The Alchemists: Cinta Abadi

Bertukar Cerita



Bertukar Cerita

0Aleksis menatap pertemuan ayah dan anak yang mengharukan itu dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat terharu karena Lauriel akhirnya menemukan kebahagiaannya. Sejak 20 tahun lalu, ia sudah menjadi bagian dari keluarga Schneider, saat Lauriel menyelamatkan Finland di San Francisco dan kemudian jatuh hati pada Aleksis yang baru lahir, hingga mengangkatnya sebagai anak.     

Tetapi kini, dengan keberadaan Nicolae, keluarga Lauriel sendiri bisa kembali diteruskan. Ia bukan lagi satu-satunya penerus dari keluarga Medici yang hampir musnah. Sekarang ada Nicolae di sampingnya.     

Tanpa sadar ia mengusap air matanya yang pelan-pelan jatuh mengalir ke pipinya.     

"Aku ... aku tidak mengerti ..." kata Nicolae dengan suara pelan. "Apa maksud semua ini ..."     

Di dalam kepalanya masih sangat sulit menerima kenyataan seorang pria yang jelas-jelas tampak sebaya dengannya, memanggilnya anak.     

Apakah ini memang ayahnya?     

Seketika ia teringat pada dirinya sendiri yang telah berusia hampir 100 tahun tetapi masih terlihat seperti pemuda berumur 24 tahun. Ia membayangkan jika dulu ia menikah dan punya anak, tentu anaknya pun akan terlihat sebaya atau malah lebih tua darinya... Tergantung, apakah anaknya juga abadi sepertinya atau tidak.     

Lauriel akhirnya melepaskan pelukannya dan menempelkan keningnya ke kening Nicolae. Sepasang mata mereka bertatapan.     

"Maafkan ayah, Nak ... Ayah tidak tahu ibumu melahirkanmu ke dunia ini ..." bisik Lauriel dengan nada sangat sungguh-sungguh, sehingga Nicolae menjadi terpaku. "Selama ini Ayah mengira Ayah sebatang kara, karena ibumu dan engkau meninggal dalam perang."     

Lauriel menghela napas lalu mengusap-usap kepala Nicolae seperti kepada anak kecil. Orang luar akan menganggap pemandangan itu aneh, karena dua ada orang pria dewasa saling berangkulan dan yang seorang mengelus kepala yang lainnya, seolah kepada anak kecil.     

Semula Nicolae merasa agak rikuh menghadapi perlakuan Lauriel kepadanya, tetapi saat melihat betapa Lauriel menatapnya dengan sangat bersungguh-sungguh dengan sepasang mata yang memancarkan sejuta kasih sayang untuknya, pertahanannya pun runtuh.     

Nicolae akhirnya mengangguk pelan, dan bergumam, "Ayah..."     

Lauriel tersenyum dan memeluknya lagi. Setelah puas, ia lalu menyerahkan laporan pemeriksaan darah mereka tadi ke tangan Nicolae dan membiarkan pemuda itu membacanya.     

"Mungkin ini takdir ... Kalau kau tidak terluka dan dibawa ke sini, aku takkan pernah menemukanmu," kata Lauriel. "Dokter mengira kita kakak beradik dan memintaku mendonorkan darah. Hasil tes darah justru menunjukkan bahwa kau adalah anakku ... Ini sungguh kejutan yang tidak terduga. Aku tak tahu bahwa aku memiliki anak."     

"Oh..." Nicolae meneliti laporan tes darah mereka dan mengangguk membenarkan. Mungkin ini karma baiknya karena ia berusaha menolong Aleksis dari penculik, sehingga pengawalnya salah mengira ia justru hendak melarikan Aleksis dan menyerangnya. Kalau ia tidak terluka demi Aleksis... mungkin selamanya ia dan Lauriel hanya berselisih jalan dan tidak pernah bertemu.     

Ia menoleh ke arah Aleksis dan kini ia mengangguk paham. Ia menjadi mengerti kenapa Aleksis tadi menangisi Paman Rory-nya. Ia melihat hubungan keduanya sangat dekat. Tentu Aleksis merasa terharu saat mengetahui Paman Rory-nya ternyata memiliki anak. Hatinya ikut merasa sedih saat mendengar bahwa selama ini Lauriel mengira dirinya hidup sebatang kara.     

"Apa yang terjadi... mengapa kau tidak bersama ibu?" tanya Nicolae kemudian. Laporan DNA sudah cukup menjadi bukti tak terbantahkan, ia dengan cepat bisa menerima pria di depannya ini sebagai ayahnya.     

Kini ia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan ibunya.     

