ketua klan Alchemist yang sangat berkuasa dan sangat menyayangi anaknya. Mereka tentu tidak boleh mati dengan mudah.     

Jadeith sendiri yang akan memastikan mereka mendapat hukuman setimpal.     

Pria itu segera melaju ke gudang di pelabuhan tempat anak buahnya menahan pasangan penculik. Saat Jadeith tiba mereka sedang berlutut memohon-mohon ampun agar tidak dihajar lagi.     

"Ampuni kami... kami tidak tahu apa-apa..." tangis si perempuan dengan pedih sekali, "Anak itu sendiri yang meloncat keluar dari mobil... Tolong bebaskan kami. Kami sudah tahu bahwa kami salah... Kami tidak akan mengulangi perbuatan kami..."     

Jadeith memandang keduanya dengan tatapan muak.     

"Tentu saja kalian takkan mengulangi perbuatan kalian..." tukasnya sinis, "Aku akan memastikan kalian tidak bisa melakukan apa-apa lagi..."     

"Tolong ampuni kami...." Mereka terus memohon ampun dengan ekspresi ketakutan. Keduanya hanya dapat menduga bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepada mereka.     

Jadeith mengeluarkan sebilah pisau tajam dari balik pinggangnya dan mengayun-ayunkannya di depan si perempuan. "Kalau kau memotong sendiri tangan kananmu, aku akan melepaskanmu. Waktumu setengah jam. Kalau tidak berhasil, aku akan mencungkil kedua matamu dan mencabut kukumu satu persatu, sebelum mencabuti gigimu dengan tang, lalu memberimu beberapa luka yang cukup untuk membuat mati kehabisan darah dalam waktu yang sangat lama..."     

Perempuan itu tampak bergidik mendengar ancaman Jadeith. Rambutnya sudah basah oleh airmata dan darah, dan wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Ia menatap nanar ke arah pisau yang diacungkan Jadeith dan bergumul dengan perasaannya sendiri.     

Apakah ia sanggup memotong tangannya sendiri...?     

Oh.. ini sungguh menakutkan. Dalam hati ia sangat menyesal telah menculik anak perempuan tadi. Ia pasti anak orang penting kalau melihat orang-orang yang mengejarnya seperti ini.     

Kedua penjahat ini berhasil ditangkap tidak sampai satu jam setelah peristiwa penculikan. Itu berarti keluarganya sangat efisien dan berkuasa, hingga mereka dapat dengan mudah menemukan jejaknya.     

Rupanya ancaman anak tadi di mobil bukan sekadar omong kosong. Mereka sangat menyesal karena tadi tidak melepaskannya. Sekarang mereka harus menanggung akibatnya...     

"Baiklah, kalau begitu kau memilih agar aku yang menghukummu," kata Jadeith dengan nada dingin saat melihat keragu-raguan di mata perempuan itu. Ia memberi tanda kea anak buahnya dan seorang di antara mereka membawakan sebuah pengait besar dan menyerahkan kepadanya, "Hmm... pengait ini adalah alat pencongkel mata terbaik... Ini mengeluarkan mata manusia dengan sangat berantakan dan langsung membongkar syaraf-syaraf di rongga mata..."     

Perempuan itu menjerit ketakutan dan tiba-tiba mengambil pisau dari tangan Jadeith lalu segera menyabetkannya ke tangannya sendiri. Jeritannya terdengar keras dan mengerikan seperti orang gila saat ia berusaha dengan panik mengerat tangannya agar putus, tetapi pisaunya justru membentur tulang dan sendi yang sangat sulit dipotong. Air mata mengalir deras mengiringi jerit tangis kesakitannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.