The Alchemists: Cinta Abadi

Dilema Alaric



Dilema Alaric

0Terry datang tepat sebelum hidangan tersaji di meja makan. Ia menggendong Pangeran Siegfried Kecil dan buru-buru menaruhnya di pangkuan Aleksis.     

"Anjingmu habis makan banyak sekali sampai tidak bisa berjalan... Terpaksa aku menggendongnya," omel Terry sambil merentang-rentangkan tangannya untuk meredakan pegal setelah melepaskan diri dari anjing gemuk kesayangan Aleksis itu.     

"Oh, Pangeran Siegfried!! Aku sangat merindukanmu..." seru Aleksis sambil menciumi anjingnya. Membuat Terry memutar bola matanya.     

"Kalian baru dua hari tidak bertemu, tapi tingkahnya seperti sudah berpisah bertahun-tahun," katanya sambil geleng-geleng. "Kapan sih kau ini tidak bersikap berlebihan?"     

Ia menoleh ke arah Lauriel dan seketika menjadi terpaku. Ia baru melihat kehadiran Nicolae di sampaing Lauriel dan sikapnya langsung berubah agak ketus.     

"Mengapa dia di sini?" cetusnya heran. Ia menyipitkan mata dan melihat perban yang membungkus bahu kiri Nicolae dari balik bajunya yang berkancing terbuka di bagian dada.     

Terry mesti mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan ia tidak salah lihat orang.     

"Oh, Nico tadi sore menolongku dari penculik..." kata Aleksis. "Ia sampai terluka dalam perkelahian. Dokter bilang, dia tadi bisa mati kalau saja pelurunya tidak meleset ke bahu. Kau lihat, jaraknya sudah dekat sekali dengan jantung."     

"Penculik lagi?" Terry menjadi sangat kuatir. "Kau sudah punya empat pengawal tapi mereka masih kecolongan? Bagaimana sih ini? Apakah Paman Caspar tahu?"     

Aleksis menggeleng. "Belum tahu, aku mau menyelidiki ini dulu sebelum membuat kuatir Papa dan Mama. Aku akan memanggil Carl dan Sasha besok untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya."     

Terry menatap Aleksis dengan pandangan rumit. Ia hendak menanyakan apakah Aleksis juga sudah memberi tahu Pangeran Siegfried, tetapi ia ingat Aleksis masih merahasiakan hubungannya dengan pria itu dari Lauriel. Akhirnya ia menahan diri dan hanya mengangguk.     

"Nanti saja membahas hal-hal yang berat, sekarang kita makan dulu," kata Aleksis mengalihkan perhatian. Ia menaruh Pangeran Siegfried Kecil ke kamarnya lalu buru-buru menyeret semua orang ke meja makan.     

Suasana makan malam berlangsung hangat. Hanya Terry yang masih tidak terlalu ramah kepada Nicolae, karena mereka sudah bermusuhan selama satu tahun terakhir. Aleksis dan Lauriel melihat keduanya dengan pandangan geli dan memutuskan untuk tidak memberi tahu Terry dulu bahwa Nicolae adalah anak Lauriel. Mereka ingin melihat apakah kedua pemuda itu akan bisa bersikap normal terhadap satu sama lain,.     

"Makanannya seperti biasa enak sekali..." kata Terry sambil mengusap-usap perutnya yang kenyang. "Ada yang mau dessert wine?"     

Semua mengangguk, dan dengan gembira Terry mengambil wine dari kabinet dan menyuguhkan kepada semua orang, kecuali Nicolae. Ia membiarkan Nicolae menuang sendiri untuk dirinya.     

Aleksis hanya tertawa diam-diam menyaksikan sikap kakaknya dan anak Lauriel yang terlihat seperti anak kecil itu, saling cibir dan saling bersikap ketus. Beberapa kali Aleksis dan Lauriel bertukar pandang dan keduanya hanya geleng-geleng kepala.     

"Bailklah... tadi Paman Rory telah menceritakan tentang sejarah klan kita dan semua yang perlu kau ketahui. Sekarang giliranmu yang bercerita, apa yang terjadi selama ini dengan dirimu dan mengapa kau mengadakan penyelidikan di Singapura." kata Aleksis setelah meneguk habis gelas pertamanya.     