"Ibumu dan aku berpisah. Aku berencana menjemputnya setelah urusanku di Asia selesai. Sementara ia tinggal bersama keluarga kakaknya di Jerman. Ternyata Jerman kalah perang dan seisi keluarganya meninggal dalam serangan kota oleh Sekutu. Aku baru mengetahui beberapa belas tahun lalu, ternyata Luna berhasil menyelamatkan diri dan mengungsi hingga ke Rumania. Lalu aku kehilangan jejaknya." Lauriel berusaha menjelaskan dengan ringkas kepada Nicolae apa yang terjadi. Ia hanya akan membahas hal ini satu kali saja, dan setelah ini ia akan menutup lembaran ini dalam hidupnya. Sekali untuk selamanya. "Aku mengira kalian semua meninggal dalam perang karena Luna pasti akan mencariku jika ia selamat. Aku telah menunggu selama puluhan tahun, dan akhirnya aku sadar, ia memang telah pergi untuk selamanya. Aku mengira ia meninggal bersama anak kami dalam kandungannya."     

Nicolae menggeleng, "Aku masih hidup... Dokter rumah sakit sangat menyayangiku sebagai anaknya dan aku hidup bahagia hingga mereka semua menjadi tua dan meninggalkanku sendirian. Tetapi aku tidak pernah menderita. Ayah tidak usah kuatir... Aku baik-baik saja."     

Lauriel tersenyum lega. "Ayah senang mendengarnya..."     

Nicolae masih agak canggung memanggil pria muda itu ayah. Tetapi sikap Lauriel yang sangat kebapakan benar-benar membuatnya nyaman dan pelan-pelan rasa canggung itu pun hilang. Melihat kedua pria itu sudah bisa tersenyum, Aleksis merasa sangat lega. Ia buru-buru mengusap air matanya dan segera merangkul mereka berdua dengan hangat.     

"Aku sangat senang untuk kalian, Paman Rory, Nico... Kita harus merayakannya. Ayah angkatku bertemu anak kandungnya..." Ia menyempatkan diri menyeringai jahil ke arah Lauriel, "Tapi kuharap Paman tidak pilih kasih ya, mentang-mentang sekarang kau sudah punya anak kandung."     

Lauriel geleng-geleng melihat tingkah Aleksis yang berusaha mencairkan suasana. "Tentu saja tidak. Anak perempuan Paman cuma kamu."     

Ia mengacak rambut Aleksis seperti biasa lalu menggendong gadis itu di punggungnya, untuk menunjukkan bahwa kasih sayangnya kepada Aleksis sama sekali tidak berubah, walaupun kini ia telah bertemu anak kandungnya.     

Aleksis tertawa-tawa dan membisikkan sesuatu kepada Lauriel yang membuat pria itu tertawa. Nicolae termangu-mangu melihat interaksi keduanya. Lauriel yang tadi sangat berduka kini tampak mulai tenang. Ia dan Aleksis memiliki kedekatan yang hangat dan hal itu terlihat jelas dari cara mereka bercakap-cakap, seolah memiliki dunia mereka sendiri.     

Nicolae penasaran apa gerangan yang dibisikkan Aleksis hingga membuat Lauriel tertawa.     

"Ayo kita ke dapur. Chef pasti sudah datang. Aku mau memesan makanan," kata Aleksis dengan manja. Lauriel mengangguk dan menurunkan gadis itu ke lantai lalu bertiga mereka berjalan masuk ke dalam penthouse.     

Benar dugaan Aleksis, chef dan sous chef dari Restoran Hotel Continental sudah siap di dapur dan menantikan perintah. Mereka memilih makan pasta dan steak dan para chef itu segera mulai bekerja dengan sigap.     

"Paman, pinjam ponselmu... Aku mau menelepon Terry agar datang kemari membawa Pangeran Siegfried Kecil," kata Aleksis sambil duduk menunggu makanan di kursi makan. "Ponselku hilang tadi siang waktu Nico membawaku pergi."     

Lauriel melempar ponselnya yang ditangkap Aleksis dengan ahli. Ia buru-buru menelepon Terry.     

"Kak, tolong bawakan anjingku ke sini, ya. Aku sudah pindah kembali ke penthouse, jadi kau tidak perlu mengurusi Pangeran Siegfried Kecil lagi." Ia kemudian teringat sesuatu, "Oh, ya, kami sedang menunggu makan malam. Kalau kau bisa sampai di sini dalam 15 menit, aku akan meminta chef juga menyiapkan makanan untukmu."     

