The Alchemists: Cinta Abadi

Rencana Sophia



Rencana Sophia

0Aleksis tidak menyangka bahwa sebagai pewaris bisnis kasino di Singapura, ternyata Ian sangat populer di kampus, walaupun belum sepopuler Terry dan Nicolae yang sudah berada di tingkat akhir dan lebih lama menjadi idola di St. Mary University. Ia menyadari hal itu dari banyaknya gadis-gadis yang berusaha menarik perhatian Ian begitu kelas selesai.     

Tetapi Ian kini tampak tidak tertarik kepada gadis mana pun kecuali Aleksis. Ia buru-buru mengejar Aleksis yang segera keluar dari ruangan begitu Profesor Chang keluar.     

"Heii... kau ada janji tidak malam ini? Aku akan mengadakan pesta besar di hotel milik ayahku dan aku ingin kau datang..." katanya cepat.     

Aleksis menatap Ian dengan mata yang disipitkan. Sungguh, dia tadinya ingin punya banyak teman perempuan, tetapi selain Mel, rasanya yang berbaik-baik kepadanya di kampus ini semuanya adalah lelaki. Mulai dari Nicolae, dan kini Ian, serta beberapa cowok lainnya.     

Ia harus memutuskan apakah ia lebih memilih punya teman lelaki yang banyak atau tidak sama sekali, karena rupanya ia harus menyerah dalam misinya mendapatkan teman perempuan.     

"Baiklah... " kata Aleksis akhirnya. "Tapi aku mau mengajak teman. Boleh?"     

Ian tersenyum senang, "Tentu saja. Berikan aku nomor ponselmu, aku akan menghubungimu untuk memberi tahu alamatnya."     

Aleksis menggeleng. "Maaf, nomor ponselku bukan untuk sembarang orang. Lebih baik kau sebutkan saja alamatnya, dan nanti aku akan datang."     

Sesaat wajah Ian tampak kesal mendengar Aleksis tidak mau memberikan nomor teleponnya, tetapi ia segera mengalah, karena masih ingat wajah pengawal Aleksis tadi pagi yang bertampang sadis. Gadis ini rupanya bukan anak orang sembarangan.     

"Baiklah... Nanti malam jam 8 di Mystica Hotel. Itu hotel punya ayahku..." kata Ian dengan nada bangga. Mystica Hotel and Casino adalah salah satu hotel yang sangat mewah di Singapura dan terkenal dengan Casinonya yang sangat besar dan menjadi tujuan utama para penjudi yang ingin mencoba keberuntungan mereka.     

"Sampai nanti malam!" Aleksis tersenyum manis dan segera berlalu.     

Ia berniat mengajak Lauriel bersamanya. Mereka sudah lama tidak bersenang-senang bersama.     

***     

Sophia tiba saat Alaric sedang sarapan dan dengan santainya gadis itu mengundang dirinya sendiri untuk ikut makan di meja bersama sepupu yang baru ditemuinya kemarin. Alaric agak heran melihat sikap Sophia yang sangat bebas dan santai saat bersamanya.     

Kemarin saat baru bertemu gadis itu, ia mengira Sophia yang sangat anggun dan terlihat seperti bangsawan itu memiliki sifat dingin dan kaku, tetapi hari ini, ia benar-benar bersikap hangat dan memperlakukan Alaric seperti anggota keluarga sendiri.     

Ini membuat Alaric teringat kepada Claudia, adik angkatnya yang telah meninggal puluhan tahun lalu karena sakit kanker. Claudia adalah anggota keluarganya yang terakhir dan dulu hubungan mereka sangat dekat. Hatinya hancur saat kehilangan Claudia dan hingga kini tak pernah pulih seutuhnya.     

Minggu lalu ia akhirnya membuka hati kepada seorang gadis yang begitu mempesona dan membuatnya jatuh cinta, ia bahkan menikahinya setelah empat hari saja.     

Waktu ia memutuskan untuk menikahi Aleksis, ia sudah menguatkan hatinya untuk merelakan gadis itu pergi setelah beberapa puluh tahun bersama, dan setelah itu ia akan sendirian lagi...     

