The Alchemists: Cinta Abadi

Disebut Gendut



Disebut Gendut

0Caspar dan Finland sepakat minggu kedua Maret adalah hari terakhirnya untuk bekerja, setelah itu mereka akan pindah ke Jerman dan hidup tenang sambil menunggu kelahiran anak kedua mereka.     
1

Ruth tampak sangat terkejut ketika Finland menyampaikan tentang pengunduran dirinya. Ia tidak mengira Finland akan berhenti kerja secepat ini.     

"Kehamilanmu baru menginjak lima bulan, kan? Apa kandunganmu bermasalah?" Ruth mengamati Finland dari atas ke bawah mencari sesuatu yang salah dengannya, "Memang kamu agak gendut untuk ukuran hamil 5 bulan sih..."     

Finland hampir menyemburkan tehnya mendengar Ruth blak-blakan memanggilnya gendut. Mereka sedang makan siang di Restoran di lantai 30 dan tempat itu sedang ramai-ramainya, sehingga banyak orang segera menoleh ke arah mereka.     

"Eh... maaf, aku salah bicara..." kata Ruth cepat-cepat. "Kau gendut karena hamil itu kan wajar sekali..."     

Finland hanya bisa menghela napas karena dibilang gendut sekali lagi. Ia ingat dulu saat mengandung Aleksis berat badannya hanya bertambah maksimal 7 kg dan bentuk tubuhnya hampir tidak berubah, tetapi itu karena situasinya sedang sangat berat dan ia mengalami banyak tekanan.     

Kini di kehamilan kedua, tubuhnya yang biasanya selalu sangat langsing perlahan-lahan mengembang dan di usia kehamilan 5 bulan beratnya sudah naik 15 kg. Apalagi ada orang yang memanjakannya habis-habisan, bagaimana bisa tubuhnya tetap kurus selama hamil?     

Beberapa bulan terakhir ini Finland sama sekali tidak memperhatikan kenaikan berat badan ini karena di rumah tidak seorang pun menyinggung hal tersebut. Anak dan suaminya tak pernah sekalipun mengeluarkan kata gendut bahkan walaupun hanya bercanda, dan perhatian dan kasih sayang Caspar juga tak berubah sedikit pun.     

Hari ini, barulah untuk pertama kalinya Finland merasa gendut dan wajahnya pun seketika menjadi muram. Ia memandang perutnya yang membesar dan kakinya yang agak bengkak dan hampir menangis karenanya.     

"Astaga... jangan menangis... Maafkan aku..." Ruth segera merasa tidak enak. Ia segera menghampiri Finland dan mengusap punggungnya, "Aku mengerti perempuan hamil katanya memang menjadi lebih sensitif..."     

Finland menggeleng pelan sambil menggigit bibirnya. Ugh... Baiklah... ia tidak boleh memasukkan ini ke hati, pikirnya. Selama ia merasa sehat dan baik-baik saja dan Caspar pun tidak pernah mengeluhkan penampilannya, ia tidak usah mempedulikan perkataan orang lain.     

Oh ya, seharusnya hari ini Caspar turun makan siang di restoran juga, tetapi Finland belum melihatnya sama sekali. Di saat seperti ini ia merasa rindu dan ingin dihibur.     

[Kau tidak turun makan siang?] tanyanya lewat SMS.     

[Aku lupa bilang hari ini ada tamu penting. Kami masih meeting di Lantai 35. Nanti kita ketemu di lounge?] Caspar membalas SMS-nya.     

[Oh...]     

Dalam hati Finland bertanya-tanya siapa gerangan tamu penting itu. Kalau untuk urusan pekerjaan, biasanya Caspar dengan kasual menyebutkan nama atau jabatan orang yang ditemuinya. Tetapi hari ini ia hanya menyebutnya sebagai tamu.     

Jenny masuk ke restoran dan duduk di sampingnya diikuti Susan. Mereka tampak agak kusut.     