Nicolae memperhatikan Aleksis menelepon dan baru ingat bahwa Aleksis dan Terry ternyata memiliki hubungan kekerabatan, namun ia tidak mengira mereka sedemikian akrab.     

"Itu Terry Chan?" tanya Nicolae setelah Aleksis menutup telepon. "Kau menyuruhnya datang ke sini?"     

"Iya. Memang kenapa? Dia kakakku," jawab Aleksis. "Aku tahu kalian itu bersaing... Aku sengaja tidak bilang kepadanya bahwa ada kau di sini... Hihihi... Terry pasti terkejut sekali..."     

Lauriel tertarik mendengar kata-kata Aleksis, "Nicolae dan Terry bersaing? Bersaing kenapa?"     

Aleksis batuk-batuk, sambil melirik Nicolae, "Mereka itu bersaing menjadi calon suami idaman, Paman... "     

"Eh... bu.. bukan. Itu hanya satu polling yang tidak jelas juntrungannya," protes Nicolae. "Aku tidak peduli dengan polling-polling aneh itu. Aku dan Terry bersaing sehat dalam prestasi, kok. Kami tahun lalu memperebutkan kursi ketua senat. Itu saja..."     

"Uhmm... bukannya kau sudah terlalu tua untuk bersaing dengan mahasiswa ingusan seperti Terry?" tanya Aleksis keheranan. "Kau itu sudah berumur hampir satu abad."     

Nicolae mengerucutkan bibirnya. Ia mengakui Aleksis benar. Ia memang sudah terlalu tua untuk hal-hal semacam itu, tetapi gadis-gadis di kampuslah yang memasukkannya ke dalam berbagai daftar polling konyol. Ia juga sebenarnya tidak berminat bersaing dengan Terry, tetapi pertemuannya dengan Terry pertama kali di tahun yang lalu membuatnya kesal karena Terry bersikap sangat menjengkelkan.     

"Aku tidak pernah menganggap serius semua itu," Akhirnya ia menggeleng. "Aku hanya berusaha bersikap sewajar mungkin menjadi mahasiswa. Aku sedang melakukan penelitian."     

Lauriel yang sudah mengambil sebotol wine dengan tiga buah gelas tampak mendengarkan Nicolae dengan penuh perhatian. Ia merasa segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan anaknya ini sangat menarik.     

"Peneliitian apa?" tanyanya sambil menuang segelas wine dan menyerahkan kepada masing-masing orang muda itu. "Penelitian kedokteran? Atau apa?"     

"Uhm.. ya, semacam itu." Nicolae mengangguk. "Karena ternyata aku berada di antara keluarga sendiri, aku bisa menceritakan kepada kalian apa yang sebenarnya kulakukan di Singapura..."     

Aleksis juga mulai tertarik mendengarkan. Nicolae yang selalu tampak santai kini tiba-tiba terlihat menjadi misterius, membuatnya sedikit teringat kepada Alaric.     

Nicolae meneguk wine-nya lalu bicara dengan suara setengah berbisik, "Aku sedang menyelidiki Rhionen Industries. Sejak mereka memindahkan kantor pusatnya ke Singapura, aku segera datang ke sini agar bisa menyelidiki mereka lebih dekat."     

Aleksis hampir tersedak wine-nya sendiri saat mendengar kata-kata Nicolae.     

Aneh sekali... Rasanya semua oang yang dikenalnya menyelidiki Rhionen Industries. Terry dengan partnernya, dan sekarang Nicolae juga...     

"Kenapa kau menyelidiki Rhionen Industries?" tanya Aleksis sambil berusaha membuat wajahnya tetap terlihat datar. "Mereka berkantor di gedung ini."     

"Aku tahu. Waktu kita bertemu di depan lift waktu itu, aku sedang melakukan penyelidikan dengan menyusup ke pesta kantor mereka di Sky Bar." Nicolae tampak berpikir sejenak. Ia tidak tahu bagaimana menyampaikan dengan lugas apa yang selama ini dilakukannya. Ia baru kenal Aleksis beberapa hari, dan bertemu Lauriel baru hari ini. "Aku ingin mengumpulkan bukti-bukti untuk menjatuhkan Rhionen Industries."     

"Ada apa dengan mereka, kenapa kau sangat bersemangat ingin menjatuhkan mereka?" tanya Aleksis. Ia sudah tahu jawabannya, dari Terry dan apa yang didengarnya sendiri dari Alaric, tetapi ia masih ingin mendengar alasan Nicolae.     

"Hmm.. agak sulit menerangkannya," kata Nicolae sambil menggeleng, "Kau pasti tidak tahu Rhionen Assassins, mereka itulah yang ada di belakang Rhionen Industries."     

