The Alchemists: Cinta Abadi

Ratu Lebah



Ratu Lebah

0Dalam waktu singkat, Aleksis telah menjadi ratu lebah yang baru di Universitas St. Mary. Ian dan teman-temannya segera sadar bahwa gadis ini bukan hanya cantik tetapi juga sangat menyenangkan dan penuh dengan kejutan.     
1

Ketika mereka hendak mengikutinya ke kafetaria, Aleksis memanggil Ian dan beberapa orang lainnya dan memberi tahu mereka bahwa ia tak dapat membiarkan mereka mengikuti dirinya.     

"Kau lihat laki-laki menyeramkan yang sedang membaca buku di bawah pohon itu?" tanyanya sambil menunjuk Sascha yang sedang bersantai di bawah pohon di samping gedung perpustakaan. Pemuda-pemuda itu menoleh ke arah yang dituju Aleksis. Mereka melihat Sascha mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan kepada Aleksis. Gadis itu menarik napas, "Itu salah satu pengawal pribadiku. Dia mantan kapten pasukan khusus dari Rusia. Ayahku sangat ketat dengan pergaulanku... Kalau dia lihat ada banyak laki-laki mengerubungiku, dia bisa marah..."     

Para pemuda itu menelan ludah mendengar penjelasan Aleksis. Penampilan Sascha memang cukup mengintimidasi.     

"Uhm... kalau begitu bagaimana kami bisa bertemu denganmu?" tanya Ian masih keras kepala. Ia sebenarnya tak ingin mencari permusuhan dengan Aleksis maupun pengawalnya, tetapi ia masih ingin mendekati gadis itu.     

Aleksis mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menyerahkannya kepada Ian, "Ini jadwal kuliahku. Kalau mau melihatku, kalian datang saja ke kelas seperti tadi... heheh..."     

Ia pun berlalu sambil menarik tangan Mel ke kafetaria. Ian mengamati jadwal itu baik-baik dan tersenyum.     

Baiklah, aku akan datang ke kelas, pikir pemuda itu. Ia lalu mengajak teman-temannya untuk keluar dan nanti kembali masuk kelas berikutnya.     

Mel masih tak percaya ia sedang berjalan ke kafetaria bersama seorang gadis paling cantik yang pernah dilihatnya. Ia tahu Aleksis memiliki wajah cantik, walaupun kemarin penampilannya sengaja dibuat jelek, tetapi ia sama sekali tak menyangka bahwa kalau Aleksis menjadi dirinya sendiri, gadis itu bisa demikian terlihat sempurna.     

Tubuhnya semampai dengan sepasang kaki jenjang yang indah dibalut gaun pendek dan sepatu kets yang kasual. Rambutnya disanggul sembarangan di atas kepalanya, dan sepasang mata biru hijaunya terlihat bersinar-sinar cemerlang, indah sekali, karena tidak lagi ditutupi kaca mata besar yang kuno. Kehadirannya langsung terasa bahkan dari belasan meter jauhnya.     

Di pintu kafetaria mereka bertemu Nicolae yang juga baru tiba. Pemuda itu tidak memperhatikan sekelilingnya dan sedang sibuk menulis sesuatu di ponselnya. Ia baru tersadar ketika tanpa sengaja punggungnya membentur bahu Aleksis yang sedang akan memasuki pintu.     

"Ouchh...." Aleksis hampir terbanting jatuh dan suara kagetnya membuat Nicolae tersadar dan buru-buru menangkap tubuhnya. Aleksis spontan mendongak dan menatap Nicolae yang sedang menahan tubuhnya dengan ekspresi kaget. "Astaga... kau lagi! Kau ini makan apa sih? Kok badanmu keras sekali seperti tembok? Sudah dua kali kau membuatku terbanting jatuh..."     

Aleksis mengomel-ngomel sambil melepaskan dirinya dari sepasang tangan Nicolae yang tampak terkesima.     

Ia sungguh terpukau melihat gadis cantik di depannya yang tampak tambah menggemaskan saat sedang merengut dan marah-marah ini. Ia seperti mengenali wajah cantik ini. Dan omelannya tentang makanannya yang membuat tubuhnya sekeras tembok...     

Hahaha... Ini kan si gadis udik yang pernah memanggilnya Pangeran Siegfried...?     

Ia menyipitkan mata dan mengamati Aleksis baik-baik.     

Benar, ini gadis yang sama. Tetapi sekarang penampilannya sama sekali tidak udik dan kuno. Gadis ini terlihat sangat mengagumkan, bahkan jauh lebih cantik dari para supermodel yang pernah dilihatnya melenggang di runway Paris Fashion Show.     

"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Aleksis keheranan. Ia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Nicolae yang masih terkesima.     

"Uhm... aku minta maaf, tadi aku tidak melihat jalan." Nicolae yang sudah tersadar dari keterkejutannya buru-buru tersenyum, manissss sekali. "Bagaimana aku bisa membalasnya? Kau mau makan di mejaku?"     

Aleksis mengamati Nicolae dan memikirkan sesuatu.     

