The Alchemists: Cinta Abadi

Tidak sendirian di dunia ini



Tidak sendirian di dunia ini

0Aleksis akhirnya menghentikan panggilannya. Tadi ia terbangun karena mendengar bunyi panggilan telepon masuk dari Alaric. Sayangnya saat ia hampir mengangkat, panggilan itu keburu berhenti.     

Setelah mencuci muka dan meminum secangkir kopi ia memutuskan menelepon balik. Ia sudah rindu ingin mendengar suara Alaric.     

Rasanya ia ingin sekali menangis dan menceritakan kepada Alaric tentang kegundahannya yang harus menyembunyikan hubungan mereka dari Lauriel. Ia ingin Alaric segera pulang agar mereka bisa membicarakan tentang peristiwa 21 tahun lalu saat organisasi Alaric mengincar ayahnya.     

Saat itu tentu Alaric masih sangat muda, dan mungkin ia tidak terlibat... tetapi tetap saja akan sulit untuk membawanya bertemu orang tua Aleksis mengingat hubungannya dengan Rhionen Assassins itu.     

Mungkin sudah saatnya Aleksis membuka jati dirinya kepada Alaric, mengingat di titik ini apa pun yang terjadi mereka sudah berkomitmen untuk bersama, dan bahkan sudah menikah. Mereka harus bekerja sama memikirkan jalan keluar dari situasi rumit ini.     

Mungkin Alaric awalnya akan sangat terkejut mendengar rahasia Aleksis, tetapi gadis itu tidak memiliki kekurangan atau hal negatif dalam hidupnya yang membuatnya harus merasa malu. Keluarganya adalah keluarga terhormat dan sangat berkuasa. Alaric pasti akan dapat menerimanya dengan baik. Sekarang tinggal bagaimana meyakinkan keluarganya untuk menerima Alaric...     

TUT     

TUT     

TUT     

Belasan deringan berlalu dan teleponnya tidak juga diangkat. Aleksis menjadi kebingungan. Ia melihat jam, sudah pukul 5 pagi di Singapura, berarti pukul 21.00 di Inggris... seharusnya Alaric belum tidur.     

Apakah ia sibuk?     

Aleksis memutuskan untuk mengirim pesan dan meminta Alaric meneleponnya lagi kalau sudah sempat, karena Aleksis sudah bangun dan sedang menunggu teleponnya.     

[Di sini sudah pagi. Jangan lupa meneleponku sebelum kau tidur. Aku mencintaimu.] Ia mengirim pesan itu kepada Alaric.     

Sayangnya, Alaric tidak juga membalas pesannya. Aleksis hanya bisa menarik napas panjang. Mungkin Alaric terkena jetlag karena pergi ke negara yang berada 8 jam di belakang Singapura dan kelelahan sehingga sekarang ia sudah tidur?     

Aleksis memutuskan tidak akan mengganggunya.     

***     

Di penthouse-nya Alaric masih duduk termenung. Sophia sudah menceritakan secara singkat tentang sejarah kaum Alchemist kepadanya dan tatanan masyarakat mereka.     

Ia masih tak percaya, ternyata ada ratusan orang sepertinya di luar sana. Ia sama sekali tidak sendirian. Ia memiliki keluarga besar dan bahkan seisi klan.     

Untuk pertama kalinya dalam hidup ia merasa menemukan kepingan puzzle hidupnya satu persatu dan kini semua kepingan itu membentuk gambar yang lengkap. Ia akhirnya bisa melihat dirinya secara utuh.     

"Keluarga Linden tidak memiliki pewaris lagi, karena anak-anaknya adalah perempuan dan sudah meninggal. Ibuku adalah putri pertama dan ia menikah dengan pangeran dari keluarga Meier, melahirkan kakakku Alexei dan aku. Sementara Putri Luna tidak menikah..."     

Alaric tertegun mendengar kata-kata Sophia. Ia baru saja hendak bertanya tentang ayahnya. Ternyata ibunya tidak menikah. Ini berarti ia adalah anak yang lahir di luar pernikahan...     

"Jadi... aku tidak punya ayah?" tanyanya pelan.     

Sophia menggeleng dengan wajah penuh penyesalan. "Maafkan aku. Putri Luna sangat merahasiakan kehidupan pribadinya. Kami tidak tahu siapa ayahmu..."     

"Oh...."     

"Sangat banyak kaum kita yang meninggal saat Perang Dunia dulu, termasuk orangtuaku, banyak kerabat kita, dan teman-teman yang lain... Kemungkinan, ayahmu pun sudah meninggal di saat perang," kata Sophia dengan nada sedih, "Walaupun kita bisa hidup abadi, tubuh kita tidak dapat menahan peluru dan bom... Diperkirakan ada lebih dari 300 anggota kita yang meninggal saat itu."     