Aleksis menggigit bibirnya dengan resah. Mengapa begini banyak orang yang memusuhi Alaric? Terry, kakaknya sendiri sedang mengincar Alaric, dan kini Nicolae, anak Lauriel juga begitu.     

Aleksis sungguh tidak sabar menunggu Alaric pulang dari London agar bisa mengajaknya bicara.     

"Kami tahu tentang Rhionen Assassins," kata Lauriel pelan sambil menyesap wine-nya. Ucapannya membuat Nicolae agak terkejut.     

"Bagaimana kalian bisa tahu? Organisasi itu sangat misterius..." katanya keheranan.     

Lauriel tersenyum dan menggeleng, "Tidak ada organisasi yang lebih misterius dan tersembunyi dari kaum Alchemist."     

"Oh..." Nicolae baru sadar bahwa seumur hidupnya yang panjang, ia sama sekali tak pernah mendengar tentang orang-orang Alchemist ini. Lauriel benar saat mengatakan kaum Alchemist lebih misterius dari Rhionen Assassins, karena mereka hidup di balik bayang-bayang dan tidak diketahui orang luar. "Aku akan menceritakan tentang penyelidikanku, kalau kalian menceritakan tentang kaum Alchemist kepadaku... Biar kita bisa saling mengisi informasi."     

"Tentu saja..." Lauriel mengangguk. Ia menyesap winenya pelan-pelan dan menceritakan sejarah singkat klan Alchemist dan tata kehidupan mereka. Bagaimanapun Nicolae harus tahu, karena kini dia adalah pewaris dari keluarga Medici.     

"Astaga... kalian luar biasa sekali..." Nicolae berkali-kali berdecak kagum saat Lauriel menceritakan peristiwa demi peristiwa di dalam klan dan siapa saja orang penting di dalamnya yang selama ini memerintah bumi. "Jadi Kerajaan Inggris itu sebenarnya dikuasai keluarga Lewis dan Baden? Pantas saja.. Lalu selain mereka ada Keluarga Flamel, Meier, dan Schneider... Hmm... Ini sangat menarik. Semuanya adalah keluarga yang sangat berkuasa di dunia."     

"Benar. Aleksis ini adalah anak pertama Caspar Schneider, sahabatku. Dia pewaris Keluarga Scneider, dan Caspar sendiri sekarang menjabat sebagai ketua klan." Lauriel menatap Aleksis dan Nicolae bergantian, dan sesuatu terbetik dalam pikirannya. "Ayah selama ini menghindari kehidupan duniawi sehingga Keluarga Medici tidak pernah lagi ikut campur dalam urusan klan. Tetapi, kalau kau mau bertemu Caspar, mungkin akan lebih baik jika kau menggunakan nama Keluarga Medici."     

"Bertemu ayahku? Untuk apa?" tanya Aleksis keheranan.     

Nicolae batuk-batuk dan menghabiskan wine di gelasnya dalam sekali teguk. Astaga... Lauriel ini blak-blakan sekali, pikirnya.     

Rupanya dalam waktu singkat Lauriel sudah bisa melihat betapa anak laki-lakinya sangat tergila-gila kepada Aleksis. Dari tadi ia memperhatikan gerak-gerik Nicolae, betapa pemuda itu menatap Aleksis dengan mata berbinar-binar dan mengikuti semua gerak-geriknya tanpa lepas.     

Melihat Aleksis yang kebingungan dan Nicolae batuk-batu, Lauriel hanya tersenyum tipis. Ia menuang kembali wine ke gelasnya hingga penuh dan menyesapnya pelan-pelan. Ia menatap Aleksis dan Nicolae dengan penuh cinta dan dadanya kini dipenuhi rasa hangat.     

Mungkin memang ia ditakdirkan untuk bertemu Aleksis saat gadis itu dilahirkan, agar Lauriel memperoleh alasan untuk hidup, dan kemudian membatalkan rencananya untuk mati, karena ternyata anaknya ada di luar sana, masih hidup dan baik-baik saja, menunggu waktu ketika mereka dapat bertemu.     

Aleksis juga yang membuatnya dapat bersatu kembali dengan Nicolae. Alangkah manisnya bila Nicolae dapat menikah dengan Aleksis... Ini akan membuat lingkarannya menjadi utuh. Aleksis nanti bukan hanya menjadi anak angkatnya, tetapi juga menantunya.     

Ia menatap Nicolae yang tampan dan Aleksis yang cantik, dan bergumam kepada dirinya sendiri, betapa serasinya mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.