"Pfew.. kami habis meeting dari pagi dengan CEO Group Meier untuk mengurus penjualan saham kita di banyak perusahaan mereka. Rumit dan intens sekali..." kata Susan sambil meregangkan tubuhnya.     

"Group Meier?" tanya Finland keheranan. Ia seperti mengenal nama itu. "Kita punya saham di grup itu?"     

"Beberapa bulan yang lalu CFO kita mengambil beberapa tindakan untuk membeli banyak saham perusahaan utama Group Meier dan menjatuhkan nilainya. Kita kehilangan sangat banyak uang waktu itu." Jenny menjawab sambil mengupas jeruk dan memakannya, "Aku tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Gosipnya sih ada perselisihan antara bos kita dengan bos dari Group Meier itu, aku tidak tahu persis. Tapi yang jelas sekarang sepertinya masalah itu sudah selesai dan kedua pihak sedang membahas bagaimana mereka bisa mengembalikan keadaan seperti semula."     

Finland hanya bisa bertanya-tanya siapa dari Group Meier yang datang kemari. Apakah Alexei? Berani sekali dia, kalau itu memang benar.     

"Berarti meetingnya sudah selesai atau belum?" tanyanya kemudian.     

"Sudah. Baru saja, makanya aku bisa turun ke sini untuk makan," kata Jenny. "Oh, ya... CEO Group Meier itu astaga.... cantik sekali. Mungkin dia adalah perempuan paling cantik yang pernah aku lihat... Dia seharusnya menjadi bintang film atau apa...."     

Finland seketika tertegun mendengar kata-kata Jenny. Perempuan cantik?     

Apakah Sophia?     

Darahnya seketika berdesir. Ia tak bisa melupakan peristiwa 2 tahun lalu ketika Sophia menipunya dan mengatakan bahwa dirinya adalah kekasih Caspar dan bahwa Caspar menganggap Aleksis sebagai anak Jean.     

Berani sekali Sophia datang kemari.     

Saat matanya tak sengaja melihat ponselnya di meja, ia tiba-tiba teringat bahwa Caspar mengaku ia masih ada meeting dengan seorang tamu yang tidak mau ia sebutkan namanya. Padahal Jenny barusan mengatakan bahwa meeting sudah selesai.     

Apakah ini berarti Caspar dan Sophia hanya bertemu berdua saja setelah meeting perusahaan selesai?     

Wajahnya memanas dan air matanya hampir menetes karena kesal.     

"Uhm... Jenny... apakah kau punya akses ke lantai 35?" tanyanya cepat.     

Jenny mengangguk, "Iya, kenapa memangnya?"     

"Uhm... aku boleh pinjam? Ada seseorang yang ingin kutemui..." jawab Finland, menolak menjelaskan lebih lanjut tetapi matanya yang memohon membuat Jenny menjadi tidak tega.     

"Uhm... baiklah. Kau boleh pakai kartu aksesku." Jenny mengeluarkan kartu akses dari sakunya dan menyerahkannya kepada Finland.     

"Terima kasih, nanti akan aku kembalikan ke ruanganmu." Finland segera menghabiskan tehnya lalu membawa nampan berisi makanannya ke dapur restoran dan keluar menuju lift.     

Susan, Jenny, dan Ruth hanya bisa menatapnya keheranan.     

"Tumben," kata Jenny heran, "Mau apa dia ke lantai 35?"     

"Dia kan tidak punya kenalan di lantai itu," sambung Ruth sama herannya.     

Finland berusaha menenangkan perasaannya saat berada di dalam lift. Ia memencet tombol lantai 35 dan dengan tidak sabar menunggu hingga lift mencapai tujuan. Dengan langkah-langkah panjang ia segera bergegas menuju ruangan Caspar.     

Di ruang tengah banyak staf yang melihatnya dengan ekspresi keheranan. Tidak ada Ben di sekitar situ dan seorang staf segera berdiri menghampiri Finland yang terlihat menuju ke ruangan tuan besar mereka.     

"Maaf, kau mau apa? Tuan besar tidak boleh diganggu. Kalau ada perlu kau harus bikin janji dulu."     

