The Alchemists: Cinta Abadi

Pertemuan



Pertemuan

0Nicolae bingung melihat Aleksis menangis pelan-pelan. Ia tidak tahu apa yang menyebabkan air mata mengalir ke pipi gadis itu, tetapi ia berusaha menghiburnya dan menyeka air matanya.     

"Sshh... Apa yang membuatmu sedih?"     

Nicolae kemudian teringat bahwa Aleksis menjadi sedih setelah ia menceritakan tentang dirinya. Apakah Aleksis merasa simpati karena ia lahir tanpa mengenal orang tuanya?     

"Aku sungguh tidak apa-apa... Jangan sedih," bujuk Nicolae dengan putus asa. "Aku dirawat orangtuaku dengan baik dan penuh kasih sayang. Ayah angkatku adalah dokter kepercayaan Raja Michael dari Rumania di tempat pengasingannya. Hidupku bahagia... Aku bahkan mengikuti jejak ayah angkatku menjadi dokter... Jadi tidak usah bersedih atas nasibku."     

Aleksis menatap Nicolae lekat-lekat dan akhirnya mengangguk.     

"Aku senang kau dirawat oleh keluarga yang baik dan hidupmu bahagia..." Ia mencoba tersenyum. "Tetapi sebenarnya aku menangis untuk Paman Rory, bukan untukmu."     

"Eh?"     

Nicolae benar-benar tak habis pikir dengan gadis bernama Aleksis ini, sikapnya selalu sangat aneh dan tidak terduga. Ia ingat waktu itu Aleksis memeluknya dan memanggilnya 'Pangeran Siegfried', tetapi kemudian mengacuhkannya sama sekali dan mengatakan bahwa Pangeran Siegfried adalah anjingnya.     

Hari ini ia meneteskan air mata setelah Nicolae menceritakan tentang masa lalunya, bahwa ia lahir di medan perang dan ibunya meninggal saat melahirkannya, sehingga Nicolae tak pernah bertemu orang tua kandungnya. Tetapi alih-alih menangis untuk Nicolae, ternyata air mata Aleksis adalah untuk pamannya.     

"Kau sangat sulit dimengerti ..." kata Nicolae akhirnya. Ia sedikit terluka karena Aleksis ternyata bukan bersimpati pada kisah hidupnya. Ia menghela napas dan kemudian memeriksa lukanya sekali lagi.     

Luka di bahunya sudah dirawat dengan baik dan ia juga merasa cukup segar. Ia merasa tidak ada gunanya lagi berlama-lama di tempat orang lain. Nicolae lalu bangkit dan membereskan pakaiannya yang dilipat rapi di atas meja. Ia akan minta diri agar bisa beristirahat di tempatnya sendiri.     

"Kau mau kemana?" tanya Aleksis keheranan. Ia tidak mengira Nicolae akan berniat pulang begitu saja setelah mendengar tentang rahasia kaum Alchemist darinya.     

"Aku mau pulang ke tempatku," kata Nicolae sambil tersenyum. "Kepalaku pusing. Aku tidak ingin merepotkan orang lain terlalu lama."     

"Kenapa tidak beristirahat di sini? Kau sama sekali tidak merepotkan," kata Aleksis setengah memaksa, "Aku berjanji akan mengurusmu dengan baik. Kau telah beberapa kali menolongku."     

"Kau yakin?" tanya Nicolae. "Kalau sedang sakit aku ini sangat merepotkan, lho..."     

"Tidak apa-apa..." kata Aleksis dengan tegas. Ia yakin serepot-repotnya mengurusi orang sakit, tidak akan lebih repot daripada mengurusi Pangeran Siegfried Kecil. Oh, ya, ia jadi ingat untuk menelepon Terry agar membawa anjingnya kembali ke penthouse. Karena sekarang ia tidak lagi tinggal di asrama, maka Aleksis bisa mengurusi anjingnya sendiri.     

Duh, ia sudah rindu sekali kepada Pangeran Siegfried, baik yang besar maupun yang kecil.     

"Aku menolongmu tanpa pamrih, kok, kau tidak harus membalas apa-apa," kata Nicolae lagi.     

Aleksis menggeleng, "Aku tidak kerepotan, sungguh. Selain merasa berutang budi kepadamu, aku juga sedikit merasa bersalah karena pengawalkulah yang melukaimu. Aku tak bisa membayangkan apa jadinya kalau tadi pelurunya menewaskanmu... Aku tidak akan mau hidup lagi."     

Tentu saja, Aleksis takkan sanggup menghadapi Lauriel jika ia sampai menyebabkan kematian anak satu-satunya. Memikirkan itu membuat dadanya terasa sesak. Kesalahpahaman itu bermula dari salahnya sendiri yang memiliki dua pasang pengawal tanpa berterus terang kepada semuanya. Kalau ia tidak menerima kawalan Takeshi dan Mischa, dan hanya menggunakan Carl dan Sascha, maka Mischa takkan melukai Nicolae seperti ini.     

