The Alchemists: Cinta Abadi

Pergi ke Glasgow



Pergi ke Glasgow

0Aleksis sedang berdiri di bawah pohon sambil menulis pesan kepada Lauriel ketika tiba-tiba tangannya ditarik seseorang dan sebelum ia sempat menyadari apa yang terjadi, tubuhnya telah didorong masuk ke dalam sebuah mobil sport dan pintu ditutup dari luar.     

"Eh... apa-apaan ini?" tanyanya kebingungan. Ia menoleh ke samping dan melihat Nicolae duduk di kursi pengemudi. Pemuda itu memasangkan seatbelt Aleksis dengan cepat, lalu memasang seatbelt-nya sendiri dan kemudian dengan penuh konsentrasi segera menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.     

Semua terjadi dalam waktu beberapa detik saja. Aleksis tercengang dan baru menguasai dirinya setelah mereka jauh meninggalkan St. Mary University.     

"Heiiii!!! Apa yang kau lakukan?!!" Ia memukul bahu Nicolae agar pemuda itu menghentikan mobilnya. Tetapi Nicolae tidak mendengarkannya. Ia melihat ke spion beberapa kali dan memacu mobilnya semakin kencang.     

Mobil sports biru itu menyalip berbagai kendaraan di depannya dengan sangat ahli, membuat dada Aleksis berdebar-debar, hampir ketakutan. Akhirnya ia hanya bisa diam dan memegangi kursinya sambil mengamati jalan raya. Jantungnya berdetak kencang sekali.     

Setelah lima menit, ia mulai mengamati apa yang terjadi. Ternyata mereka dari tadi dikejar sebuah mobil hitam dan Nicolae sedang berusaha sekuat tenaga meloloskan diri dari kejaran penguntitnya itu.     

"Si... siapa yang mengejar kita?" tanya Aleksis dengan nada kuatir. "Apa mereka musuhmu?"     

Nicolae menggeleng cepat, fokusnya masih pada jalanan padat di depan mereka, tetapi ia masih dapat menjawab pertanyaan Aleksis, "Aku tidak tahu. Yang jelas aku melihat beberapa orang mencurigakan dari tadi mengawasimu. Aku melihat seorang di antaranya tadi membuka bagasi mobilnya dan di dalamnya ada berbagai barang mencurigakan yang biasanya dimiliki penculik."     

"Astaga..." Aleksis menarik napas panjang. "Barang apa?"     

"Tali, pisau, duct tape*, dan karpet." jawab Nicolae.     

Ugh! Tidak lagi!     

Aleksis menggeleng-geleng. Bagaimana bisa ia memiliki empat orang pengawal tetapi justru Nicolae yang melihat ada orang mencurigakan yang hendak menculiknya?     

Ia melirik ke kaca spion dan melihat mobil hitam itu masih mengikuti mereka di belakang. Pengemudinya ternyata sama mahirnya dengan Nicolae dalam mengemudi karena walaupun mobil Nicolae telah bergerak lincah menyelip sana-sini dengan gerakan zigzag di lalu lintas yang padat, ia tetap tak dapat melenyapkan diri dari penguntitnya.     

Selama 15 menit kedua mobil itu kejar-kejaran di jalan raya. Kecepatan mobil yang sangat tinggi dan gerakan salip-menyalip mereka membuat Aleksis mual dan hanya bisa memejamkan matanya, berharap mimpi buruk itu segera berakhir.     

Nicolae menoleh dan saat melihat Aleksis memejamkan mata menahan mual, ia tampak memikirkan sesuatu.     

"Kau sakit? Aku akan menghentikan mobil ini di tempat sepi, nanti kau tinggal saja di dalam mobil dan kunci pintunya, biar aku menghadapi mereka..." katanya dengan suara tegas.     

Saat jalan raya di depannya membelah dengan akses keluar di kiri, ia segera mengarahkan mobilnya ke kiri dan keluar dari jalan utama. Laju mobil dikurangi agar Aleksis tidak terlalu mual, dan ia membawa kendaraannya terus menyusuri jalan hingga menemukan sebuah gudang terbengkalai dengan halaman yang luas.     