Ia ingin segera mengumpulkan keterangan apa yang dilakukan Nicolae di Singapura dan apa tujuannya menyelidiki Rhionen Industries, serta sejauh apa ia mengetahui identitas Alaric. Aleksis merasa ia harus melindungi Alaric agar suaminya itu bisa mengambil tindakan sebelum timbul ancaman bahaya atas dirinya. Dan semoga nanti, Alaric pelan-pelan akan dapat mengubah pikirannya.     

"Lauriel, kau menceritakan tentang klan Alchemist kepada orang ini??" Terry terkesiap mendengar kata-kata Aleksis, "Apa tidak salah?"     

"Lauriel???" Giliran Nicolae yang bingung mendengar Terry memanggil ayahnya dengan sebutan Lauriel. Dari tadi ia mengira nama ayahnya adalah Rory, karena Aleksis terus memanggilnya 'Paman Rory'. "Bukannya nama ayah adalah Rory?"     

"Ayah???" Sekarang Terry yang terkejut dan menatap Lauriel dan Nicolae bergantian. Ia lalu menepuk-nepuk keningnya seolah memaksa otaknya yang beku untuk bekerja, "Aku tidak mengerti kalian semua ngomong apa..."     

"Uhm... Paman Rory itu nama sebenarnya adalah Lauriel Medici, dari Keluarga Medici. Hanya aku yang boleh memanggilnya Paman Rory, karena aku anak kesayangannya." kata Aleksis menjelaskan. Ia puas melihat ekspresi Nicolae yang kemudian manggut-manggut keheranan. Kemudian ia beralih kepada Terry, "Nicolae ini ternyata anak Paman Rory yang dulu dikiranya meninggal saat masih di dalam kandungan... Ternyata Putri Luna sempat melahirkan Nicolae di Rumania sebelum ia meninggal. Kami mengetahuinya secara tidak sengaja waktu dokter minta Paman Rory mendonorkan darah untuk Nicolae karena tadi lukanya parah dan ia banyak kehilangan darah..."     

Terry terperangah mendengar keterangan Aleksis yang demikian lengkap. Ia menoleh ke arah Nicolae dan menatapnya tajam. Ia lalu memandang Lauriel yang tersenyum dan mengangguk.     

Barulah Terry menyadari, setelah mengenal Lauriel selama hampir 8 tahun, inilah pertama kalinya ia melihat wajah Lauriel tampak bahagia.     

Oh... astaga... Lauriel punya anak!     

Dengan cepat ia meletakkan gelasnya dan berjalan ke arah Lauriel lalu memeluknya dengan haru.     

"Aku ikut senang, Lauriel... Aku ikut bahagia untukmu. Aku tahu bagaimana rasanya..." Terry pernah mengalami titik nadir dalam hidupnya saat kedua orang tuanya meninggal bersamaan dalam kecelakaan lalu lintas.     

Ia hampir menjadi sebatang kara dan tidak memiliki siapa pun di dunia ini, tetapi kemudian Finland dan Jean, kedua orang tua biologisnya datang membawanya masuk ke dalam keluarga mereka. Kini Terry memiliki ayah, ibu, beberapa paman, dan tiga orang adik yang sangat disayanginya. Hidupnya sekarang sangat bahagia.     

"Terima kasih, Terry..." kata Lauriel senang sambil menepuk bahu Terry.     

Terry kemudian melihat ke arah Nicolae dan tanpa ragu mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. "Selamat datang dalam keluarga kami."     

Dengan ragu-ragu Nicolae menyambut uluran tangan Terry. Mereka sudah bermusuhan terlalu lama, sehingga sikap Terry yang tiba-tiba menjadi ramah terasa janggal baginya.     

"Terima kasih..." Nicolae lalu menoleh kepada Lauriel, "Apakah Terry juga seorang alchemist?"     

Aleksislah yang menjawab pertanyaannya, "Benar. Terry ini adalah anak ibuku dari Paman Jean. Kami memiliki ibu biologis yang sama, tetapi berbeda ayah. Kau tahu aktor terkenal Jean Pierre Wang?"     

Nicolae mengerutkan kening, "Aktor tampan yang terkenal bertampang awet muda itu?"     

Ia menepuk keningnya dan menatap Aleksis dengan ekspresi sangat terkejut, "Astaga... jangan bilang kalau Jean juga seorang alchemist? Gosipnya yang beredar kan dia itu pencinta operasi plastik..."     