Ia harus segera menyudahi main kucing-kucingannya dengan empat orang pengawal itu. Ia harus memberi tahu Lauriel apa yang terjadi agar mereka dapat sama-sama mencari tahu siapa yang berniat menculiknya kali ini.     

Sepasang mata biru Nicolae tampak bersinar-sinar mendengar kata-kata Aleksis yang tegas mengatakan ingin mengurusinya.     

Baiklah, karena Aleksis sendiri yang menawarkan untuk merawatnya, maka ia tidak akan berlaku bodoh dan menolak kebaikan hati gadis itu.     

"Uhm... kalau begitu, aku lapar..." kata Nicolae kemudian dengan suara yang agak manja, "Tadi aku belum sempat makan siang karena membuat laporan, dan saat aku mau makan aku keburu membawamu lari dengan mobil untuk menghindari penculik... Sekarang sudah malam, dan perutku mulai protes."     

Aleksis tercengang melihat sikap Nicolae yang demikian cuek bermanja-manja kepadanya. Pemuda ini memang pandai mengambil kesempatan.     

"Uhm... oke. Kau mau makan apa?" tanya Aleksis kemudian. "Aku tidak bisa masak, jadi aku akan meminta chef datang ke sini untuk memasak apa pun yang kau mau."     

Sekarang giliran Nicolae yang tercengang. Memanggil chef untuk memasak? Seberapa kayakah gadis ini?     

"Apa pun yang aku mau? Apa benar?" tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.     

Aleksis mengangguk.     

"Hotel Continental terkenal memiliki chef terbaik di dunia. Aku yakin tak ada yang tak bisa dibuat mereka."     

"Hotel Continental?" Nicolae mulai mengamati sekelilingnya. "Kita di hotel? Bukan apartemen?"     

"Ini apartemen di Gedung Continental," kata Aleksis. Ia puas melihat wajah terkesima Nicolae.     

"Di Gedung Continental tidak ada apartemen..." gumam Nicolae. "Kecuali..."     

Aleksis hanya tersenyum melihat kebingungan Nicolae. Ia mengambil telepon dari dinding dan menghubungi resepsionis di bawah.     

"Tolong kirim chef ke atas untuk memasak makan malam, ya. Terima kasih."     

Nicolae menatap Aleksis dengan wajah keheranan.     

Di Gedung Continental tidak ada apartemen, hanya ada perkantoran dan hotel, serta... satu penthouse.     

Apakah mereka sekarang sedang berada di penthouse tersebut? Kalau benar.... siapakah Aleksis sebenarnya?     

Hanya orang sangat kaya atau bahkan pemilik gedung yang bisa tinggal di penthouse tersebut.     

"Kau benar. Di Gedung Continental tidak ada apartemen, hanya ada satu penthouse ini. Keluargaku tinggal di sini kalau sedang di Singapura," kata Aleksis. "Kau mau makan di kamar atau sudah bisa berjalan ke ruang makan? Aku bisa memberimu tur keliling tempat ini, kalau kau mau."     

Nicolae tentu takkan melewatkan berkeliling penthouse paling mengagumkan yang ada di Singapura. Dengan semangat ia bangun dan mengikuti langkah Aleksis.     

"Ugh.. jangan jalan cepat-cepat, tubuhku masih lemah," katanya sambil bersandar ke bahu Aleksis. "Aku boleh sambil pegangan, ya?"     

Aleksis mengangguk sambil bantu menopang tangan Nicolae. "Baiklah."     

"Aku sudah bilang tadi bahwa kalau sakit aku ini merepotkan, kau yang tidak keberatan mengurusiku..." kata Nicolae lagi. Ia berusaha menyembunyikan senyum bahagia karena bisa menggandeng Aleksis berkeliling tempat tinggalnya. Memang tubuhnya masih lemah karena mengeluarkan banyak darah, tetapi sebenarnya kondisinya tidak sepayah itu.     

"Iya, cerewet. Aku kan tidak keberatan," desis Aleksis.     

Ia membawa Nicolae berkeliling ruangan demi ruangan di penthousenya yang sangat mewah dan luas itu. Pemuda itu tak kuasa menahan decak kagum saat mereka melewati ruang tamu, ruang duduk, ruang kerja, ruang makan dan dapur, serta balkon luas dengan taman hijau di bagian luar. Mereka berhenti di kolam renang infinity luas yang menghadap ke kota cantik di bawahnya.     

"Tempat ini indah sekali..." gumam Nicolae. Ia menoleh kepada Aleksis, "Terima kasih sudah menerimaku di sini."     