Tetapi, kini saat melihat Sophia yang duduk manis di seberangnya sambil menyesap teh earl grey, hatinya perlahan merasa hangat. Ia tidak akan sendirian lagi, karena sekarang ia memiliki keluarga yang benar-benar sama sepertinya.     

Sophia dan dirinya sama-sama bisa hidup abadi. Selain Sophia, ia juga ternyata masih memiliki entah siapa lagi kerabatnya yang masih ada di dunia ini...     

"Alaric, kalau boleh aku bertanya... apakah hidupmu selama ini sulit?" tanya Sophia sambil menatap Alaric yang tampak termenung. Hari baru saja dimulai dan mereka punya sangat banyak waktu untuk bertukar berita.     

Alaric mengangguk, tetapi ia tidak mau menjawab lebih lanjut. Sophia cukup mengerti dan tidak mendesaknya. Ia bisa menduga-duga sesulit apa kehidupan seorang anak yatim piatu yang lahir di tengah peperangan di Eropa Timur, dan selama hampir 100 tahun tidak mengetahui jati dirinya.     

"Apakah kau punya keluarga?" tanya Sophia lagi, "Maksudku.. apakah kau pernah menikah dan punya anak-anak selama kau hidup sebagai manusia biasa?"     

Alaric mengangguk, "Aku sudah menikah. Aku punya beberapa anak angkat yang kuasuh dan didik menjadi assassins. Aku juga pernah punya adik angkat yang sudah meninggal."     

"Hmm... dan istrimu, masih hidup? Apakah dia tidak mengetahui ada yang aneh pada dirimu?"     

"Tidak. Kami belum lama bersama. Ia tidak sempat curiga apa-apa..." jawab Alaric. Ia bisa menduga kemana arah pembicaraan Sophia.     

"Hmm... aku bisa menerima kondisimu menikahi manusia biasa karena kau dulu belum mengetahui siapa dirimu..." Sophia menggeleng-geleng prihatin, "Tetapi ke depan, rasanya akan sulit kalau kau mau masuk ke dalam klan Alchemist kita. Masalahnya, ada peraturan bahwa rahasia kita tidak boleh diketahui orang luar. Sementara aku tidak yakin kau akan dapat menyembunyikan hal sepenting ini dari istrimu."     

Alaric mengerutkan keningnya. "Kenapa tidak? Aku bisa saja menjaga rahasia ini selamanya."     

"Aturan adalah aturan, Alaric. Kau tahu Alexei? Kakakku sendiri? Aku tidak boleh berhubungan lagi dengan kakak kandungku setelah ia dihukum dengan kematian dan kini menjadi manusia biasa di Swiss." Suara Sophia terdengar menjadi getir. "Bahkan aku, seorang putri, tidak mendapat perlakuan istimewa. Ned dan Portia juga tidak bisa berbuat apa-apa."     

"Alexei...? Dihukum dengan kematian? Apa maksudnya?" tanya Alaric keheranan. Ia baru hendak menanyakan kabar kakak Sophia itu, yang dulu pernah mengontrak Rhionen Assassins untuk membunuh seseorang.     

"Kau masih ingat Caspar dari keluarga Schneider yang dulu dijadikan target oleh Alexei? Ia mengontrak Rhionen Assassin untuk menghabisi Caspar?"     

Alaric mengangguk, "Tentu saja."     

"Alexei hendak menghabisi Caspar untuk membalas dendam karena Caspar telah membunuh kekasihnya, Famke... Kau waktu itu tidak tahu bahwa Famke adalah kekasih kakakku. Kau menerima kontrak itu sekaligus juga untuk membalaskan dendam Famke..." Sophia menggigit bibirnya, "Caspar adalah ketua klan dan setelah lolos darimu, ia menghukum kakakku dengan memberinya obat kematian, sehingga Alexei kini menjadi manusia biasa. Ia sudah menua dan menghabiskan sisa umurnya sendirian di Basel, Swiss. Selain obat kematian, Alexei juga diberi obat yang menghilangkan ingatannya... hingga ia kini bahkan tidak bisa mengingat aku, adiknya sendiri..."     

Alaric baru mengerti apa yang terjadi.     