Aleksis mengangguk sambil tertawa geli, "Paman Jean sengaja meniupkan gosip operasi plastik beberapa tahun terakhir... ahahaha. Karena dia ingin menghindarkan kecurigaan orang-orang atas wajahnya yang tetap awet muda."     

"Oh..." Nicolae mengangguk-angguk. Ia baru mengerti apa yang terjadi. "Kalau Billie Yves kekasihnya?"     

"Dia juga."     

"Astaga.. banyak sekali ternyata orang alchemists di dunia ini. Sebagian malah hidup di tengah masyarakat dan menjadi terkenal..." Nicolae masih menekap mulutnya, syok atas informasi yang baru diterimanya.     

"Tidak terlalu banyak lagi, hanya sekitar 300-an orang saja. Banyak dari kaum kita yang mati saat perang, termasuk seisi keluarga Paman Rory, kakek dan nenekku, serta teman-teman ayahku." Aleksis menjelaskan. "Karena itulah kami senang kalau dapat menerima anggota baru masuk ke dalam klan, supaya jumlah kita tidak semakin berkurang... Ibuku adalah manusia biasa, ia memperoleh ramuan keabadian saat menikah dengan ayahku. Anak-anaknya juga mendapatkan ramuan itu sebagai hadiah, makanya Terry sekarang menjadi seorang alchemist."     

"Oh... itu bagus sekali..." Nicolae termangu kagum mendengar penjelasan Aleksis. Ia menarik napas panjang. "Aku tak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan mana pun selama ini, karena aku takut patah hati saat mereka menua dan mati... Aku tidak tahu bahwa kalian bisa menikahi manusia biasa dan menjadikan mereka abadi juga..."     

Aleksis menatap Nicolae dengan kening mengernyit. Nicolae ini kadang terdengar seperti ayahnya, Caspar. Dulu ayahnya juga tidak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan mana pun, dan sekalinya ia mengikat diri kepada seorang perempuan, itu hanya karena ia takut Katia menua dan mati meninggalkannya, sehingga ia terburu-buru memberikan ramuan keabadian kepada Katia.     

Kesalahannya itu kembali menghantui Caspar di masa depan saat ia bertemu dengan Finland, satu-satunya perempuan yang membuatnya jatuh cinta, karena Caspar menyakiti hati Katia dengan meninggalkannya begitu saja. Katia kemudian menyimpan dendam sangat besar hingga menghalalkan segala cara untuk membuat Caspar menderita, termasuk dengan hampir membunuh Aleksis.     

"Kita memang bisa menikah dengan manusia biasa... dan memberi mereka ramuan keabadian, tapi bukan berarti kita bisa sembarangan dan terburu-buru memberikan ramuan kepada orang yang mungkin tidak layak mendapatkannya. Setelah peristiwa puluhan tahun lalu, ketika ayahku memberikan ramuan keabadian kepada orang jahat, sekarang aturannya dibuat menjadi lebih ketat. Manusia biasa yang akan diberikan ramuan keabadian itu harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan Paman Aldebar, untuk memastikan ramuan itu tidak diterima orang yang salah." kata Aleksis menambahkan.     

"Aku mengerti," Nicolae mengangguk-angguk, "Tapi kurasa aku tidak akan membutuhkan ramuan keabadian itu untuk istriku nanti..."     

"Kenapa tidak?" tanya Aleksis tidak mengerti.     

Nicolae menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tadi ia keceplosan lagi. Lauriel hanya tersenyum simpul melihat tingkah anaknya.     

Ia tahu pasti bahwa Nicolae tidak menganggap perlu meminta ramuan keabadian untuk calon istrinya di masa depan, karena gadis yang ia sukai itu sudah hidup abadi.     

Sementara Aleksis sama sekali tidak mengerti. "Intinya, kita tidak usah kuatir, kita boleh jatuh cinta kepada siapa pun, termasuk pada orang biasa, karena Paman Aldebar memiliki ramuan untuk membuat mereka abadi seperti kita."     

"Aku mengerti," Nicolae mengangguk lagi. Ia menatap Terry dan terpaksa mengakui bahwa bahkan sekarang kedudukan persaingan mereka masih seimbang. Tadinya ia mengira ia akan menang dari Terry karena ternyata ia adalah seorang manusia abadi dan Terry bukan. Siapa nyana, rupanya Terry juga sama abadi seperti dirinya.     

