The Alchemists: Cinta Abadi

Keturunan Keluarga Linden



Keturunan Keluarga Linden

0Sophia semula mengira kecantikannyalah yang membuat Alaric terpaku di tempatnya saat ia datang mengulurkan tangan untuk mengajak bersalaman, tetapi setelah memperhatikan baik-baik wajah pemilik Rhionen Industries di depannya, seketika dadanya bergetar.     

Sophia pun tertegun dan tidak bergerak. Wajah Alaric terasa sangat familiar. Dulu ia pernah melihat orang ini, tetapi warna matanya tidak seperti ini.     

Malam ini saat mereka bertemu kembali, Sophia seolah-olah melihat orang yang sama sekaligus berbeda, karena sepasang mata Alaric kini berwarna ungu cemerlang.     

Keduanya saling pandang dengan mengerutkan kening.     

Sophia kemudian memicingkan mata melihat Alaric. Sebagai seorang alchemist ia memiliki daya ingat yang sangat tajam dan ia sadar 21 tahun lalu ia pernah melihat pemuda yang sekarang berdiri di depannya ini. Tanpa sadar ia menekap bibirnya dan sepasang matanya tampak bersinar gembira.     

"Kau dulu adalah salah satu pembunuh dari Rhionen Assassins yang dipekerjakan kakakku Alexei 20'an tahun lalu untuk mengejar Caspar! Aku tidak pernah melupakan wajahmu saat kau datang ke istana kami di Yorkshire... Sekarang aku tahu kau bukan hanya salah seorang pembunuh, sebenarnya kau adalah pimpinan Rhionen Assassins sendiri," katanya dengan nada bersemangat. "Aku tidak mengira bosnya Famke ternyata adalah seorang Alchemist juga, dia tidak pernah bilang... Hmm.. atau Famke memang tidak pernah tahu."     

Alaric menatap Sophia dengan ekspresi keheranan yang tidak bisa disembunyikan. Gadis cantik di depannya ini menyebut-nyebut nama Alexei, salah seorang klien lamanya di masa lalu, dan Famke, seorang anak buahnya di Rhionen Assassins yang mati ditembak 21 tahun yang lalu. Ia tidak ingat pernah bertemu Sophia sebelumnya.     

"Siapa kau?" tanyanya dengan nada dingin.     

"Aku juga seorang alchemist sepertimu. Famke dan Alexei juga..." jawab Sophia dengan antusias. "Hmm... matamu tidak seperti kebanyakan orang alchemist. Dulu warna matamu tidak seterang ini. Kalau aku tidak pernah melihatmu 20 tahun yang lalu dengan penampilan yang tidak berubah begini, tentu aku tak akan pernah menyangka kau adalah seorang alchemist. Kau pasti masih muda, karena aku belum pernah melihatmu di acara-acara klan. Siapa keluargamu?"     

Alaric terdiam saat mendengar kata 'keluarga'. Ia tidak punya keluarga.     

"Apa itu alchemist?" tanyanya kemudian. Ia tak dapat lagi menyembunyikan rasa penasarannya. Sedari tadi Sophia bicara tentang Alexei dan Famke, dan kaum alchemist.     

Ia tak mengerti apa yang dibicarakan gadis itu, dan ia merasa sangat tertarik. Ada sesuatu di dadanya yang bergetar saat mendengar kata itu.     

Alchemist.     

Sophia tampak meneliti Alaric baik-baik, mencoba mencari tahu apakah pemuda tampan itu bercanda atau tidak. Ia terkejut saat menyadari bahwa Alaric benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakannya.     

"Astaga... kau tidak tahu..." Seketika Sophia menekap mulutnya dan mendesah kecil. Ia merasa sangat kasihan kepada pemuda yang berdiri di depannya ini. Pemuda itu tidak mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Ia lalu berjalan mendekati Alaric dan menyentuh bahunya. "Alaric, apakah... kau telah hidup untuk waktu yang lama dan kau tidak menua?"     