Finland terhenti dan mengerjap-ngerjapkan matanya sesaat karena bingung. Dua detik kemudian ia baru menyadari bahwa tidak satu pun orang berani masuk ke ruangan Caspar tanpa disuruh olehnya, dan tentu tindakannya yang sembarangan begini membuat banyak orang keheranan.     

Dalam hitungan detik ia harus mengambil keputusan apakah ia akan memberitahukan siapa dirinya kepada mereka atau terpaksa menunggu di luar hingga Ben datang, atau ia dapat menelepon Caspar dan memberi tahu kedatangannya.     

Ugh...     

"Apakah beliau sedang ada tamu?" tanyanya cepat.     

Staf itu mengangguk. "Tuan sedang ada tamu dan tidak seorang pun boleh mengganggu."     

Saat itulah Finland mengambil keputusan untuk masuk dan tidak mempedulikan pandangan orang lagi. Ia tak dapat membiarkan Sophia begitu saja.     

Semua penderitaannya dan Aleksis selama setahun adalah akibat keculasan perempuan itu, dan juga tentu Sophia yang memberi tahu kakaknya tentang Aleksis sehingga ia dan Katia sampai meracuni anaknya.     

Kini Caspar malah bertemu dengan Sophia dan tidak memberitahunya. Finland sungguh tidak bisa terima.     

"Tolong minggir, ini urusan penting," katanya tegas. "Suamiku tidak akan menyalahkanmu kalau membiarkanku masuk."     

Tanpa mempedulikan wajah tercengang staf tersebut, Finland segera mengetuk pintu dua kali dan langsung masuk ke dalam ruangan Caspar tanpa menunggu dipersilakan.     

Di dalam ruang tamu besar dan megah itu ia melihat Caspar dan Sophia sedang duduk di sofa sambil berbincang-bincang. Sophia tampak lebih cantik dari yang diingatnya, dan hari ini ia terlihat sengaja berdandan khusus sehingga terlihat seksi dan profesional pada saat yang sama. Pantas saja tadi Jenny yang seorang perempuan bahkan sampai memuji kecantikannya. Apalagi laki-laki.     

Caspar, yang mendengar suara pintu diketuk dan tiba-tiba pintu dibuka, mengangkat wajahnya melihat siapa yang datang. Ekspresinya tampak terganggu, namun begitu matanya menangkap sosok Finland yang datang mendekat, wajahnya seketika terlihat menjadi cerah.     

"Hei... mau apa kau kemari?" Ia berdiri menyambut. "Kenapa tidak bilang?"     

Sophia tampak kaget melihat Finland dan wajahnya yang cantik berusaha menahan diri agar tidak menampilkan sikap bermusuhan. Ia tersenyum, namun bagi Finland senyumannya terlihat sangat sinis.     

"Kenapa kau tidak bilang kau bertemu perempuan ular ini?" tanya Finland dengan nada menuduh. "Kau tahu apa yang dia lakukan kepadaku, kepada Aleksis...."     

Sophia segera berdiri dan menatap Finland dengan pandangan rumit, "Aku sudah minta maaf kepada Caspar. Dia sengaja tidak memberi tahu kedatanganku kepadamu karena dia ingin menghindari drama seperti ini. Ugh... dia memang benar. Perempuan hamil memang sensitif dan menyusahkan."     

Finland menatap Caspar dengan pandangan tajam, "Kau bilang begitu? Aku ini menyusahkan?"     

"Astaga.. tidak sama sekali. Aku tidak pernah berkata begitu," Caspar menoleh kepada Sophia dengan wajah ketus, "Kau tidak berubah juga, masih suka mengadu-domba. Kesabaranku ada batasnya, Sophia!"     

Sophia mengangkat bahu.     

"Maaf, kalau kau salah memahami ucapanku, aku tidak mengadu-domba. Aku hanya berkata apa adanya. Kau ingin menjaga perasaannya, sehingga kau tidak berkata apa-apa tentang pertemuan kita. Aku juga yakin kau tidak memberitahunya bahwa kau sudah berjanji untuk melindungiku... sebagai balasan karena aku menolongmu waktu itu." Ia lalu melengos dengan sikap acuh, "Aku mengerti kalau sekarang kau tidak mau memegang janjimu."     