Ia lalu tersenyum ke arah Terry dan memutuskan untuk bersikap ramah. Bagaimanapun, walau Terry sangat membuatnya jengkel, ternyata pemuda itu adalah kakak biologis gadis yang ia sukai dan hubungan Aleksis dan Terry terlihat sangat akrab. Ia tidak boleh terus bermusuhan dengan Terry.     

***     

Makan siang yang sangat menyenangkan diakhiri dengan bincang-bincang melepas rindu. Alaric dengan senang hati memenuhi undangan Portia dan Ned untuk tinggal di istana mereka selama beberapa hari agar mereka dapat lebih saling mengenal dan berbicara tentang keluarga mereka. Tentu saja Sophia memutuskan untuk tinggal menemaninya.     

"Aku sangat tertarik dengan sistem yang berlaku di klan kita sekarang," kata Alaric setelah makan siang selesai dan mereka sedang menikmati pertunjukan musik klasik sambil menikmati kopi. "Saat ini ada dua golongan di klan Alchemist? Yang menerima manusia biasa dan yang mendukung pemurnian ras kita, sebagai purist?"     

"Benar, sekali. Memangnya apa yang menarik bagimu?" tanya Sophia sambil tersenyum manis sekali.     

"Caspar Schneider, ketua klan dan adiknya, mereka menikahi orang biasa..." Alaric mengerutkan keningnya. "Apakah anak mereka menjadi half-blood, ataukah juga hidup abadi? Lalu bagaimana dengan pasangan mereka? Apakah mereka berpisah setelah pasangannya menua dan mati?"     

"Uhm... tidak seperti itu. Aldebar menyimpan formula ramuan keabadian di tempatnya. Ia akan memberikan hadiah ramuan itu kepada semua manusia biasa yang menikah dengan anggota klan kita, sehingga mereka juga bisa hidup abadi," Sophia menjelaskan, "Istri dan anak-anak Caspar sekarang juga sudah menjadi sama seperti kita."     

"Ramuan keabadian?" Alaric tampak sangat tertarik mendengarnya.     

Sophia menatap Alaric dan segera menyadari apa yang ada di pikirannya, "Kau ingin meminta ramuan keabadian dari Aldebar untuk istrimu yang manusia biasa itu?"     

Alaric tidak menjawab. Ia membuang muka. Dugaan Sophia benar. Ia sedang memikirkan dan merindukan Aleksis. Saat ia mendengar ada ramuan yang bisa membuat manusia biasa menjadi abadi, seketika ia menginginkan ramuan itu untuk dirinya, agar ia bisa memberikannya kepada Aleksis, supaya mereka bisa hidup selamanya bersama.     

"Alaric..." Sophia mengatur kalimatnya dengan hati-hati agar tidak menyinggung Alaric. Ia tahu ini adalah masalah sensitif, "Kau harus ingat bahwa 20 tahun yang lalu kau menghabiskan waktu setahun berusaha membunuh Caspar. Kau pikir ia akan menerimamu begitu saja masuk ke dalam klan kalau ia tahu siapa kau sebenarnya?"     

Alaric terpaksa membenarkan kata-kata Sophia. Ia tahu ia tak mungkin bisa masuk ke dalam klan Alchemists dan bergabung dengan pihak Caspar, karena di masa lalu ia telah membunuh sangat banyak anak buah Caspar.     

Sophia menatapnya dengan penuh ketegasan, "Karena sekarang kau sudah mengetahui jati dirimu... Aku ingin kau memilih. Kalau kau mau menjadi bagian dari kaum Alchemist, kau harus mendukung kami - keluargamu, atau kau bisa mencoba mendekati Caspar demi ramuan abadi untuk istrimu. Kalau kau memilih berpihak kepada mereka... Maka hubungan di antara kita berakhir. Portia, Ned dan aku sudah memutuskan untuk memisahkan diri dari mereka, karena ternyata pilihan hidup mereka sangat berbeda dari kita. Kau juga harus ingat bahwa sangat kecil kemungkinannya Caspar akan menerimamu setelah apa yang kaulakukan 20 tahun lalu."     

