The Alchemists: Cinta Abadi

Kembali ke kampus



Kembali ke kampus

0Aleksis menunggu sepagian tetapi Alaric tidak juga membalas pesannya dan meneleponnya. Ia berpikir bahwa Alaric memang telah tidur, maka ia pun tidak ingin mengganggu. Ia lalu bersiap untuk berangkat kuliah. Bagaimanapun ia sudah bertekad untuk memberi pelajaran gadis-gadis norak yang mengganggunya dua hari lalu.     

Aleksis memutuskan untuk kembali tinggal di penthouse dan ia memerintahkan staf Hotel Continental untuk membawa barang-barangnya yang sudah terlanjur ia taruh di asrama. Hubungannya dengan Rosemary sudah buruk, sehingga ia tidak merasa ada alasan lagi baginya untuk tinggal di sana.     

Lagipula sekarang ada Lauriel di Penthouse. Ia tentu lebih senang menghabiskan waktu bersama ayah angkatnya itu bila sedang tidak kuliah.     

Oh ya... ia harus memperkenalkan dua pengawalnya yang lain kepada Lauriel, agar Lauriel tidak curiga. Karenanya setelah sarapan ia menelepon Carl dan Sascha untuk datang ke penthouse dan menemuinya.     

"Paman, perkenalkan, ini Carl dan Sascha... kedua pengawalku yang lain," kata Aleksis saat kedua pria berbadan tegap dan berpenampilan dingin itu datang. Dalam hati ia berharap Lauriel tidak mencurigai penampilan kedua pasang pengawal yang sama sekali berbeda dari pengawalnya kemarin. "Carl, Sascha... ini adalah kerabatku. Aku memanggilnya Paman Rory. Kalian ingat kan, kalau setiap aku dikirim untuk tinggal bersama Paman Rory, kalian tidak perlu mengawalku...?"     

Carl dan Sascha mengangguk. Selama delapan tahun bekerja mengawal Aleksis, mereka ingat bulan-bulan saat mereka tidak diperlukan, karena Aleksis tinggal bersama Paman Rory-nya dan majikan mereka menganggap Aleksis pasti akan aman bersamanya hingga tidak memerlukan Carl dan Sascha untuk mengawalnya.     

Keduanya memperhatikan pria muda di depan mereka ini dengan sikap hormat. Lauriel memang terlihat muda, tetapi ada sesuatu pada penampilannya yang membangkitkan rasa hormat seketika, seolah ia memiliki jiwa dan karisma seseorang yang sudah sangat senior. Dalam hati mereka bertanya-tanya siapa pria ini sebenarnya...     

"Baiklah... Paman Rory akan tinggal bersamaku di sini sampai..." Aleksis menoleh kepada Lauriel, "Paman berencana di sini sampai kapan?"     

Lauriel mengangkat bahu, "Aku belum tahu."     

"Baiklah... selama Paman Rory di sini, aku tidak membutuhkan pengawalan kalian. Kalian silakan berlibur."     

Carl dan Sascha saling pandang. Mereka tidak berani pergi berlibur seperti perintah Aleksis. Kalaupun gadis itu tidak membutuhkan pengawalan mereka, lebih baik mereka tetap diam di Singapura dan bersiap-siap, kalau ia suatu ketika membutuhkan mereka.     

"Tidak usah, kalian bisa berjaga seperti biasa," kata Lauriel tiba-tiba. "Jangan biarkan aku mengganggu rutinitas kalian."     

"Eh...?" Aleksis merasa agak terkejut karena baru pertama ia mendengar Lauriel bersikap seperti ini. Ia biasanya tidak mau diikuti oleh pengawal kalau sedang bersama Aleksis. Sikapnya barusan membuat Aleksis agak kuatir. Ia takut Lauriel mencurigai sesuatu.     

Ugh... Alaric cepatlah pulang, biar kita menghadap keluargaku bersama-sama... ucapnya dalam hati.     

***     

Aleksis ada dua mata kuliah hari ini; jam 10 dan jam 2 setelah makan siang. Setelah sarapan ia segera bersiap berangkat ke kampus dengan diantar Carl.     

Di perjalanan ia mengirim pesan kepada Takeshi bahwa selama Lauriel ada di Singapura ia akan tinggal di hotel dan diantar jemput supir, supaya Takeshi dan Mischa tidak curiga karena ia bersama Carl atau Sascha.     

Uff... untunglah ia Aleksis, seorang gadis yang sangat cerdas. Main kucing-kucingan begini antara dua pasang pengawal dari Alaric dan dari ayahnya, serta Lauriel, bukanlah hal yang sulit baginya. Gadis lain mungkin sudah kelabakan dan menangis kalau berada dalam situasi sulit seperti ini.     

Saat Aleksis menapakkan kakinya kembali di kampus, kali ini dengan penampilan yang sangat berbeda, ia merasakan pandangan orang-orang di sekitarnya sangat jauh berubah. Gadis-gadis yang kemarin memandangnya dengan tatapan mencemooh, kini tampak tertegun kagum. Mereka masih belum mengenalinya sebagai gadis musuh mereka bersama karena makan siang bersama Terry waktu itu.     