"Jadi, karena Alexei sudah menjadi manusia biasa, kau pun tidak boleh lagi berhubungan dengannya?"     

"Iya, memang seperti itu aturan klan." Sophia menatap Alaric dengan pandangan kasihan, "Aku menyesal saat mendengar kau sudah menikah, aku yakin kau pasti mencintai perempuan itu. Tetapi masalahnya, kalau kau mau menjadi bagian dari klan kita, kembali kepada keluargamu yang sebenarnya, kau tidak boleh menikah dengan seorang manusia biasa. Aku bisa mengerti tentang anak-anak angkatmu, karena mereka adalah anak buahmu, tetapi... aku rasa cepat atau lambat kau harus memilih... keluarga besarmu di klan, atau istrimu yang seorang manusia biasa itu."     

Tangan Alaric bergetar saat memegang cangkir tehnya. Ia menunduk dan membayangkan wajah cantik Aleksis yang selalu menatapnya dengan penuh cinta.     

Hatinya tiba-tiba terasa sakit. Mengapa ia harus dibuat memilih seperti ini?     

Sophia menatap Alaric yang tampak penuh dilema, dan sepasang mata ungunya berkilat puas. Ia tadi terkejut saat mendengar bahwa Alaric sudah menikah, tetapi otaknya yang cerdas cepat memikirkan cara untuk memisahkan sepupunya dari perempuan itu.     

Alaric tidak tahu apa-apa tentang klan Alchemist dan ia pasti akan percaya saja pada perkataan Sophia, bahwa kaum Alchemist tidak boleh menikah dengan manusia bisa.     

Sesungguhnya, sejak tadi malam saat pertama kali melihat Alaric ia sudah terpesona dan ingin menjadikan pria ini miliknya.     

Ia tadinya mengira akan bertemu pemilik Rhionen Industries yang sudah tua atau berwajah cacat, ternyata pria yang dilihatnya di penthouse adalah salah satu pria paling tampan yang pernah ditemuinya.     

Saat ia mengenali Alaric sebagai seorang alchemist, Sophia menganggapnya sebagai pertanda baik. Ini pasti takdir, pikirnya.     

Kenyataan bahwa Alaric juga ternyata adalah pendiri Rhionen Assassins membuat lelaki itu menjadi semakin menarik di matanya. Ia dapat membayangkan kekuatan dan keahlian Alaric sebagai pembunuh nomor satu di dunia. Sungguh seorang laki-laki yang sangat jantan!     

Sophia belum pernah bertemu pria sehebat ini sebelumnya.     

Dan oh... bayangkan kekuasaan yang akan dimiliki Alaric setelah proyek otomasinya selesai sepuluh tahun lagi... Ini adalah pria yang akan menguasai bumi di masa depan.     

Sophia segera menetapkan hati untuk memiliki Alaric bagi dirinya sendiri.     

Walaupun mereka sepupu, tetapi di keluarganya pernikahan di antara sepupu bukanlah hal yang aneh. Ned dan Portia juga sepupu dan mereka akhirnya menikah setelah bersama selama hampir 200 tahun. Ini adalah praktik yang biasa dilakukan di antara keluarga kerajaan Eropa untuk menjaga kemurnian garis keturunannya.     

Hari ini, Sophia berencana akan membawa Alaric bertemu Ned dan Portia, dan menyakinkan mereka untuk mendukungnya. Ia yakin, cepat atau lambat Alaric nanti pasti akan menggunakan logikanya dan mengerti bahwa akan lebih baik jika ia memilih keluarga besarnya di klan Alchemist dan hidup abadi bersama mereka, memerintah bumi, daripada bersama seorang perempuan biasa yang akan mati beberapa puluh tahun lagi.     

Sophia berdiri dan menepuk bahu Alaric dengan sikap bersimpati, "Kau tidak harus memutuskan sekarang. Setelah sarapan aku akan membawamu bertemu Ned dan Portia, biar kau bisa melihat sendiri kehidupan keluarga kita seperti apa..."     

Alaric mengangguk, tetapi ia tidak dapat meneruskan sarapannya. Kepalanya dipenuhi bayangan wajah Aleksis yang selalu menatapnya dengan penuh cinta. Dadanya terasa sangat sesak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.