Alaric membalas tatapan Sophia dengan pandangan sama sekali tidak terintimidasi. Ia memikirkan baik-baik ucapan Sophia dan otaknya yang cerdas segera membuat kalkulasi.     

"Aku tidak mau menjadi bagian dari permusuhan kalian yang tidak ada hubungannya denganku," kata Alaric dengan nada dingin. "Aku seorang pebisnis dan aku punya tujuanku sendiri. Selama jalan kita bersama akan menguntungkan bagiku, aku akan terus melangkah bersama kalian. Tetapi aku tidak akan mengorbankan diriku dan cita-citaku untuk mengurusi permusuhan internal klan. Aku telah hidup selama hampir 100 tahun sendirian dan baik-baik saja tanpa klan Alchemist."     

Sophia terpaku mendengar kata-kata Alaric. Ia tidak menyangka Alaric tidak begitu saja menerima masukannya. Melihat betapa Alaric sangat senang bertemu Portia dan mengetahui asal-usulnya, Sophia tadinya mengira Alaric akan langsung bersemangat bergabung dengan mereka. Ternyata Alaric hanya memikirkan dirinya sendiri dan bahkan tidak peduli dengan tujuan kaum purist seperti Sophia.     

"Apa maksudmu?" tanya Sophia dengan nada agak marah. "Kau tidak menghargai kami sebagai keluargamu?"     

"Aku menghargai kalian sebagai keluargaku, dan aku akan mendukung kalian, tetapi untuk urusan klan ini, aku tidak bisa memutuskan. Saat ini fokus utamaku adalah proyek otomasi kita. Aku tidak mau teralihkan oleh perselisihan internal klan yang aku tidak ada sangkut-pautnya."     

"Hmm..." Sophia tahu ia harus mencari cara untuk membuat Alaric mau mengikuti kelompok Purists dan menghancurkan keluarga Caspar. "Kalau begitu... kenapa kau tidak melakukannya demi istrimu?"     

"Apa maksudmu?" tanya Alaric.     

"Kami sangat ingin menyingkirkan keluarga Schneider dan mengambil formula ramuan keabadiannya untuk menghancurkannya, supaya klan kita tidak lagi bisa menerima orang luar." Gadis cantik bermata ungu itu tampak tersenyum manis sekali, dan Alaric bisa melihat mata ungunya bersinar penuh semangat saat ia berbicara, "Kami akan memberi pengecualian bagimu. Sebelum formula itu dimusnahkan, kami akan membuat satu ramuan saja, untuk istrimu, supaya dia bisa hidup abadi bersamamu. Bagaimana kalau begitu?"     

Alaric akhirnya mengerti maksud Sophia.     

"Aku sendiri bisa memaksa Aldebar untuk membuatkan ramuan itu..." katanya acuh.     

"Silakan kau coba sendiri kalau memang kau bisa memaksa Aldebar." Sophia menyeringai sinis, "Kau bahkan takkan pernah bisa menemukan Aldebar tanpa bantuan kami. Dia adalah manusia paling misterius yang tak mungkin dapat ditemukan keberadaannya. Dia hanya akan muncul kalau orang sepenting Portia atau Ned meminta bertemu dengannya."     

Hati Alaric mulai goyah. Ia tahu ia takkan pernah bisa mendatangi Caspar dan meminta maaf atas peristiwa yang terjadi 20 tahun lalu. Kesempatannya untuk mendapatkan ramuan keabadiaan untuk Aleksis hanya dengan jalan kekerasan, menangkap Aldebar dan memaksanya membuatkan ramuan itu.     

Tetapi bila ia bahkan tak dapat menemukan Aldebar... bagaimana bisa ia melakukan rencananya?     

Alaric merenung agak lama, memikirkan untung ruginya. Ia sangat senang saat mendengar bahwa ada ramuan ajaib bagi manusia biasa untuk dapat menjadi abadi seperti dirinya. Ia segera teringat akan Aleksis, satu-satunya perempuan yang ia cintai di dunia ini.     

Tadinya ia sudah rela bila Aleksis akan menua dan mati meninggalkannya setelah beberapa puluh tahun... Tetapi kini, membayangkan bahwa mereka berdua ternyata dapat hidup bahagia selama-lamanya, selalu bersama tanpa terpengaruh usia... hatinya menjadi tergoda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.