"Hmm..." Aleksis mengangguk. Ia hendak meninggalkan Nicolae di situ agar ia dapat memeriksa keadaan Lauriel. Ia yakin Lauriel pasti sangat sedih mengetahui bahwa Luna meninggal saat melahirkan anaknya, dan selama hampir 100 tahun Nicolae hidup tanpa mengetahui jati dirinya. "Kau tidak apa-apa menunggu di sini? Nikmati saja pemandangannya. Aku akan memeriksa chef yang dikirim ke sini dan keadaan Paman Rory..."     

"Kenapa kau harus memeriksa keadaan pamanmu? Apa dia sakit?" tanya Nicolae keheranan. Menurutnya Aleksis terlalu berlebihan memperlakukan pamannya.     

Aleksis tidak menjawab. Ia mendengar suara pintu dibuka di belakangnya dan segera menoleh. Ia melihat Lauriel berjalan keluar dari penthouse menuju kolam renang dengan wajah yang tidak mudah ditebak ekspresinya.     

Nicolae yang melihat Aleksis menoleh, mengikuti arah pandangannya. Ia keheranan melihat Lauriel berjalan cepat ke arah mereka. Ia tak percaya pada pandangannya sendiri ketika memperhatikan baik-baik, ternyata pria itu matanya berkaca-kaca...     

Astaga... Apa ada yang salah? Lelaki itu tampak sangat tidak cocok menangis, pikirnya.     

Lauriel tampak seperti lelaki yang tangguh sekali.Tubuhnya tinggi besar dan kukuh, dengan wajah tampan yang selalu tampak berekspresi dingin. Pandangan matanya yang berwarna biru hijau itu tampak sangat dalam dan seperti menyimpan hikmat berabad-abad, sangat mengesankan.     

Saat melihat Lauriel, Nicolae langsung teringat pada gambaran dewa-dewa Yunani. Jadi ketika pria yang demikian mengesankan datang menghampiri mereka dengan mata berkaca-kaca menahan tangis sungguh memberi dampak yang mengejutkan bagi Nicolae.     

Aleksis tahu Lauriel sangat sedih. Ia belum pernah melihat wajah Paman Rory-nya dipenuhi kedukaan yang demikian mendalam. Setelah hampir 100 tahun, ia akhirnya mulai bisa melupakan kenangannya dengan kekasihnya, Putri Luna, bahkan 17 tahun lalu ia memutuskan untuk tidak jadi mengambil kematian. Tetapi hari ini tiba-tiba semua kenangan itu pasti datang kembali dalam hidupnya...     

Di saat yang sama Lauriel juga dihinggapi kebahagiaan karena mengetahui bahwa ternyata ia memiliki anak laki-laki... Anak yang selama ini dikiranya meninggal sebelum dilahirkan. Perasaan sediih dan bahagia yang sangat besar berkecamuk di dadanya sekaligus.     

"Nicolae... itukah namamu?" tanya Lauriel setelah tiba di hadapan keduanya. Matanya menatap Nicolae lekat-lekat.     

"Uhm.. iya, itu namaku..." kata Nicolae mengangguk, keheranan. Ia tertegun melihat cara Lauriel menatapnya. Pria ini tiba-tiba terasa sangat familiar.     

Ia lalu terdiam.     

Pikirannya segera menghubungkan beberapa keanehan yang dari tadi ditemuinya dari sikap Aleksis dan Lauriel sendiri. "A... ada apa?"     

Nicolae tidak tahu kenapa tiba-tiba matanya juga menjadi basah. Apakah kesedihan menular? pikirnya bingung.     

Setahunya, hanya tawa dan menguap yang dapat menular. Kesedihan tidak bisa ditularkan. Lalu mengapa tiba-tiba dadanya ikut terasa sesak? Ini rasa sesak akibat emosi mendalam, bukan dari luka di bahunya. Ia tak mengerti kenapa pria asing yang baru ditemuinya itu terasa begitu akrab.     

"Anakku..." bisik Lauriel dengan suara pelan. Ia lalu memeluk Nicolae erat sekali.     

Seketika tubuh Nicolae membeku mendengar satu kata itu.     

Seumur hidupnya ia tak pernah mengetahui siapa orang tua kandungnya. Ia mengira dirinya adalah korban rekayasa biologis sehingga bisa hidup abadi seperti sekarang, sama sekali tidak menyangka bahwa orang tuanya justru yang membuatnya lahir sebagai kaum abadi. Ia tidak menyangka ayahnya masih hidup...     

Dan kini takdir mempertemukan mereka setelah hampir 100 tahun terpisah...     

Sekarang barulah Nicolae menyadari kenapa pria itu terasa familiar.     

Lauriel mengingatkannya akan dirinya sendiri...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.