Alaric tertegun mendengar pertanyaan blak-blakan ini. Tanpa sadar ia mengangguk.     

Sophia menghela napas, "Kau tidak pernah sakit, tubuhmu lebih kuat dari manusia biasa, kau bisa mengetahui cuaca dengan baik, dan rambutmu tumbuh sendiri sesuai keinginannya?"     

Alaric mengangguk, kali ini dadanya mulai terasa sesak. Mengapa Sophia bisa tahu?     

"Kau adalah seorang alchemist. Kita adalah klan manusia sempurna yang bisa hidup abadi. Kau tidak sendirian di dunia ini. Anggota klan kita ada beberapa ratus orang di seluruh dunia," kata Sophia melanjutkan. "Kakakku Alexei dan aku adalah alchemist, dan kami sudah berumur ratusan tahun. Famke juga seorang alchemist, ia mati dibunuh oleh musuh kakakku. Itulah sebabnya Alexei memintamu untuk mengerahkan para pembunuh dari Rhionen untuk mengejar Caspar 21 tahun lalu. Saat Alexei mengundangmu datang, aku melihat kalian bicara dari ruangan sebelah. Alexei tidak mengira kau adalah seorang alchemist juga, aku rasa Famke pun tidak tahu, karena waktu itu warna matamu berbeda dari sekarang ..."     

Semua informasi yang baru diterimanya dari Sophia rasanya terlalu banyak untuk dicerna sekaligus. Pikiran Alaric memusing.     

Ia terus terngiang-ngiang kalimat gadis itu yang mengatakan, 'Kau tidak sendiri di dunia ini...'     

Kau tidak sendiri di dunia ini.     

Sophia yang melihat wajah Alaric menjadi pucat hanya tersenyum tipis. Ia menepuk bahu Alaric dengan lembut dan berbisik, "Mungkin semua ini terlalu mengejutkan bagimu... Sebaiknya keluarkan minuman untuk menenangkan diri. Aku minta tequila ya..."     

Alaric menatapnya agak lama dan kemudian mengangguk. Ia akan membutuhkan sesuatu yang keras. Semua informasi ini terlalu tiba-tiba dan sangat mengejutkan.     

Selama puluhan tahun ia berusaha mencari jawaban tanpa hasil, dan kini, tiba-tiba saja semua jawaban dilempar ke arahnya tanpa ia dapat mempersiapkan diri.     

Ia mengambil sebotol tequila dari kabinet bersama garam dan irisan lemon. Dengan sigap Sophia menuangkan masing-masing segelas kecil tequila untuk mereka, lalu menyerahkan satu gelas shot kepada Alaric.     

Ia sendiri mengambil garam dan menjilat garam dari jari telunjuknya untuk mengurangi rasa terbakar saat ia meneguk tequila dari gelasnya lalu menghisap irisan lemon untuk meningkatkan rasa minumannya. Rasa tequila dan lemon yang bersatu di mulutnya terasa menyentak dan membuatnya sangat gembira.     

Sophia tak pernah menyangka mitra bisnis barunya adalah seorang seorang Alchemist. Ini akan membuat kerja sama di antara mereka menjadi lebih mudah. Apalagi sepertinya Alaric tidak mengetahui asal-usulnya...     

"Kenapa tidak minum?" tanya Sophia. "Sesudah kau tenang, kita akan membicarakan tentang kaum alchemist dan kau bisa bertanya kepadaku apa saja..."     

Alaric mengangguk dan mengikuti tindakan Sophia. Ia meneguk habis tequila di gelasnya dan rasa asam dan asin dari lemon dan garam yang menyertai tequilanya membuat perasaannya semakin bergolak.     

Akhirnya... ia akan mengetahui jawaban yang selama ini dicarinya...     

Setelah beberapa saat berdiam diri, akhirnya ia bertanya kepada Sophia... "Apakah semua kaum Alchemist memiliki mata seperti kita?"     

Sophia mengangguk, "Benar. Semua kaum alchemists memiliki mata yang berwarna cemerlang. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu, mengapa 20 tahun lalu waktu Alexei bertemu denganmu kau tidak memiliki mata cemerlang seperti sekarang..."     