Finland membelalakkan matanya mendengar perkataan Sophia. Ia ingat dulu Caspar pernah mengatakan bahwa ia berjanji melindungi Sophia, tetapi ia tidak memasukkannya ke hati.     

Kini melihat gadis cantik itu ada di depannya dan Caspar memilih tidak menceritakannya kepada Finland hatinya merasa panas. Apalagi hari ini ia baru merasa tertekan karena disebut gendut, dan di depannya berdiri salah seorang perempuan paling cantik yang pernah dilihatnya, duduk di samping suaminya dan tadi terang-terangan menagih janji Caspar untuk melindunginya.     

"Jadi begitu?" tanyanya dengan nada suara dingin yang membuat dada Caspar bergetar. "Baiklah. Kau pilih aku atau dia?"     

"Kenapa aku harus memilih kau atau dia?" tanya Caspar tidak mengerti.     

"Karena dia lebih cantik dan tidak gendut," dengus Finland, "dan kau berjanji untuk melindunginya."     

"Lebih cantik dan tidak gendut? Dibandingkan siapa? Siapa yang gendut?" tanya Caspar lagi kebingungan, "Aku benar-benar tidak mengerti."     

Finland menghentakkan kakinya dan berusaha menahan air mata menetes di matanya. Dalam hati ia sangat kesal kepada dirinya sendiri. Seharusnya ia bisa bersikap lebih elegan dan tidak terlalu sensitif seperti ini.     

Niatnya tadi hanya ingin melabrak Sophia atas perbuatan jahatnya kepada dirinya dan Aleksis dulu, tetapi melihat gadis itu hari ini terlihat sangat cantik dan duduk berduaan dengan Caspar di ruangannya, hatinya tiba-tiba merasa cemburu dan kesal.     

Ugh... semakin lama ia di ruangan ini ia akan terlihat semakin konyol. Akhirnya dengan merengut dan menahan tangis Finland membuka pintu ruangan dengan kasar dan pergi keluar.     

"Heiii... tunggu, kau mau ke mana..?" Caspar menoleh ke arah Sophia sebelum berlari mengejar perempuan hamil yang sedang marah-marah yang menurutnya sangat menggemaskan itu, "Sophia, tolong pergilah, aku tak ingin Finland menjadi semakin marah. Urusan di antara kita sudah selesai, aku akan mengembalikan semua perusahaan kalian yang kemarin aku jatuhkan. Dengan demikian, utang-piutang di antara kita sudah lunas."     

Ia lalu berlari keluar dan mengejar Finland ke lift.     

Ia tidak menemukan gadis itu karena rupanya ia sudah turun dengan salah satu lift yang tadi kebetulan langsung membuka. Caspar harus menunggu lift lain tiba di lantainya baru ia bisa turun ke bawah.     

[Di mana kau?] tanyanya lewat SMS.     

Finland tidak menjawab. Caspar mencoba menelepon tetapi hingga belasan deringan teleponnya tidak juga diangkat.     

"Aneh sekali... kenapa sih tiba-tiba begini...?" pikir Caspar keheranan. Saat memandang bayangan dirinya di kaca lift, tiba-tiba sebuah pikiran terbetik di benaknya. Pikiran itu membuat bibirnya kemudian mengulas sebuah senyum tipis, yang kemudian menjadi sangat lebar, dan kemudian berubah menjadi tawa yang sangat riang.     

Staf dan beberapa direktur yang lewat memperhatikannya dengan keheranan.     

"Ada yang hal yang lucu, Pak?" tanya John, staf pribadi CFO yang ikut menunggu lift bersamanya.     

Caspar menoleh ke arahnya, "Hmm... tidak lucu, tapi aku senang sekali." Ia batuk-batuk kecil dan tersenyum senang, "Rupanya istriku cemburu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.