Alaric tak dapat menahan diri, tangannya terkepal sangat kuat karena amarah kembali menguasai pikirannya. Manusia-manusia bodoh dan jahat yang senang sekali berperang... telah merenggut orang tuanya, dan banyak kerabatnya secara sia-sia.     

"Aku sangat membenci manusia..." kata-katanya terdengar sangat dingin, keluar lewat rahangnya yang mengeras. "Karena itulah... aku ingin memastikan agar mereka tidak lagi bisa berbuat seenaknya..."     

Sophia menatap Alaric dengan penuh perhatian. Sudah lebih dari 100 tahun ia tidak bertemu Putri Luna dan ia tidak lagi mengingat wajahnya dengan baik, tetapi kini melihat Alaric di depannya, ia pelan-pelan teringat kepada bibinya itu.     

Kepribadian Alaric sangat jauh berbeda dari Luna yang hangat dan terbuka, tetapi mereka memiliki wajah yang sangat mirip.     

Ia sangat terharu membayangkan selama hampir 100 tahun ini Alaric harus bertahan hidup sendirian, tanpa mengetahui siapa dirinya. Tentu sangat berat.     

Tetapi pemuda itu terbukti sangat tangguh, karena ia berhasil mendirikan Rhionen Assassins dan kini bahkan menguasai teknologi sangat canggih untuk menguasai manusia lewat Rhionen Industries. Dengan bantuan dan dukungan Group Meier, tentu ia akan semakin berkuasa.     

Saat memandang Alaric yang wajahnya dipenuhi dendam dan kesedihan, Sophia merasa tersentuh, dan saat itu ia bertekad akan mendukung apa pun yang akan dilakukan sepupunya itu.     

Tentu akan lebih baik kalau Ned dan Portia juga mendukung Alaric... pikir Sophia kemudian.     

Ia tahu betapa Portia sangat menyayangi Luna... Portia tentu akan sangat bahagia kalau mengetahui ternyata Luna memiliki seorang anak laki-laki...     

"Aku mau mengajakmu bertemu seseorang..." kata Sophia kemudian. "Ia pasti akan sangat bahagia melihatmu..."     

Alaric mengangguk. "Kapan?"     

"Besok saja. Malam ini aku yakin kau pasti perlu beristirahat dan menenangkan pikiran. Aku akan menjemputmu di sini besok pagi."     

"Terima kasih."     

Sophia bangkit dan merapikan pakaiannya, "Aku pulang dulu. Besok aku telepon."     

"Baik."     

"Aku senang bertemu denganmu, Alaric." kata Sophia sambil mencium pipi Alaric. "Aku tadinya berpikir akan bertemu pemilik Rhionen Industries yang sudah tua, atau mengenakan topeng - gosip di luar sana mengatakan wajahmu rusak karena kecelakaan... Ternyata semua itu hanya isapan jempol saja. Aku senang tadi aku berhasil mengenalimu. Kalau tidak, mungkin kau tidak akan pernah tahu asal-usulmu..."     

Alaric mengangguk pelan. "Aku memang telah menyembunyikan wajahku selama 8 tahun terakhir. Malam ini aku sudah mengambil keputusan untuk menunjukkan wajahku karena..."     

Ia terdiam. Tadinya ia sudah memutuskan untuk membuka jati dirinya kepada Aleksis dan akan mulai menunjukkan wajahnya yang sebenarnya. Aleksis tentu akan senang mendapat kejutan itu.     

Ia tidak menyangka, di saat pertama ia menunjukkan wajahnya kepada orang lain, ia justru bertemu Sophia yang mampu mengenalinya dan memberinya semua jawaban yang dicarinya.     

Mungkin ini takdir... Setelah mencari selama hampir 100 tahun, akhirnya ia bertemu Sophia di sini. Akhirnya ia memperoleh jawaban.     

"Yang jelas aku senang kita sudah bertemu. Aku tak ingin membuat kepalamu penuh, dengan terlalu banyak informasi. Beristirahatlah... Aku akan menceritakan lebih banyak besok." Sophia lalu minta diri dan keluar dari ruang kerja Alaric. "Terima kasih untuk minumannya."     

"Hmm.." Alaric mengangguk.     

Pavel masuk beberapa menit setelah Sophia pulang.     

"Ada lagi yang Tuan perlukan?" tanyanya dengan penuh hormat.     

"Hmm... temani aku minum di sini, Pavel. Ada banyak hal yang memenuhi pikiranku...." kata Alaric sambil menunjuk botol tequilanya. "Aku tak tahu harus mulai dari mana."     

Pavel tertegun. Ia tak pernah melihat Alaric bersikap seperti ini sebelumnya, selama hampir 20 tahun ia ikut pemuda itu.     

Dengan patuh ia mengambil gelas shot baru dan menuang tequila untuk dirinya dan Alaric.     

Keduanya minum tanpa berkata apa-apa. Sibuk dengan pikirannya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.