Hmm... kalau ia makan bersama Nicolae, tentu gadis-gadis norak itu akan menjambak rambut mereka karena kesal... muhuahahahahaha...     

Ah, tapi ia adalah perempuan yang sudah bersuami, sebaiknya jangan main api. Bagaimana kalau nanti Nicolae sungguh-sungguh jatuh cinta kepadanya? Sebaiknya ia tidak mengambil risiko yang tidak perlu.     

"Terima kasih, tapi aku sudah punya mejaku sendiri...." kata Aleksis sambil memutar bola matanya dan berjalan masuk ke dalam kafetaria. Ia menarik tangan Mel dan meninggalkan Nicolae yang tertegun melihat untuk pertama kalinya dalam hidup ada seorang gadis yang tidak peduli akan ketampanannya, meninggalkannya begitu saja.     

Ia berjalan mengikuti kedua gadis itu untuk melihat di manakah meja yang dimaksud Aleksis. Ketika mereka tiba di tengah ruangan, ia tak dapat menyembunyikan ekspresi terkejutnya ketika melihat Aleksis dengan anggun mengambil duduk di sebuah meja makan jati mewah dengan empat buah kursi Victoria elegan seperti yang hanya dapat ditemui di hotel sangat mewah. Dan di pinggiran meja, tertulis jelas dengan pahatan yang rapi nama 'ALEKSIS'.     

Nicolae menepuk keningnya saat menyadari gadis ini serius dengan ucapannya dua hari lalu bahwa ia akan membawa mejanya sendiri. Astaga.... perempuan macam apa dia ini? pikirnya gemas.     

"Seperti yang kau lihat... bukan hanya senior yang bisa punya meja sendiri..." kata Aleksis sambil tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu duduk dengan anggun dan memanggil pelayan untuk mencatat pesanan makan siangnya, alih-alih mengantri di konter seperti mahasiswa lainnya.     

Aleksis sebenarnya sangat sederhana dan tidak suka menonjolkan diri, tetapi hari ini ia sedang kumat jahilnya dan ingin memberi pelajaran kepada orang-orang yang dua hari lalu merendahkannya.     

Nicolae tersenyum dan mengangguk, "Baiklah... sepertinya kau memang gadis yang sangat unik. Selamat makan siang!"     

Ia pun berlalu ke mejanya dan mengeluarkan beberapa buku untuk dipelajari sambil sesekali mencuri pandang ke arah Aleksis.     

Ratu lebah baru sudah hadir, dan semua orang memperhatikan gerak-gerik Aleksis di kafetaria. Sebagian orang sudah mengenalinya sebagai mahasiswa baru yang ditindas oleh Verona dua hari lalu karena berani duduk di kursinya, dan mereka penasaran melihat apa yang akan dilakukan Verona sekarang saat ia melihat kehadiran Aleksis di kafetaria dengan sikap berlebihan yang seolah secara langsung menantangnya.     

Mel masih tidak habis pikir dengan sikap Aleksis. Ia pun sangat terkejut saat mengetahui mereka makan siang di sebuah meja makan mewah yang sepertinya didatangkan khusus untuk Aleksis. Bahkan Verona yang ayahnya merupakan salah seorang anggota dewan sekolah dan menyumbang uang sangat banyak, tidak memiliki meja semewah itu di kampus.     

Ia mulai bertanya-tanya siapa Aleksis sebenarnya.     

"Hei... astaga... aku sudah dengar gosip tentang mahasiswa baru yang cantik, makanya aku buru-buru datang ke sini..." Tiba-tiba terdengar suara dari belakang mereka. Mel tercengang dan tanpa sadar menahan napas ketika melihat Terry muncul dan menepuk punggung Aleksis sambil mengomelinya. "Ternyata yang mereka maksud itu kau. Aku jadi merasa rugi sudah datang ke kampus lebih cepat.."     

Aleksis tidak protes karena punggungnya ditepuk Terry. Ia sudah melihat Verona dan dayang-dayangnya tiba di pintu kafetaria. Ia segera bangun dan menghambur ke dada Terry dan mendekapnya mesra sekali.     

"Ohhh.... Terry sayang... kau lama sekali datangnya. Aku kan tidak suka makan siang sendirian..."     

Aleksis sekuat tenaga berusaha menahan agar tidak tersenyum licik saat menatap ke arah Verona yang memucat. Wajahnya tampak dipenuhi ekspresi kerinduan dan manja terhadap Terry yang hanya bisa tertegun melihat tingkah Aleksis yang aneh.     

Di mejanya, Nicolae tidak sengaja menjatuhkan buku yang sedang dibacanya saat melihat adegan Aleksis dengan begitu mesra memeluk Terry.     

Ugh.... ternyata gadis yang ia sukai sudah menjalin hubungan dengan Terry, pemuda yang menjadi saingannya dalam segala hal, termasuk dalam polling CALON SUAMI IDAMAN kampus St. Mary.     

Ia tahu polling itu konyol dan tidak ada artinya, tetapi entah kenapa hari ini ia merasa tidak terima kalau Terry yang menang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.