Mobil hitam itu terus mengikuti mereka.     

Mobil sport biru Nicolae akhirnya berhenti di depan gudang itu. Mobil hitam tiba 10 detik kemudian dan berhenti di belakangnya.     

"Kau bisa menyetir?" tanya Nicolae sebelum membuka pintu pengemudi. Aleksis membuka mata dan mengangguk pelan, "Begitu aku keluar, kau kunci mobilnya dari dalam dan tunggu aku di sini. Kalau terjadi apa-apa denganku, kau langsung bawa pergi mobilnya dan cari pertolongan."     

Aleksis mengangguk cepat. Air matanya hampir mengalir karena pikirannya tegang dan kepalanya memusing. Semua terjadi begitu tiba-tiba dan ia hampir tak dapat berpikir.     

Nicolae melepas seatbeltnya, mengambil sesuatu dari laci mobil, kemudian keluar. Ia memberi tanda kepada Aleksis dan gadis itu buru-buru mengunci mobil dari dalam.     

Aleksis melihat dua sosok orang keluar dari mobil hitam di belakang mereka dengan sikap mengancam. Ia tidak dapat melihat jelas karena jaraknya yang agak jauh, ditambah lagi matanya berkabut karena stress.     

Ugh... di mana keempat pengawalku ketika dibutuhkan... keluh Aleksis.     

Ia hendak menelepon Takeshi atau Carl, tetapi kemudian ia sadar jamnya terlepas ketika tadi Nicolae buru-buru menariknya masuk ke dalam mobil. Ugh....     

Ia tak dapat meminta pertolongan...     

Aleksis hanya bisa berdoa Nicolae akan mampu menghadapi kedua penjahat itu.     

***     

Setelah selesai sarapan Sophia mengajak Alaric ke atap gedung. Pilot helikopter pribadinya diminta menjemput mereka untuk pergi ke tempat yang ia tuju.     

Alaric terkesan melihat Sophia. Gadis itu tidak hanya hidup abadi sepertinya, tetapi juga sangat berkuasa. Group Meier adalah salah satu grup bisnis terbesar di Eropa. Tentu tidak mudah menjalankannya sendirian.     

"Kenapa harus naik helikopter? Apakah tempatnya jauh?" tanyanya saat mereka tiba di atap dan menunggu helikopter itu mendarat.     

"Tidak juga. Kita akan ke bandara dan terbang ke Scotlandia. Cuaca di luar sangat cerah jadi aku ingin melihat pemandangan London dari atas. Pasti cantik sekali." Sophia tersenyum manis dan menyerahkan tangannya kepada Alaric agar pria itu membantunya naik ke dalam helikopter.     

Dengan gentleman Alaric membukakan pintu helikopter lalu membantu Sophia menaiki helikopter sebelum kemudian duduk di sampingnya. Mereka mengenakan noise cancelling headset dan setelah semuanya siap, pilot memberi aba-aba dan helikopter kembali mengudara menuju ke arah utara.     

Perjalanan 10 menit itu terasa sangat menyenangkan. Alaric mengamati pemandangan kota di bawahnya dan mengakui bahwa Sophia benar. London dikenal sebagai kota berkabut yang sering tampak kelabu, tetapi hari ini mereka dapat melihat keindahan bangunan-bangunan bersejarahnya dari atas dengan sangat jelas.     

"Kita bisa naik pesawatmu, kalau kau tidak percaya kepadaku," kata Sophia setelah mereka turun dari helikopternya. "Bilang pada pilotmu bahwa kita akan ke Glasgow."     

Alaric menatap Sophia dan mengangguk sambil tersenyum. Sophia sangat cerdas. Ia sudah tahu bahwa Alaric tidak akan sembarangan ikut dengannya, walaupun Sophia mengaku sebagai sepupunya.     

Akan lebih aman bagi Alaric jika ia menggunakan pesawatnya sendiri menuju tempat asing yang akan ditunjukkan Sophia kepadanya. Karena itu, sebagai tanda bahwa Sophia memang tidak berniat jahat kepada Alaric, gadis itu menyerahkan keputusan kepada Alaric untuk menggunakan pesawat pribadinya.     