"Bukan itu. Maksudku... mata berwarna ungu..." kata Alaric memotong ucapan Sophia.     

"Oh..." Sophia tampak mempelajari Alaric dan kemudian teringat sesuatu. "Tidak... warna ungu ini adalah ciri keluarga Linden."     

"Apakah kau bagian dari keluarga Linden?" tanya Alaric. Ia menunjuk ke arah mata Sophia yang berwarna ungu.     

Sophia menggeleng, "Aku dari keluarga Meier, tetapi ibuku adalah putri dari keluarga Linden... maka aku mewarisi warna ungu darinya... Sepupu ibuku, Putri Portia juga keturunan keluarga Linden dan ia mewarisi warna ungu pada rambutnya... seperti Putri Luna."     

Tiba-tiba Sophia menekap bibirnya dan menatap Alaric dengan sepasang mata yang membulat sangat besar.     

Benar... Alaric memiliki sepasang mata ungu seperti dirinya. Ia pasti memiliki hubungan darah dengan keluarga Linden...     

Tetapi pemuda itu sepertinya tidak tahu apa-apa tentang keluarganya. Apakah dia merupakan keturunan keluarga Linden yang hilang? Tetapi dari siapa?     

Jauh di dalam hati sebenarnya ia sudah bisa menebak jawabannya, karena wajah Alaric sangat mirip dengan orang yang dikenalnya. Tetapi ia masih tak percaya pada pikirannya sendiri, karena orang itu sudah sangat lama mati...     

"Apakah... apakah kau lahir... saat perang?" tanyanya kemudian dengan suara tercekat. Ia sendiri tak percaya akan mengajukan pertanyaan itu.     

Alaric tampak terkejut mendengar pertanyaan Sophia yang bisa begitu mengena... Sepertinya gadis di depannya ini tahu banyak tentang dirinya.     

Tanpa sadar kepalanya telah mengangguk pelan, "Benar. Aku lahir di saat perang..."     

Air mata mulai menggenang di kedua sudut mata Sophia saat mendengar jawaban Alaric. Ia sudah menduga jawaban itu, tetapi tetap saja ia tak siap mendengarnya....     

Ia merasa terharu sekali...     

"Apakah... apakah kau lahir di Rumania?" tanyanya lagi, berusaha memastikan.     

Alaric sudah melihat mata Sophia berkaca-kaca, dan seketika dadanya merasa sesak.     

Gadis ini mengenalnya! Minimal Sophia mengetahui siapa keluarganya....     

Alaric mengangguk lagi. "Benar. Aku lahir di Rumania...."     

"Oh Tuhan..." Sophia tak dapat lagi menahan air matanya segera menghambur dan memeluk Alaric. "Aku sangat senang kau selamat... ternyata anak Putri Luna berhasil lahir dan hidup..."     

Alaric merasa canggung karena Sophia memperlakukannya dengan begitu akrab, dan memeluknya sambil berderai air mata. Siapa gadis ini sebenarnya?     

"Putri Luna? Siapa itu?" tanyanya keheranan.     

Sophia mengeratkan pelukannya dan suaranya terdengar sangat emosional, "Putri Luna adalah bibiku... Ia sedang hamil besar saat ia berhasil menyelamatkan diri dari Jerman ke Rumania, kami kehilangan jejaknya dan mengira ia sudah meninggal bersama anak dalam kandungannya... Kami tak pernah berhenti mencari kalian..."     

"Kau... kau adalah sepupuku?" tanya Alaric terbata-bata. Tak terasa tetes demi tetes air mata mulai menggenang juga di sudut matanya. Ia ikut menjadi emosional ketika melihat Sophia mengangguk haru.     

Akhirnya... jawaban... yang ia cari selama ini...     

Ia kini telah mengetahui siapa ibunya...     

Dan ia bahkan berhasil bertemu sepupunya sendiri...     

Ia tidak sendirian di dunia ini...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.