The Alchemists: Cinta Abadi

Paman Rory curiga



Paman Rory curiga

0"Sebentar, Paman. Aku harus menelepon dulu," kata Aleksis kemudian. Ia berjalan sedikit menjauh dan memberi tanda kepada Lauriel agar menunggunya.     

Lauriel memandangnya dengan keheranan. Sepengetahuannya, Aleksis tidak pernah merahasiakan apa pun darinya. Tetapi mungkin situasinya berbeda, karena anak angkatnya itu kini sudah dewasa. Mungkin ada hal-hal yang tidak bisa diucapkannya di depan seorang pria?     

Akhirnya ia hanya mengangguk dan menunggu.     

Aleksis buru-buru menghubungi Takeshi, "Kalian ada di mana?"     

"Kami di Terminal 1 Kedatangan," terdengar jawaban Takeshi dari jam ponsel Aleksis.     

Ugh, sudah kuduga, mereka masih mengawalku, pikir Aleksis.     

Sebenarnya ia kagum karena kedua pengawalnya itu berhasil menjaga jarak dengan baik, tidak menarik perhatian, tetapi selalu berada di dekatnya, menjaganya.     

"Aku barusan menjemput kerabatku. Ia adalah sahabat ayahku, jadi tolong jangan membuat keributan, aku tak mau keluargaku mengetahui kalau aku sudah menikah dan suamiku mengirim pengawal untuk menjagaku... Kumohon, jangan bikin aku pusing..."     

Takeshi terdengar terkejut, tetapi ia hanya menjawab singkat,"Baiklah."     

Aleksis kemudian menepuk keningnya. Astaga, tadi ia menyebut soal menikah dan suami. Hanya supir dan seorang pengawal Alaric yang menjadi saksi pernikahan mereka.     

Ia tidak tahu apakah Takeshi dan Mischa mengetahui bahwa tadi malam ia telah menikah dengan bos mereka. Kalau mereka tidak tahu, tentu mendengar perkataan Aleksis barusan membuat mereka kaget.     

Ah, sudahlah. Biar itu menjadi urusan Alaric. Yang jelas ia tak boleh membuat Lauriel curiga karena kehadiran Takeshi dan Mischa.     

Ia juga telah menyampaikan dari semula bahwa orang yang dijemputnya di bandara adalah kerabatnya, agar Alaric tidak salah paham. Lebih baik bilang dari awal, daripada membiarkan suaminya mengira ia bertemu laki-laki lain setelah ia berangkat ke London.     

Aleksis kembali dan menggandeng Lauriel keluar dari bandara. Mereka segera naik taksi ke Hotel Continental.     

"Paman datangnya mendadak, kalau tidak, kan aku bisa siapkan supir dan lain-lain," kata Aleksis dengan manja. Ia menyandarkan kepalanya ke dada Lauriel. Tindakannya membuat supir taksi agak keheranan dan berkali-kali mencuri pandang dari kaca spion.     

Memang agak aneh melihat seorang gadis begitu cantik bermanja-manja dan memanggil seorang pemuda yang tampak hanya lebih tua beberapa tahun darinya itu dengan sebutan 'Paman'. Apakah ini semacam permainan peran atau fetish seksual pasangan yang senang hal aneh-aneh? pikirnya dalam hati.     

Baik Lauriel dan Aleksis tidak peduli pandangan orang, dan walaupun keduanya tahu supir taksi mungkin berpikiran macam-macam, mereka hanya tersenyum geli dan tetap tidak menjaga jarak.     

Lauriel telah mengenal Aleksis sejak lahir, dan bahkan pernah mengganti popoknya, membersihkannya, dan mengurusinya dengan penuh kasih sayang selama bertahun-tahun. Di dalam hatinya gadis itu tetaplah anak perempuan kecil yang selalu dimanjakannya dan mengikutinya kemana-mana.     

Kini melihat Aleksis mulai dewasa, ia setengah berharap gadis itu tidak buru-buru jatuh cinta dan meninggalkannya untuk bersama laki-laki yang kemudian menjadi kekasihnya. Setiap ayah tentu menganggap tidak ada laki-laki yang cukup baik untuk anak perempuan mereka.     

Mereka segera naik ke lantai 100 dan masuk ke penthouse untuk beristirahat sebentar, lalu bergegas ke Sky Bar untuk makan siang.     

Pelayan dan manajer yang ingat Aleksis tadi malam makan di sana bersama Alaric hingga menutup Sky Bar dari pengunjung lain, hanya bisa saling pandang saat keduanya masuk dan duduk mengambil tempat di sudut ruangan.     

Nona Besar ini sepertinya dikelilingi pria-pria tampan, pikir mereka. Tetapi mengingat kali ini ia tidak menutup Sky Bar, dan tetap makan bersama tamu lainnya, mereka mengerti bahwa hubungan di antara keduanya tidak seistimewa hubungannya dengan pria tadi malam.     

"Selamat siang, Nona. Sudah siap memesan?" tanya Manajer On-Duty yang khusus datang melayani Aleksis siang ini.     

"Sudah." Aleksis menyebutkan beberapa nama hidangan yang diinginkannya lalu menoleh kepada Lauriel, "Paman mau makan apa?"     

