The Alchemists: Cinta Abadi

Kedatangan Paman Rory



Kedatangan Paman Rory

0Aleksis duduk dengan sedih di salah satu kursi terminal sambil memikirkan betapa banyak hal yang sudah terjadi selama lima hari terakhir ini. Sekarang Alaric sedang pergi ke London untuk mengurus proyek besarnya bersama Group Meier, suatu proyek yang ia tahu akan sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia di hampir setengah bagian bumi.     

Ia berharap terjadi sesuatu yang akan menggagalkan kerja sama mereka itu. Kalau tidak sekarang, semoga di masa depan.     

Mungkin kalau ia sudah bisa membuka jati dirinya kepada Alaric, ia akan memberi tahu suaminya itu betapa dulu Alexei dan Sophia Meier hampir membunuhnya dengan racun. Alaric pasti tidak akan sudi bekerja sama dengan orang-orang yang pernah menyakiti Aleksis...     

Di tengah lamunannya, tiba-tiba jam ponselnya berbunyi dan ia melihat ada panggilan masuk dari Lauriel.     

"Eh... hallo, Paman Rory, apa kabar?" tanyanya cepat.     

"Kabar baik. Paman tadinya ingin memberimu kejutan dengan muncul tiba-tiba di Singapura, tetapi Terry mengatakan akhir-akhir ini kau sibuk sekali dan susah dihubungi. Makanya Paman tidak mau datang tiba-tiba sementara kau sedang sibuk..." kata Lauriel dengan suara gembira.     

"Ahhh... Paman kapan mau datang? Akhir pekan ini, kan?" tanya Aleksis. Perasaan gundahnya seketika hilang diganti dengan sukacita. Ia sangat merindukan Lauriel, dan kehadirannya di Singapura tentu akan membuat Aleksis merasa lebih baik.     

"Aku sudah di bandara." Nada suara Lauriel terdengar jenaka, sesuatu yang sangat jarang terjadi. "Kau ada di rumah?"     

"Bandara di Nairobi?"     

"Bandara Changi." jawab Lauriel.     

"Astagaaaa...!!! Paman sudah tiba di Singapura??? Tiba-tiba sekali!!!" seru Aleksis kaget.     

"Kenapa? Kau tidak mau Paman datang cepat?" tanya Lauriel dengan nada menggoda. "Apakah kau sudah bosan dengan Paman Rory-mu karena sekarang sudah dikelilingi banyak laki-laki tampan di kampus?"     

Aleksis terdiam. Mana mungkin ia melirik laki-laki tampan di kampus. Di hatinya hanya ada Alaric Rhionen, yang sekarang bahkan sudah menjadi suaminya.     

Ufff.. seketika rasa bersalah merayap di hatinya, karena mengingat ia menikah diam-diam tanpa memberi tahu orang tuanya dan ayah angkatnya yang sangat menyayanginya.     

"Kenapa diam? Jadi benar kau bosan padaku karena sudah dikelilingi banyak mahasiswa tampan?" tanya Lauriel lagi. Aleksis hanya bisa batuk-batuk mendengarnya.     

"Pamaaaaann.... aku sekarang sedang ada di bandara juga. Paman ada di terminal berapa?" katanya cepat-cepat.     

"Hmm... Terminal 1. Kenapa?"     

"Aku ke sana ya... Paman tunggu aku di terminal kedatangan!"     

Aleksis buru-buru menutup ponselnya dan berlari ke terminal tempat Lauriel berada. Ia sungguh merindukan ayah angkatnya itu. Perasaannya yang tadi sedih karena kepergian Alaric, seketika merasa terhibur.     

Dalam waktu sepuluh menit saja Aleksis sudah tiba di Terminal 1 Kedatangan. Langkah kakinya yang berlari cepat mencari Lauriel akhirnya terhenti ketika ia melihat ayah angkatnya itu tampak sedang duduk santai di sebuah kursi sambil melipat kaki dan memejamkan mata.     

"Pamaaaan Roryyyyy..." serunya dari jauh, tak mempedulikan pandangan puluhan orang yang mendengar suaranya. Lauriel tersenyum simpul, membuka matanya, lalu menatap ke arah asal suara. Ia bangkit tepat waktu saat Aleksis menghambur melompat ke arahnya dan menggantung seperti anak monyet, seperti yang biasa dilakukan gadis itu kalau mereka bertemu setelah lama berpisah.     

"Astaga... Aleksis, kau ini sekarang adalah wanita dewasa... Tingkahmu masih saja tidak berubah..." kata Lauriel sambil tertawa. Ia melihat pandangan keheranan orang-orang yang menatap adegan Aleksis menggantungkan diri kepadanya, tetapi Lauriel sama acuhnya dengan Aleksis terhadap pandangan orang asing. Dengan penuh kasih sayang ia mencium kedua pipi Aleksis bergantian dan menurunkan gadis itu ke lantai dengan perlahan. "Kau terlihat sehat."     

"Paman kan tahu badanku sekuat kerbau," kata Aleksis bangga. Ia memandangi Lauriel dan sekitarnya dengan keheranan, "Paman masih tidak membawa koper? Hanya tas itu saja?"     

Lauriel mengangguk. "Kau tahu Paman tidak suka repot. Pakaian bisa dibeli. Ayo kita pulang. Singapura ini panas sekali, Paman sudah gerah dan ingin mandi."     

"Baiklah... ayo kita pulang ke Hotel Continental," kata Aleksis riang sambil menggandeng Lauriel keluar terminal.     

"Hmm... ngomong-ngomong, kenapa kau ada di bandara hari ini?" tanya Lauriel. "Ada temanmu yang berangkat?"     

"Eh...." Saat itu Aleksis segera teringat bahwa Takeshi dan Mischa masih mengawalnya diam-diam atas perintah Alaric. Mereka pasti melihatnya sekarang bersama Paman Rory....     

Sial, ia sama sekali lupa berkoordinasi dengan mereka.     

Aduh... mana tadi dia memeluk dan mencium pipi Paman Rory, dan sekarang berjalan menggandengnya...     

Walaupun sudah berusia 570 tahun, tetapi Paman Rory masih terlihat seperti seorang pemuda tampan berusia 25 tahun. Orang yang tidak mengenal mereka bisa salah paham dan mengira mereka adalah sepasang kekasih....     

Ya ampuuunn... bagaimana ini? Bagaimana kalau Alaric salah paham??     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.