"Hmm... kuliah pertama di Gedung B," gumamnya sambil membaca jadwal.     

Aleksis hari ini tampak cantik bagaikan supermodel dengan pakaian sangat mahal. Langkah-langkahnya penuh percaya diri, tidak mempedulikan pandangan tercengang para pemuda yang menatapnya lewat dengan mata penuh kekaguman.     

Gadis-gadis hanya bisa saling berbisik-bisik membicarakannya di belakang. Mereka semua ingin tahu siapa mahasiswa baru ini. Mereka belum pernah melihatnya sebelumnya. Ia pasti anak orang yang sangat kaya.     

Saat berjalan ke Gedung B, beberapa pria berusaha berjalan mendekatinya dan berusaha menawarkan bantuan.     

"Selamat pagi, Cantik! Kau kuliah di ruang mana?" tanya seorang di antaranya yang tampak seperti pemimpin kelompok mahasiswa itu. Pakaiannya terlihat mahal dan ia memutar-mutar kunci mobil Ferrari di tangannya.     

Aleksis menoleh dan tersenyum manis sekali. Pemuda-pemuda itu mungkin tertarik melihatnya dan punya niat iseng, tetapi mereka tidak berbahaya. Ia harus sabar menghadapi mereka. Kalau ia terlihat kesal dan terganggu, ia tak dapat membayangkan mungkin Carl atau Takeshi dan Mischa akan segera menghajar orang-orang ini. Pagi ini Aleksis sedang tidak ingin melihat siapa pun dihajar karena dirinya.     

"Aku kuliah di Gedung B, ruangan 3.1. Mata kuliah Prinsip Informasi."     

"Oh... kebetulan, aku juga mengambil mata kuliah itu," kata pemuda itu cepat, "Namaku Ian. Siapa namamu?"     

"Namaku Aleksis," Aleksis menerima uluran tangan Ian dan menyalaminya. "Bagus kalau begitu. Ayo kita ke kelas bersama."     

Aleksis tidak tahu dan tidak peduli apakah Ian memang mengambil mata kuliah yang sama. Yang jelas ia senang karena kali ini ruang kelas tidak akan sekosong kemarin. Ia tidak suka ruangan kelas yang hanya terdiri dari empat siswa, mereka jadi tidak bisa mengobrol dan mencuri-curi tidur karena dosen gampang memperhatikan kelas... he he.     

Mereka mengobrol sedikit sambil jalan dan Aleksis segera mengetahui bahwa Ian adalah anak seorang pengusaha casino yang sangat kaya dan ia memang kebetulan satu jurusan dengannya namun jarang masuk kuliah sehingga harus mengulang tahun kedua.     

Ian mempunyai kelompok atau geng di kampus ini yang kerjanya hanya bersenang-senang dan tidak mempunyai tujuan hidup jelas. Aleksis senang melihat kehadirannya membuat Ian termotivasi masuk kelas.     

Seiring perjalanannya masuk ke kelas, beberapa mahasiswa lain, teman Ian, bergabung bersama mereka. Sebagian besar bukan mahasiswa Jurusan Manajemen Informasi, tetapi mereka memutuskan untuk bersenang-senang kali ini dengan datang ke kelas yang sama.     

Saat ia tiba di kelas, rombongan Aleksis telah berjumlah hampir 20 orang yang dengan santai masuk ke dalam kelas dan membuka buku mereka, siap mendengarkan dosen tua yang tampak sangat terkejut ketika masuk ruangan dan melihat begitu banyak mahasiswa yang sudah menunggunya. Ketiga teman sekelas Aleksis yang sudah lebih dulu ada di kelas, Dave, Kris dan Mel sangat terkejut melihat kehadiran gadis sangat cantik dengan banyak mahasiswa yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.     

Aleksis hanya tertawa melihat ekspresi mereka dan segera mengambil kursi di sebelah Mel dan berbisik, "Hei... ini aku, Aleksis. Kemarin aku bolos, nanti aku pinjam buku catatan kalian ya."     

Mel, Dave dan Kris tercengang hampir satu menit lamanya. Setelah mengamat-amati Aleksis cukup lama, barulah mereka percaya ini memang teman sekelas mereka.     

Dosen mata kuliah Prinsip Informasi, seorang profesor tua berumur 50'an tampak terpana melihat begitu banyak siswa di ruang kelasnya hari ini. Ia sampai membuka kacamatanya dan memakainya kembali untuk memastikan ia tidak bermimpi.     

"Astaga...." Ia menyipitkan mata dan melihat seorang gadis yang sangat cantik ada di tengah ruangan, dan seketika mengerti apa yang terjadi.     

Anak-anak muda ini memang sangat gampang diarahkan, kalau orang yang mengarahkannya adalah seorang perempuan cantik, pikirnya.     

"Hei... Aleksis... kelas kita jadi banyak begini mahasiswanya..." bisik Mel yang duduk di sebelahnya. "Kau yang mengajak mereka?"     

"Aku tidak mengajak, mereka yang ingin mengikutiku..." balas Aleksis.     

Ia tidak sabar segera ke kafetaria untuk makan siang. Ia berharap bertemu Verona ataupun gadis-gadis norak yang lain itu, untuk memberi mereka pelajaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.