Lauriel menyebutkan makanan yang disukainya lalu menyerahkan kembali buku menu kepada manajer Sky Bar.     

Seorang pelayan datang dengan nampan berisi gelas dengan berbagai jenis champagne dan minuman lainnya. Aleksis dan Lauriel mengambil masing-masing segelas champagne dan bersulang.     

"Aku senang Paman datang... Aku sudah rindu," kata Aleksis kemudian.     

"Ya, suaramu kedengarannya sedih sekali waktu menelepon Paman," komentar Lauriel. "Apa yang terjadi?"     

Aleksis ingat waktu itu ia benar-benar ingin pergi dari Singapura karena ia patah hati, Alaric menolak cintanya hingga dua kali, dan Lauriel akhirnya memutuskan datang untuk menghiburnya. Sayangnya Lauriel tidak tahu bahwa dalam waktu lima hari, Aleksis telah berhasil mendapatkan cinta Alaric dan tadi malam bahkan menikah dengannya.     

Kini Aleksis tidak punya alasan lagi untuk merasa sedih dan pergi dari Singapura.     

"Uhm... waktu itu aku merasa sedih karena masih menyesuaikan diri di tempat baru... Tapi sekarang semuanya baik-baik saja, Paman tidak usah kuatir," jawab Aleksis buru-buru.     

"Terry bilang kau ke sini untuk mencari Pangeran Siegfried-mu..." kata Lauriel sambil menyesap champagne-nya. "Ada kemajuan?"     

Astaga, Terry! Kau ini bisa tidak sih menyimpan rahasia??? rutuk Aleksis dalam hati.     

Ia tidak mau berbohong kepada Lauriel. Tetapi ia belum sanggup berterus terang dan menceritakan semuanya. Ia tahu kalau Lauriel tahu siapa Pangeran Siegfried sebenarnya, ia akan menentang hubungan mereka.     

Reputasi Rhionen Assassins dan Rhionen Industries terlalu gelap bagi kaumnya. Sekarang saja Terry sedang mencari informasi untuk membongkar tindakan Rhionen Industries yang ingin mengumpulkan begitu banyak data pribadi dan genetik manusia serta mengupayakan proyek-proyek untuk mengganti peran manusia dengan AI.     

"Aku mau bertemu Terry nanti malam, sekalian mengunjungi anjingku. Paman mau ikut?" tanya Aleksis mengalihkan perhatian.     

Lauriel mengerti Aleksis tidak ingin membicarakan kehidupan cintanya, dan sebagai ayah yang pengertian, ia tidak memaksa. Ia akan menunggu hingga Aleksis siap bercerita. Yang jelas, ia akan ada di sana untuk memastikan Aleksis tidak akan disakiti siapa pun.     

Mereka lalu makan dengan tenang sambil membicarakan hal-hal ringan. Aleksis bercerita tentang kehidupannya sebagai mahasiswa dan betapa gadis-gadis di kampus membencinya. walaupun ia sudah mengubah penampilannya agar terlihat jelek.     

"Jadi, mulai besok, aku akan kuliah dengan penampilan seperti biasa. Menurutku gadis-gadis norak lebih membahayakan daripada pria-pria iseng yang ingin menggangguku..." kata Aleksis dengan nada sebal, "Paman tidak usah kuatir, pengawalku cukup sigap, mereka akan melindungi walaupun aku besok tampil cantik."     

"Hmm..." Lauriel mengangguk. Ia mengakui Aleksis memang sangat cantik dan terlihat nyaman menjadi dirinya sendiri seperti ini, dan rasanya tidak adil kalau gadis itu terpaksa harus tampil jelek hanya demi menghindari gangguan pria iseng.     

"Karena Paman ada di sini, aku tidak jadi pindah ke asrama. Lagipula, teman sekamarku ternyata tidak menyenangkan. Aku merasa percuma saja masuk asrama untuk mencari teman," kata Aleksis lagi. "Aku sudah punya teman yang baik di kelas, namanya Mel. Yang lainnya juga oke."     

"Hmm..." Lauriel mengangguk lagi. Ia membiarkan saja Aleksis memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya. Gadis itu sangat cerdas dan tidak pernah membuatnya susah.     

Saat pelayan datang dan mengisi ulang gelasnya, sudut mata Lauriel menangkap bayangan dua orang yang sedari tadi dilihatnya mengikuti mereka. Ia ingat melihat dua orang ini di bandara tadi. Sikap mereka santai dan tidak mencurigakan. Tetapi kini ia mulai curiga karena kembali melihat keduanya di restoran yang sama. Ini bukan suatu kebetulan, kan?     

"Ada yang membuntuti kita," kata Lauriel sambil meneguk minumannya. "Arah jam 15."     

Aleksis pelan-pelan melirik ke arah yang disebutkan Lauriel dan menyadari Takeshi dan Mischa sedang menikmati makan siang mereka. Penampilan keduanya sangat alami dan seharusnya tidak menarik perhatian.... Mereka mengawalnya dari jauh dengan sangat profesional.     

Ah, tapi ini adalah Lauriel yang mereka hadapi. Ia sangat awas karena pengalamannya selama ratusan tahun. Ia terbiasa memindai sekelilingnya dengan cepat dan akurat, dan ia tahu kedua orang ini tadi ada di sekitar mereka saat masih berada di bandara...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.