"Baiklah." Alaric menelepon Pavel yang segera mengkoordinasi stafnya dan 15 menit kemudian mereka sudah berada di dalam pesawat pribadi Alaric.     

"Aku sebenarnya suka pesawat ini," kata Sophia saat ia masuk dan mengagumi interior kabin yang sangat mewah, "Tapi sayangnya aku takkan pernah mau membelinya."     

"Kenapa?" tanya Alaric.     

"Hmm... alasan pribadi," jawab Sophia sambil mengangkat bahu. Ia takkan pernah mau membeli pesawat dari Atlas Corp setelah ia mengetahui bahwa Caspar adalah pemegang saham mayoritasnya. Ia tak mau membuat pria itu tambah kaya.     

"Baiklah." Alaric tidak memaksa. Ia yakin Sophia pasti punya alasan kuat. "Lalu siapa yang akan kita temui di Scotlandia?"     

"Maaf, aku tak bisa bicara banyak." Sophia tampak menyesal, "Kau masih belum memutuskan apakah kau akan bergabung dengan Klan Alchemist atau memilih tetap hidup bersama orang biasa. Kalau akhirnya kau memilih kembali kepada istrimu yang orang biasa itu, aku tak bisa membuka rahasia kaum Alchemist terlalu banyak kepadamu..."     

Alaric menghela napas. Mengapa aturannya begitu ketat? Ia sangat ingin tahu semua tentang kaum Alchemist, tentang keluarganya dan kerabatnya... Mengapa ia tak boleh mengetahui semuanya hanya karena ia belum menentukan pilihan?     

"Kalau aku ingin tahu semua tentang kaum Alchemist, artinya aku harus meninggalkan istriku?" tanyanya dengan suara tertekan.     

"Tergantung." Sophia menatap Alaric dengan pandangan penuh simpati, "Biar Ned yang memutuskan. Aku akan mengikuti perintahnya. Kalau menurutnya kau boleh mengetahui semua tentang klan Alchemist, walaupun kau tidak memilih, maka aku akan memberi tahu semua yang ingin kau ketahui. Kalau ia menganggapmu sebagai orang luar sampai kau mau masuk menjadi anggota klan, maka kita nanti pulang saja... Aku yakin kau tidak akan mau meninggalkan istrimu."     

"Siapa itu Ned?"     

"Pangeran Ned, adalah salah satu anggota dewan kehormatan lima keluarga. Ia dan istrinya Portia yang berhak memutuskan." Sophia tersenyum sedikit, "Portia adalah sepupu ibumu..."     

Alaric mengangguk paham. Rupanya di kaum Alchemist ada beberapa keluarga penting yang menjadi pimpinan klan. Salah satu di antaranya adalah sepupu ibunya sendiri. Itu berarti, kemungkinan besar, ibunya atau keluarga Linden juga termasuk keluarga yang berpengaruh di klan. Ia sungguh penasaran ingin mengetahui lebih banyak tentang keluarga ibunya ini.     

"Kita tidak bisa membicarakan tentang kaum Alchemist, karena kau masih belum resmi menjadi bagian kami. Maaf ya..." Sophia tersenyum menenangkan, "Aku akan meyakinkan Ned agar mempertimbangkan kondisimu yang tidak biasa. Sementara itu kita bicarakan bisnis saja. Bagaimanapun Rhionen Industries dan Group Meier akan mengadakan kerja sama untuk proyek otomasi Uni Eropa, kan?"     

Alaric mengangguk. Ia memang lebih suka membicarakan bisnis bersama Sophia daripada membiarkan dirinya melamun di sepanjang perjalanan. Ia akan terus membayangkan wajah Aleksis dan dilemanya karena harus memilih. Ia belum mau memikirkan hal itu.     

Dua jam kemudian pesawatnya mendarat di bandara Glasgow.     

.     

*Duct tape = lakban yang sangat kuat     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.